Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM dua tahun terakhir, Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto memagari seleksi taruna Akademi Kepolisian. Selama menjabat Asisten Sumber Daya Manusia Kepala Kepolisian RI, ia menetapkan aturan yang ketat dalam penerimaan kadet. Di antaranya, ia mengubah cara pembobotan nilai supaya lebih adil dan memampangkan pergerakan skor calon taruna secara terbuka pada saat penilaian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem tes tersebut diterapkan untuk menyaring 220 taruna putra dan 30 taruna putri Akademi Kepolisian setiap tahun. "Sebanyak 250 taruna itu tak bisa diganggu-gugat karena dari nilainya mereka memang layak lolos," ucap Arief, Kamis pekan lalu. Maka, menurut Arief, tak ada lagi calon taruna titipan dalam daftar 250 kadet tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya, kepolisian juga menetapkan kuota tambahan. Jumlahnya tak ajek setiap tahun. Kuota tambahan ini diberikan kepada calon taruna dari daerah tertentu untuk keberimbangan dan calon taruna jalur diskresi pimpinan.
Khusus kuota tambahan atas diskresi pimpinan, Arief mengatakan jatah tersebut hanya untuk calon taruna yang diusulkan Kepala dan Wakil Kepala Polri. Itu pun dengan catatan calon taruna harus mengikuti seleksi serta dianggap punya kemampuan akademik dan jasmani yang layak. "Kami sangat selektif meski itu kebijakan diskresi," ujar Arief.
Dalam seleksi tahun ini, kepolisian memberikan jatah kuota tambahan bagi empat taruna dari Papua serta tiga taruna atas diskresi Kepala dan Wakil Kepala Polri. Salah seorang taruna yang masuk lewat jalur diskresi diduga kerabat bekas petinggi Polri. Sejumlah pejabat mengatakan calon taruna tersebut dititipkan lewat Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Menurut pejabat itu, Arief menampik titipan Tito. Ia malah menyarankan agar kerabat bekas petinggi Polri itu mengikuti bimbingan belajar selama setahun untuk masuk Akademi Kepolisan. Dalam seleksi tahun ini, calon taruna tersebut berada di luar peringkat 250 besar. "Tapi nilainya tak jauh dari yang 250 orang itu," kata Arief ketika dimintai konfirmasi.
Masih menurut narasumber yang sama, Tito berkukuh meminta Arief memasukkan kerabat eks petinggi Polri itu meski tak lulus tes. Tapi Arief menampik mengotak-atik daftar 250 taruna yang lolos seleksi karena akan mengoyak sistem yang ia bangun. Ia kemudian menawarkan agar kepolisian menambah kuota terbatas dan hanya atas diskresi Kepala serta Wakil Kepala Polri. Maka taruna titipan itu pun masuk lewat jalur ini. "Pada saat pengumuman, saya umumkan dua-duanya. Ini yang lolos seleksi, ini yang masuk dari kuota tambahan," ujar Arief.
Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional Bekto Suprapto, yang mengawal dan menyaksikan seleksi akhir taruna Akademi Kepolisian, mengatakan memang ada tambahan tujuh orang di luar 250 taruna yang diterima secara reguler. "Taruna yang ditambahkan itu lulus penilaian, semua peserta dan orang tua bisa melihat skornya," kata Bekto.
Bekto menerangkan, ketika pengesahan penerimaan taruna, Arief hanya meneken surat keputusan untuk 250 taruna. Adapun keputusan menerima taruna tambahan ditandatangani Wakil Kepala Polri saat itu, Komisaris Jenderal Syafruddin, pemilik hak diskresi selain Tito. "Mereka yang lulus menjadi tanggung jawab pejabat yang bertanda tangan," ujarnya.
Syafruddin mengatakan ihwal seleksi Akademi Kepolisian seharusnya ditanyakan kepada Asisten Sumber Daya Manusia Kapolri. "Semua yang ada adalah hasil seleksi Asisten Sumber Daya Manusia," ucapnya. Adapun Tito tak merespons permintaan wawancara, yang juga disampaikan melalui pesan pendek kepada Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto.
Raymundus Rikang, Rusman Paraqbueq
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo