Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Islamofobia: Penyebab dan Alternatif Solusinya

Dari peluncuran buku MUI di Tengah Pusaran Krisis Kemanusiaan Global dan Islamofobia. Tips memerangi Islamofobia.

7 Februari 2025 | 15.00 WIB

Sampul buku "MUI di Tengah Pusaran Krisis Kemanusiaan Global dan Islamofobia" oleh guru besar ilmu sejarah dan peradaban Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sudarnoto Abdul Hakim. TEMPO/Ihsan Reliubun
Perbesar
Sampul buku "MUI di Tengah Pusaran Krisis Kemanusiaan Global dan Islamofobia" oleh guru besar ilmu sejarah dan peradaban Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sudarnoto Abdul Hakim. TEMPO/Ihsan Reliubun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Guru besar UIN Jakarta Sudarnoto Abdul Hakim meluncurkan buku berjudul 'MUI di Tengah Pusaran Krisis Kemanusiaan Global dan Islamofobia'.

  • Buku ini membahas sentimen anti-Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

  • Buku Sudarnoto juga berisi cara meredam Islamofobia lewat jalan damai dan konstitusional.

KETAKUTAN atau kebencian terhadap Islam menjadi pembahasan Sudarnoto Abdul Hakim dalam buku barunya, MUI di Tengah Pusaran Krisis Kemanusiaan Global dan Islamofobia. Kitab tersebut diluncurkan di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta Timur, Senin, 3 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sudarnoto meneliti masalah Islamofobia selama dua tahun dari 2017 sampai 2019. Krisis kebencian terhadap Islam terjadi di berbagai belahan dunia, dari Amerika Serikat, Israel, Prancis, Swedia, India, Cina, Kanada, hingga Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Islamofobia, menurut Sudarnoto, muncul karena ketidaksukaan seseorang atau sekelompok orang terhadap Islam dan penganutnya. Bentuknya antara lain bisa berupa omongan, pembakaran Al-Quran, dan penggusuran masjid. "Didasari motif kebencian karena Islam dianggap sebagai ancaman," kata guru besar sejarah dan peradaban Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, Banten, itu seusai diskusi.

Guru besar ilmu sejarah dan peradaban Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sudarnoto Abdul Hakim saat peluncuran buku barunya, "MUI di Tengah Pusaran Krisis Kemanusiaan Global dan Islamofobia", di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta Timur, 3 Februari 2025. Tempo/Ihsan Reliubun

Menurut dia, diskriminasi tersebut didorong oleh anggapan bahwa Islam antidemokrasi, menolak modernisasi, dan menganut radikalisme. "Islam disebut sebagai teroris," ujar pengajar Islam dan politik global di program doktoral UIN Jakarta ini.

Dalam buku setebal 246 halaman tersebut, Sudarnoto menuliskan lima tipologi Islamofobia, dari yang bermotif politik hingga yang berbentuk genosida. Dia mencontohkan kematian lebih dari 32 ribu warga Gaza di Palestina akibat serangan militer Israel sejak Oktober 2023. Belakangan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump malah mengusulkan relokasi dua juta pengungsi Gaza ke Mesir dan Yordania. "Itu termasuk genosida," ucap pria yang lahir di Kauman, Banjarnegara, Jawa Tengah, ini.

Sudarnoto juga membahas konflik di Afganistan dalam bukunya. Kembalinya Taliban yang menumbangkan Presiden Ashraf Ghani pada 2021 dapat menjadi pemicu bagi kelompok ektremisme untuk menghancurkan kekuasaan yang dianggap korup. Fenomena ini dapat memicu kekuatan anti-Islam di negara lain yang mempertebal Islamofobia. Seperti ditulis di halaman 19, mereka akan membangun narasi bahwa Islam adalah agama berbahaya serta bisa menyerang Islam dan orang-orang Islam.

Sudarnoto mengatakan saat ini kebencian terhadap Islam terasa sangat kuat di India. Ada kampanye Islamofobia oleh kelompok Hindu kanan jauh di bawah partai yang berkuasa, Bharatiya Janata Party. Korban kebencian ini antara lain politikus muslim, penulis, jurnalis, influencer, dan warga biasa.

Acara peluncuran tiga buku karya Sudarnoto Abdul Hakim, di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta Timur, Februari 2025. mui.or.id

Ketakutan dan kebencian terhadap Islam pun marak di Indonesia. Sudarnoto menyebutkan sejumlah kasus Islamofobia terjadi di Sumatera Barat, Bali, Jakarta, dan beberapa lokasi lain. "Ada kasus Al-Quran diinjak dan dikencingi serta para ulama di-bully," tuturnya. Kasus lain, pernyataan anggota Dewan Perwakilan Daerah, Arya Wedakarna, yang meminta petugas bandar udara di Bali tak menggunakan jilbab.

Komentar itu dilontarkan Arya dalam sebuah rapat pada awal 2024. Presiden Joko Widodo lantas memberhentikan Arya dari posisinya sebagai senator dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 22 Februari 2024.

Maraknya kasus Islamofobia membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi dalam meningkatkan toleransi dan perdamaian pada 2022. Resolusi ini bertujuan menghilangkan tindakan kebencian dan fanatisme anti-Islam serta menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia.

Majelis Ulama Indonesia—lembaga masyarakat yang mewadahi ulama dan cendekiawan Islam—juga membuat dialog dengan tokoh muslim di Amerika Serikat serta perwakilan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Diskusi online itu mengusung tema "Turn Back Islamophobia: Pengarusutamaan Moderasi untuk Menangkal Islamophobia" yang berlangsung pada 30 Maret 2022.

Dialog itu menghasilkan sejumlah kesepakatan antara MUI dan berbagai organisasi masyarakat Islam di Indonesia dalam melawan Islamofobia. Kebencian terhadap Islam secara nyata menginjak-injak deklarasi umum hak asasi manusia. "Resolusi soal Islamofobia merupakan pelajaran sangat berharga, bahwa langkah-langkah yang lebih manusiawi bisa dilakukan melalui PBB dalam menangani berbagai kasus kemanusiaan," demikian tertulis di halaman 115.

Sudarnoto menjabat Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional. Dia menilai resolusi PBB tersebut sebagai kesempatan menyuarakan perlawanan terhadap praktik Islamofobia. Langkah strategis lain adalah mendorong gagasan Islam moderat atau Islam wasatiah. "Menjadikan Indonesia sebagai pusat Islam moderat di dunia," ujarnya.

Caranya, Sudarnoto melanjutkan, mendorong semua pihak berkomitmen membangun Indonesia sebagai bangsa religius, beradab, dan memperteguh kesatuan seperti yang diamanatkan Pancasila. "Tidak saling menyakiti karena bisa memicu ekstremisme dan menggoyahkan sendi kebangsaan," demikian tertulis di halaman 115.

Dalam melawan Islamofobia, MUI turut bersuara keras saat Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2020 menyatakan, "Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini."

Sudarnoto menyebutkan pernyataan diskriminatif itu tidak pantas dilontarkan kepala negara. Sejumlah negara anggota OKI, di antaranya Turki, Qatar, Kuwait, Pakistan, dan Bangladesh, memboikot produk Prancis. MUI menemui duta besar Prancis dan mendesak Macron mencabut ucapannya karena menanamkan kebencian terhadap Islam.

Sudarnoto mengatakan Islamofobia merupakan bentuk lain ekstremisme dan berbahaya bagi siapa pun. Maka prasangka ini harus dilawan lewat cara-cara yang manusiawi, bukan dengan kekerasan. MUI tengah menyusun dokumen yang berisi rancangan perlindungan terhadap Islam dan pemeluknya. Draf itu akan diusulkan sebagai undang-undang anti-Islamofobia. "Melindungi hak orang Islam, hak beragama, dan tidak boleh dicaci oleh kelompok mana pun," ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ihsan Reliubun

Ihsan Reliubun

Menjadi wartawan Tempo sejak 2022. Meliput isu seni dan budaya hingga kriminalitas. Lulusan jurnalistik di Institut Agama Islam Negeri Ambon. Alumni pers mahasiswa "Lintas"

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus