Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Petualangan Yo-Yo Ma

Maestro cello Yo-Yo Ma mengakhiri tur di enam benua di Jakarta. Menyuguhkan komposisi Bach.

12 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Yo-Yo Ma.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tepuk tangan panjang menggema di Gedung Teater JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat malam pekan lalu. Penonton menghadiahi tepuk tangan sambil berdiri setelah sang maestro, Yo-Yo Ma, menyelesaikan konsernya, The Bach Project. Sang cellist membawakan komposisi Johann Sebastian Bach, Six Cello Suite.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musikus kelahiran Paris pada 1955 itu melakukan perjalanan konser selama hampir dua tahun. Ia memulai perjalanan konser di Denver, Colorado, pada Agustus 2018. Ia berpentas di 36 tempat di seluruh dunia, menjelajah enam benua. Jakarta menjadi kota terakhir yang disinggahinya dalam perjalanan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia telah menyinggahi kota-kota seperti Denver, Youngstown, Leipzig, Berkley, Washington, Montreal, Mumbai, San Juan, Mexico City, Texas, Lima, Cile, Medellin, Barcelona, Wina, Chicago, Athena, Lenox, Byblos, Seoul, Sydney, Melbourne, dan Christchurch.

Dalam turnya, musikus yang telah menerima 19 Grammy Awards dan belasan penghargaan lainnya itu membawakan komposisi Bach. Di Jakarta, ia membawakan enam komposisi Suite mayor dan minor nomor 1-6. Dalam setiap komposisi, para hadirin menghadiahi tepuk tangan.

Ia tampil seorang diri dengan cello, alat musik yang dia kenal sejak umur 4 tahun. Yo-Yo Ma terlihat sangat menikmati gesekan cello-nya. Tangan kirinya bergerak dengan cepat dan lincah pada papan jari, sementara tangan kanannya menggesek senar dengan busurnya.

Yo-Yo Ma mengawali konser dengan komposisi Suite No. 1. Tanpa basa-basi, begitu masuk panggung, ia langsung menggesek senar dengan tempo sedang. Demikian pula pada komposisi kedua, ia menghadirkan komposisi tersebut dengan cukup tenang, meski sesekali muncul dalam tempo agak cepat. Dia mengakhiri komposisi pertama dan keduanya dengan sebuah tarikan panjang pada senarnya.

Pemilik 100 album ini lalu menyapa penonton. "Bhinneka Tunggal Ika," ujar dia disambut tepuk tangan penonton. Ia cukup kagum atas keragaman di negara ini. Ia pun menyampaikan keragaman ini pula yang membuat dunia lebih indah.

Yo-Yo Ma

Sang musikus melanjutkan permainan cello-nya dengan komposisi ketiga. Sebelum memasuki komposisi keempat, ia menyampaikan sebuah pesan yang cukup kuat dari komposisi yang akan dia hadirkan. Ia mengatakan hidup tidaklah mudah dan terkadang kita melangkah ke arah yang salah. Ia merasakan waktu-waktu itu dan musik bisa menyembuhkan semua luka. "Suatu ketika kita menderita akibat trauma dan kehilangan dalam hidup. Tapi yang terburuk dari semua itu adalah kehilangan martabat. Komposisi ini didedikasikan untuk saat-saat seperti itu," kata dia.

Setelah itu, ia mulai menggesek senar dengan busurnya, melantunkan komposisi yang lebih ngelangut. Ada suasana kesedihan mendalam di sana. Sebuah komposisi yang cukup panjang dan kontemplatif. Yo-Yo Ma tampak sangat menikmati komposisi yang ia bawakan. Matanya kadang terpejam, sementara tangannya bergerak cepat.

Yo-Yo Ma kembali memberi jeda. Setelah mengucapkan Bhinneka Tunggal Ika, kali ini ia mengucapkan kata, "Gotong-royong, or team work and adat (tradisi). Kata-kata ini sangat menginspirasi perjalanan kultural saya dan hal ini memperlihatkan betapa budaya menghubungkan kita semua," ujar dia.

Ia pun melanjutkan gesekan cello-nya dengan dua komposisi panjang dan terasa cukup berat. Yo-Yo Ma mengawalinya dengan tarikan-tarikan panjang, tapi sangat lambat, terasa ngelangut. Beberapa kali gesekan busur bahkan nyaris seperti terhenti, diam sejenak, lalu dimulai lagi dengan tempo agak cepat. Adapun komposisi terakhir, meski juga panjang, lebih berwarna. Tempo dan nadanya lebih variatif.

Selain menghadirkan penampilan solo, ia rupanya memberi kejutan di akhir penampilannya. Penyanyi kondang Dira Sugandi tampil menyanyikan lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang. Dira melantunkan tembang diiringi gesekan cello dengan nada berbeda. Seperti menampilkan kepiawaian masing-masing, Dira dengan suaranya dan Yo-Yo Ma dengan cello-nya. Baru setelah itu Dira menyanyi dengan iringan teknik pizzicato atau petikan senar dengan nada original tembang itu.

Bagi Yo-Yo Ma, konser ini merupakan salah satu pemberhentian dari perjalanan untuk membagikan musiknya dengan orang yang mencari keseimbangan dan pelipur lara. Terutama pada masa yang penuh dengan perubahan tak terduga. "Saya mengundang Anda untuk ikut dalam petualangan ini, mendengarkan dan mendapatkan inspirasi dari penolong hidup Anda," ujar dia.

Konduktor Eunice Tong mengatakan sangat menikmati penampilan sang musikus. Komposisi yang dibawakan, kata dia, memperlihatkan profesionalisme dan kapasitas Yo-Yo Ma. "Karena dia profesional sekali, saya sangat menikmati. Dia pun juga sangat menikmati musiknya."

DIAN YULIASTUTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus