SUKARNI DALAM KENANGAN TEMAN-TEMANNYA Penyunting: Sumono Musloffa Penerbit: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1986, 323 halaman ORANG kenal Sockarno. Tapi siapa Sukarni ? Dalam buku-buku sejarah Sukarni disebut sebagai salah seorang tokoh pemuda. Ia, menjelang kemerdekaan, telah menculik Soekarno- Hatta. Apa arti penculikan tersebut bagi Proklamasi Kemerdekaan, dan siapa sebenarnya tokoh ini? Tak ada penjelasan. Sedang dalam buku ini, jawabannya diberikan oleh orang-orang yang terlibat atau ikut menyaksikan peristiwa penting itu. Buku ini juga menyajikan kesaksian 34 orang tokoh dari berbagai golongan dan aliran, selain memaparkan apa-siapa Sukarni sejak kecil, kemudian tumbuh sebagai pemuda, sampai akhir hayatnya. Ia lahir di Dcsa Sumberdiren, Kecamatan Garum, Blitar, Jawa Timur. Orangtuanya bekerja sebagai tukang jagal sapi, dan berjualan daging. Tetapi Sukarni telah merebak jadi pemuda militan, radikal. Belanda bahkan mencap dia sebagai ekstremis. Pada usia i4 tahun, putra seorang warok ini malah sering diincar polisi rahasia Belanda. Ini gara-gara aktivitasnya dalam Indonesia Muda, yang berdiri setelah Sumpah Pemuda. Empat tahun kemudian, 1934, Sukarni yang tamat MULO, Blitar, dipilih sebagai ketua umum organisasi itu. Dan selama di bawah pimpinannya banyak pengurus Indonesia Muda ditangkapi Belanda. Sedangkan ia sendiri, entah bagaimana, sering lolos dan dapat menghilang secara misterius. Sejak hidup buron, Sukarni selalu berpindah tempat dan melakukan kegiatan di bawah tanah. Ia memang pintar menyamar. Menurut Roeslan Abdulgani, konon Sukarni bagai belut: tiba-tiba muncul di berbagai tempat, kemudian menghilang lagi. Ia pernah menyaru seperti wanita, tukang jual soto, pedagang kaki lima. Tapi, polisi rahasia Belanda pada 1941 menangkap Sukarni di Samarinda ketika ia menyelusup jadi pegawai Dinas Topograpi pemerintah Hindia Belanda. Sebagai orator, Sukarni juga dikenal jago beragitasi. Tetapi dalam pergaulan, ia ramah. Dan puncak kepiawaiannnya itu, akhirnya, ia berhasil menculik Soekarno-Hatta. Penculikan itu, menurut Mohamad Roem, didasari perbedaan pendapat antara unsur pemuda dan kedua proklamator itu. Para pemuda sudah mendengar Jepang menyerah pada Sekutu. Dan momen itu adalah merupakan saatnya Indonesia merdeka - tanpa perlu "restu" dari Jepang, atau menunggu kesepakatan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), badan yang mereka anggap bikinan Jepang. Sebaliknya, Soekarno-Hatta menolak usul itu. Mereka sudah tiga tahun bekerja sama dengan anggota PPKI yang ikut mempersiapkan kemerdekaan Indonesia di saat yang tepat. Jalan pintas dipilih. Dengan sebilah pisau panjang dan sepucuk pistol, Sukarni yang mendapat dukungan kelompok pemuda menculik kedua tokoh bangsa itu pada pukui 04.00, 16 Agustus 1945. Mereka dibawa ke Rengasdengklok, Jawa Barat. Ia mendesak memerdekakan Indonesia. Tapi Achmad Soebardjo mencari jalan kompromi. Kedua tokoh itu sore harinya boleh kembali ke Jakarta. Berdasarkan rapat malam itu, Proklamasi lalu dibacakan keesokan harinya. Rekan-rekannya mengenang di buku itu: Sukarni telah menyelamatkan kemerdekaan Indonesia dari "hadiah Jepang" . Bahkan ada pendapat, kalau bukan karena Sukarni yang belakangan mendirikan Partai Murba bersama Tan Malaka - kemerdekaan kita bukan pada 17 Agustus 1945. Tapi, tulis Roem, proklamasi tersebut bukanlah karena Sukarni, bukan dari Sjahrir, bukan pula hasil rencana SoekarnoHatta. Jadi? Inilah hasil tekad semua unsur yang bersatu padu. Sedangkan Soebadio Sastrosatomo menyimpulkan: Kemerdekaan itu merupakan kompromi antara kelompok pemuda -- di antaranya Sukarni - dan yang lebih tua, seperti Soekarno dan Hatta. Sebagai catatan sejarah, terutama bagi orang-orang yang terlibat langsung dalam peristiwa itu, buku kenangan ini bermanfaat. Tapi karena berisi kumpulan tulisan banyak orang, maka jangan heran bahwa banyak materinya yang tumpang tindih. Selain itu, banyak tokoh yang seperti kurang tahu tentang Sukarni. Dan sebenarnya, mereka memang tak layak diminta menulis mengenai Almarhum. Dalam buku ini, anehnya, mengapa tak dlsertakan kenangan dan putra Almarhum. Gambaran tentang manusia Sukarni masih kabur. Ia memang bergelora di luar rumah, tapi bagaimana di tengah keluarganya? Ide penerbitan buku ini selayaknya disambut. Dan patut diteruskan, untuk memperkenalkan tokoh-tokoh pejuang lainnya, khususnya para pendiri Republik ini. Tapi tak sekadar nama mereka saja, melainkan juga perjuangan dan kisah-kisah menarik yang melingkari tokoh yang dibicarakan, agar lebih dikenal para generasi kini dan mendatang. Karni Ilyas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini