GERAKAN MODEREN ISLAM DI INDONESIA 1900-1942
Deliar Noer, LP3ES, Jakarta, 1980
358 + XIV halaman, termasuk indeks
KETIKA semangat "restrukturalisasi politik" sedang
menggebu-gebu dan keharusan menangnya pendukung Orde Baru" dalam
pemilihan umum (1971) sedang keras dikampanyekan demi
terwujudnya pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD
'45 yang "murni dan konsekuen", setidaknya begitulah retorika --
saat itu pula keluar pertanyaan yang menantang: "Islam, yes,
partai Islam, no?"
Tentu tidak akan demikian keras dirasakan, jika saja yang
mengatakan itu mereka yang dianggap secara politis bukan
golongan Islam. Tapi suara itu malah muncul di kalangan pemuda
terpelajar Islam, yang sesungguhnya diharap akan menjadi penerus
cita politik Islam dalam kancah Orde Baru.
Masalahnya rupanya bukan sekedar pertentangan persepsi tentang
situasi politik. Tetapi menyangkut hal-hal yang lebih mendasar
Sikap politik itu, yang tentu antara lain disebabkan oleh
kekecewaan terhadap partai-partai, diberi pula alasan yang
bertolak dari pengertian doktrin Islam. Maka keluarlah gagasan
tentang keharusan "mengembalikan" hal-hal yang sifatnya sekuler,
duniawi, kelapangan keduniawian.
Timbul pula pertanyaan: bagaimana harus diartikan patokan dasar
keberlakuan ajaran agama untuk seluruh zaman dan seluruh umat
manusia? Bagaimana dimensi waktu dan tempat harus dikenakan? Dan
ternyata, jawaban sementara yang diberikan, ada yang
merasakannya sebagai mengurangi keabadian dan keberlakuan
universal ajaran Islam.
Kegelisahan Awal
Ini terutama dengan keras dirasakan di kalangan yang biasa
disebut "reformis lslam" -- atau kadang-kadang dinamakan juga
golongan "modernis Islam". Tetapi mengapa justru dari kalangan
reformis, bukan dari golongan "tradisionalis" reaksi itu muncul?
Pengamatan yang teliti terhadap studi Deliar Noer akan
memudahkan kita menjawab. Meski judulnya sederhana, Gerakan
Moderen Islam di lndonesia, buku ini sebenarnya bisa dianggap
studi paling lengkap tenrang periode pembentukan tra-disi
"reformis Islam di Indonesia". Dengan memakai pendekatan
historis Deliar Noer menguraikan munculnya cita-cita reformistis
dalam kehidupan keagamaan. Dan dengan memakai berbagai
organisasi Islam sebagdi saluran kisah, ia memperlihatkan
kegelisahan masa awal pembentukan tradisi.
Semuanya bermula dari sikap idealistis. Keyakinan bahwa
pembebasan diri dari segala kebekuan dalam berpikir dan
keterlepasan dari segala macam bid'ah -- pembelokan teologis
dan praktek ritual dalam keagamaan -- bukan saja akan
menimbulkan integrasi umat kembali pada ajaran agama yang murni,
tetapi sekaligus memberinya dasar lebih kuat dalam memasuki
"dunia modern".
Dengan begini tampaklah bahwa, tanpa menjadikan akal sebagai
ukuran yang serba menentukan, tradisi reformis bertolak dari
keharusan akan berfungsinya akal dalam kehidupan beragama.
Kepercayaan atau keyakinan teologis menjadi lebih berarti jika
didukung oleh akal jika hal ini telah diselesaikan, yaitu
antara akal dan percaya tidak dilihat sebagai suatu dikhotomi,
maka dikhotomi lain juga dibereskan kerja demi dunia dan amal
demi akhirat. Kesemuanya harus berpangkal pada keharusan
berfungsinya kerangka konseptual ke-Islaman yang bersifat
holistik, serba menyeluruh.
Tentu, dalam proses pertumbuhannya dan penghadapannya dengan
lingkungan sosial -- seperti terlihat jelas dalam tindak-tanduk
berbagai organisasi reformis --tak selalu terdapat kesamaan
dalam keterikatan mereka kepada tradisi intelektual yang sedang
timbul ini. Persatuan Islam (Persis) yang dipimpin A. Hasan
(Bandung), umpamanya, lebih keras daripada Muhammadiyah.
Tetapi jika Muhammadiyah lebih menekankan pembinaan umat, dalam
arti penciptaan "masyarakat yang diredhai, maka Sarekat Islam
(dan penerusnya PSII) makin cenderung menghadapkan diri
pada masalah kolonial. Dan tidaklah mengherankan jika PSSI,
bersama Permi yang berpusat di Sumatera Barat adalah
organisasi politik dari tradisi reformis yang paling awal
menyelesaikan sikap awal ideologis yang ambivalen terhadap
universalisme Islam dan nasionalisme Indonesia.
Gebrakan Pentolan
Salah satu hal menarik yang juga ditonjolkan Deliar Noer ialah
fakta bahwa muncul dan berkembangnya tradisi reformis, atau
menurut istilah Deliar Noer "gerakan modern Islam" berbeda-beda.
Jika di Minangkabau kehadirannya ditandai oleh gebrakan
pentolan-pentolan agama yang muda usia, maka di Jawa bermula
secara tenang dalam organisasi pendidikan dan sosial. Juga
tekanan berbagai corak tantangan yang dihadapi berbeda-beda
meskipun, sebagaimana studi Deliar Noer cenderung untuk
melihatnya, semua corak tantangan itu dirasakan.
Adapun tantangan terhadap tradisi reformis baik dari sudut sikap
politis, sosiologis, ideologis ataupun doktrin (dalam pengertian
sikap terhadap ijtihad), datang dari pihak pemerintah Belanda,
"penguasa adat" atau penguasa pribumi, nasionalis netral
terhadap agama (dan komunis), kaum tradisionalis agama. Dan
dengan jelas diuraikan pula proses aksi-reaksi dari berbagai
gerakan reformis, dengan tantangan-tantangan itu. Hanya saja
jika diingat bahwa masalah yang menjadi perhatian pokok
masing-masing tantangan itu tidak sama gambaran aksi-reaksi itu
kadang-kadang terasa kurang realistis.
Ketika Deliar Noer mengerjakan edisi Inggris studi ini, yang
semula diajukan sebagai disertasi Ph.D.-nya (1963), ia belum
dimungkinkan mempelajari arsip Belanda. Hingga ia lebih
memberatkan studinya pada bahan tertulis yang tercetak dan hasil
wawancara. Mungkin ini suatu kekurangan, tetapi kekurangan yang
menguntungkan. Jika saja ia harus membuka arsip, maka berapa
tebalkah buku yang harus ditulisnya atau berapa jilid yang harus
dihasilkannya untuk bisa mencakup ruang lingkup studi ini?
Mungkin berbagai hal tak bisa diuraikan secara seimbang. Namun
dengan ruang lingkup studi yang demikian menyeluruh, buku Deliar
Noer bukan saja yang terlengkap tentang "gerakan modern Islam".
Tetapi juga sekaligus "buku wajib" bagi siapa pun yang ingin
mendalami salah satu gejala sosial-kultural-politik yang
terpenting di abad ini. Juga berharga bagi para mahasiswa ilmu
politik, sejarah dan sosiologi.
Taufk Abdullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini