Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Pohon Nangka dan Rustamadji yang Terlupakan

Para perupa muda Klaten menggelar pameran mengenang Rustamadji. Tafsir atas karya sang maestro di kampung halamannya.

25 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pohon Nangka dan Rustamadji yang Terlupakan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA lempeng seng bekas yang menghitam karena karat ditautkan menjadi satu. Pada permukaan seng yang bergelombang berukuran 60 x 130 sentimeter itu, Ganang EAT menggambar sosok laki-laki berhelm layaknya astronaut yang sedang duduk di bangku kayu sambil bermain gitar dengan latar pohon pisang. Lukisan yang menggunakan cat besi warna putih berjudul Bermain Gitar di Bawah Pohon Pisang itu merupakan satu dari sekitar 40 karya dalam pameran "A Tribute to Maestro Rustamadji" di Galeri Seni Monumen Juang 45, Klaten, Jawa Tengah, pertengahan Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rustamadji adalah salah satu maestro seni rupa Indonesia yang lahir di Kabupaten Klaten pada 19 Januari 1921. Pelukis realis yang belajar secara mandiri ini pernah menjadi anggota Seniman Muda Indonesia. Ia juga tercatat sebagai anggota Pelukis Rakjat pimpinan maestro Hendra Gunawan bersama Affandi, Sudarso, Trubus Sudarsono, dan Edhi Sunarso. Setelah mengembara ke Malang (Jawa Timur), Yogyakarta, dan Jakarta pada 1942-1968, Rustamadji memutuskan kembali menetap di kampung halamannya di Klaten hingga akhir hayatnya. Seniman yang berkarya sejak masa perjuangan revolusi ini wafat pada 2001, tak lama setelah ia menyelenggarakan pameran untuk memperingati usianya yang ke-80 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurator pameran, Mikke Susanto, menyebut Rustamadji adalah sosok yang layak dikedepankan sebagai salah satu pelukis yang berperan penting dalam seni rupa Indonesia. "Aktivitasnya bersama para pelukis lain selama masa revolusi menyebabkan ia juga dekat dengan Presiden Sukarno. Hubungan ini dibuktikan dengan sejumlah lukisannya yang dikoleksi Sukarno, antara lain Kapal Terbang dan Pohon Nangka," kata Mikke dalam katalog pameran.

Mikke menambahkan, lukisan Pohon Nangka (1954) karya Sutarmadji juga masuk dalam buku Lukisan-lukisan Koleksi Ir. Dr. Sukarno – Presiden Republik Indonesia (Editor Dullah, Buku II, 1956), buku warisan estetik-intelektual yang sangat berharga dari presiden pertama Indonesia. "Kini lukisan Pohon Nangka itu dikoleksi oleh Istana Kepresidenan Republik Indonesia," ujar dosen Institut Seni Indonesia Yogyakarta, ini.

Selain melukis, Rustamadji piawai mematung. Sejumlah patung karyanya antara lain potret Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan W.R. Soepratman serta dan patung Erlangga di Surabaya yang dia kerjakan bersama kelompok Pelukis Rakjat. "Mereka (termasuk Rustamadji) juga pernah mengerjakan proyek pembangunan monumen Tugu Muda Semarang (1953) dan relief patung di Museum CPM Jakarta (1954)," kata Mikke.

Meski namanya terkenal sebagai pelukis dan pematung, sepak terjang dan peran Rustamadji selama ini nyaris terlupakan. Bahkan banyak warga Klaten yang sama sekali tidak mengenal sosok Rustamadji. "Maka itu kami, selaku pihak keluarga Rustamadji, sangat senang ketika anak-anak muda kreatif dari Street Art Klaten meminta izin untuk menggelar pameran ’A Tribute to Maestro Rustamadji’," ujar Karang Sasangka, 55 tahun, putra bungsu Rustamadji.

Para perupa muda itu membaca kliping artikel-artikel lawas tentang Rustamadji. Merekasebagian di antaranya masih kuliah seni rupajuga mencermati beberapa karya sang maestro dan banyak berbincang dengan keluarganya. Mikke Susanto juga memberikan diskusi bertajuk "Sisi Heroik Pelukis Rustamadji" di rumah Karang Sasangka. "Mikke memperlihatkan file foto-foto lama saat Rustamadji masih di Pelukis Rakjat, foto-foto saat membuat patung, dan lain-lain," kata Karang.

Ganang EAT menuturkan, dari proses belajar tersebut, ia mengetahui bahwa karya-karya realis Rustamadji berprinsip sederhana. Selain karya Ganang, ada beberapa karya lain yang menggunakan media beragam selain kanvas. Salah satunya lukisan berjudul Mencoba Natural karya Arya Svka. Beralaskan 12 potongan kayu yang dibentuk dan disusun berderet menyerupai pagar berukuran 125 x 100 cm, Arya melukis segerombol daun lompong hijau segar, tali gantungan, dan pohon pisang lengkap dengan jantung dan buahnya yang menguning menggunakan cat akrilik. Ada pula pop-art berjudul Spirit karya Arfian Arfo, yang menggunakan media tirai bambu berukuran 100 x 200 cm untuk menonjolkan siluet hitam-putih wajah Rustamadji yang digambar ulang dari lukisan aslinya berjudul Potret Diri (1975).

Dalam pameran tersebut, para pengunjung juga berkesempatan menyaksikan dua lukisan asli karya sang maestro yang berjudul Simbar Menjangan (1986) dan Potret Diri (1975) dari koleksi keluarga Rustamadji. Dua putra Rustamadji yang juga menjadi pelukis, Karang Sasangka dan Bodas Erlangga, ikut memamerkan karya mereka. Karang menampilkan lukisan berjudul Pohon Pisang di Pinggir Sawah (2017) dan Bodas memamerkan karya Lotisan, yang dilukis pada 1988.

Dinda Leo Listy (Klaten)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus