Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Pengantin jawa sombrero dan ...

Karya: danarto sutradara: danarto resensi oleh: bambang bujono. (ter)

25 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEL GEDUWEL BEH Karya & Sutradara: Danarto Produksi: Teater Tanpa Penonton INI memang pementasan kolosal, sampai hampir 4 jam, dengan lebih dari 100 orang pemain. Dimulai dengan arak-arakan pengantin lelaki, yang berpakaian pengantin Jawa, Yoso Kartubi (Sjaeful Anwar), dari depan Teater Tertutup terus merambat ke plasa Teater Terbuka, ke pintu gerbang Taman Ismail Marzuki melingkar lewat Teater Besar, kemudian masuk ke Teater Arena -- tempat pementasan Bel Geduwel Beh berlangsung. Arak-arakan itu diiringi gending Kebo Giro, yang dibawakan oleh para penabuh dari TIM yang memasang gamelannya di plasa Teater Arena. Sementara itu di arena Teater Arena telah menunggu pengantin perempuan, duduk di kursi pengantin yang sandarannya berbentuk gunungan. Acara mempertemukan mempelai pun berlangsung -- sembah kepada orangtua dan mertua, menginjak telur ayam dan kemudian sambutan-sambutan -- yang batal. Karena sihir dari pengantin lelaki, mereka yang ingin memberikan sambutan kehilangan suaranya. Pengantin lelaki ingin menasihati dirinya sendiri. Dari adegan itulah kemudian cerita bertolak. Mempelai lalu masuk ke dalam kamar (adegan disuguhkan dengan cara menurunkan kotak besar berkerangka kayu dan berdinding kain dari atas arena menutup kedua mempelai). Dan ketika kotak diangkat lagi, kedua mempelai itu telah berseragam serdadu, bertopi sombrero, berselempang sabuk peluru dan menyandang dua pistol. Dengan cara itu, Danarto ingin menceritakan bahwa kedua mempelai di Republik Tegal tersebut telah melakukan perebutan kekuasaan. Dan kemudian menyatakan diri sebagai diktator. Tapi BGB tak selesai di situ. Itu baru awal dari sebuah cerita yang panjang. Karena kediktatorannya kemudian dirasakan oleh para jenderalnya membahayakan mereka, Kartubi hendak mereka bunuh. Si diktator ternyata mencium maksud itu. Maka dicarinyalah orang yang mirip dia, untuk dinobatkan sebagai dirinya, alias Kartubi palsu -- untuk dijadikan sasaran pembunuhan. Bawahan Kartubi yang menemukan Mustapha Lenong (Sutopo HS), seorang petani, yang mirip Kartubi, menemui kesulitan sedikit. Mustapha bersedia dijadikan Kartubi palsu asal disogok 40 juta dollar (mungkin dia tahu, kalau harga tukar dollar akan naik). Beres. Cuma rencana Kartubi tidak berakhir sebagaimana dibayangkannya. Si Mustapha bukan petani biasa. Ia mampu mengalahkan para jenderal dan gerilya kota yang mencoba hendak membunuhnya. Bahkan ketika Kartubi asli, jengkel karena Mustapha berbuat semaunya dan membahayakan kekuasaannya, dan ia menantang perang tanding dengan pistol, ia kalah. Duel pistol ala koboi itu, diselesaikan Mustapha hanya lewat cermin kecil yang dipegangnya -- ia menembak Kartubi dengan masih tetap membelakangi Kartubi. Sesudah itu Mustapha kembali menjadi petani. Kekuasaan diserahkan kepada para pendeta bersenjata -- mereka ini bekas serdadu Republik Tegal juga yang kebetulan saat itu menerobos masuk istana hendak membunuh diktatornya. Tapi Mustapha tidak lantas pergi begitu saja. Ia meninggalkan pesan: kalau terjadi kekacauan lagi, dia, si Mustapha, tentu akan muncul kembali dan memusnahkan biangnya. Dengan dukungan para pemain yang lumayan -- yang menonjol ialah Bambang BS, Gandung, Joko, Sjaeful dan Sutopo -- drama yang banyak banyolannya ini sedikit terangkat pementasannya. Dan menurut Danarto memang "naskah dan pementasan ini milik pemain." Adapun gaya pementasan yang sulit disebut warnanya atau jenisnya itu, lebih kurang begini: Ada pemecahan bingkai tempat pertunjukan, ada adegan hukuman mati massal, ada banyolan-banyolan, ada layar kuning bergambar petruk, ada musik klasik Barat, gamelan Jawa, gamelan Bali dan dengan kostum serdadu bersombrero dan suara-suard pistol yang menyarankan suasana revolusi di Amerika Latin. Belum jelas benar gaya apa. Tapi ini memang hasil penyutradaraan Danarto yang pertama. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus