Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Tiger and the Snow Pemain: Roberto Benigni, Jean Reno, Nicoletta Braschi, Tom Waits, Emilia Fox Skenario: Roberto Benigni, Vincenzo Cerami Sutradara: Roberto Benigni Produksi: Focus Features (2005)
Ia seorang pesulap kata. Di tangannya setiap kata berubah menjadi sebuah semesta. Saat bercengkerama dengan dua anaknya, ia menjadikan kata ”burung” sebagai sebuah kisah kebahagiaan—burung yang hinggap di bahu, lalu berkicau, dan kemudian terbang, sebuah peristiwa sesaat yang begitu membahagiakan masa kecilnya dulu.
Di ruang kelas, ia juga menghidupkan kata ”bintang” menjadi cerita roman yang menyihir murid-muridnya. Rekan mengajarnya, Nancy Browning (Emilia Fox), yang senantiasa terpukau, bahkan seketika telentang di ruang kelas, siap menyediakan tubuhnya untuk sang pujangga.
Ya, Attilio de Giovanni (Roberto Benigni) adalah seorang penyair. Ia mengajar puisi di sebuah universitas di Roma, Italia. Ia pengarang kumpulan puisi The Tiger and the Snow. Dengan puisi itu ia senantiasa menanamkan harapan pada orang di sekelilingnya.
Tapi kebahagiaan Attilio sendiri belumlah genap. Setiap malam ia bermimpi menikah dengan Vittoria (Nicoletta Braschi). Vittoria bergaun pengantin putih yang indah, sementara ia cuma memakai kaus dan celana kolor putih. Pernikahan ganjil, tapi yang selalu ia impikan itu tak pernah sampai.
Harapan, seperti kata-katanya yang senantiasa berbunga, tumbuh ketika Vittoria betul-betul muncul di hadapannya. Ia muncul bersama sahabatnya, Fuad (Jean Reno), seorang penyair dari Bagdad, Irak. Tapi secepat ia datang, secepat itu pula Vittoria menghilang dan kemudian diketahui tengah meregang nyawa di Bagdad dalam pekan-pekan awal invasi Amerika ke Irak pada 2003.
Dari sini sesungguhnya film baru dimulai. Seperti film terdahulu yang melambungkan tiga Piala Oscar, Life is Beautiful (1997), Benigni membawa kekuatan keajaiban kata dan cinta dalam kecamuk perang. Dalam Life is Beautiful, misalnya, Benigni berperan sebagai seorang ayah yang menghibur anaknya habis-habisan saat berada dalam kamp tawanan Nazi. Ia tak ingin anaknya tahu bahwa perang adalah kekejaman terburuk terhadap kemanusiaan. Ia ingin memberikan kesan pada anaknya bahwa perang sama saja dengan sebuah permainan anak-anak. Sebuah humor yang getir.
Di film ini, Benigni meniupkan roh yang sama. Sang penyair nekat menerobos Bagdad dengan jalan apa saja untuk mengembuskan harapan di telinga Vittoria yang tengah sekarat. Ia menyamar sebagai dokter Palang Merah Internasional, berjalan kaki di gurun pasir, atau menunggang unta agar bisa bertemu Vittoria. Ia menolak ucapan ”tak ada harapan” dari seorang dokter. Tak ada yang tak mungkin bagi Attilio. Dan hidup, bagi sang penyair, tak pernah benar-benar bisa dipadamkan.
Ia menemui siapa saja penduduk Bagdad yang bisa membuat ramuan obat-obatan untuk membantu Vittoria, membeli tabung oksigen dari para penjarah perang kendati oksigen hanya cukup untuk beberapa saat, dan mencari kantong infus hingga ke luar Kota Bagdad. Ia juga terus menghibur dengan benda-benda apa adanya yang ada di samping pembaringan Vittoria, pun dengan puisi-puisi yang menderas dari mulutnya.
The Tiger and the Snow yang menelan biaya US$ 35 juta adalah sebuah drama komedi yang punya daya sengat yang sama dengan Life is Beautiful. Menggugah sekalipun pahit. Lucu sekalipun pedih. Hanya, film dalam bahasa asli Italia ini tampak seperti sebuah repetisi dari tema yang sama dalam Life is Beautiful yang telah meraup untung US$ 224 juta.
Sutradara 54 tahun asal Italia ini terhitung berhasil menggarap komedi getir tentang perang ketimbang film-film komedi biasa yang pernah ia garap, seperti Pinocchio (2002), Il Mostro (1994), dan Johny Toothpick (1991) yang jeblok di pasar. Lewat The Tiger and the Snow dan Life is Beautiful, Benigni juga bisa leluasa menunjukkan ”sikap politiknya” terhadap perang.
Lewat sosok Attilio sang penyair itu, Benigni seperti hendak berkata, ”Bagaimanapun hidup tak pernah bisa dikalahkan oleh perang.”
Yos Rizal Suriaji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo