KOMPENDIUM DIAGNOSTIK & TERAPI ILMU PENYAKIT DALAM Oleh: M.W. Haznam Tanpa nama penerbit, Bandung, 1987, 430 halaman DALAM praktek sehari-hari, seorang dokter mungkin saja lupa atau ragu pada ilmunya Ketika menghadapi seorang penderita dengan gejala panas, umpamanya, ia mesti berpikir -- dalam waktu sangat terbatas -- sekaligus menentukan diagnosa penyakit pasiennya. Gejala panas badan itu bisa menunjukkan penyakit tifus, malaria, demam berdarah, atau lainnya. Juga menunjukkan sejenis penyakit yang sering disebut FUO, Fever of Unknown Origin, semacam sebuah diagnosa "sampah" yang apa boleh buat mesti diambil meskipun asal-usul panas atau demam itu belum ditemukan. Dalam keterbatasan waktu dan pikiran itulah keraguan bisa timbul, hingga dokter mesti mencari pegangan supaya pasien tak dirugikan. Waktu itu setidaknya ia bisa memutuskan "diagnosa sementara" -- sebelum pengambilan keputusan sebagai "diagnosa pasti" atau "diagnosa definitif" dipastikannya. Maka, kitab ini agaknya boleh jadi pegangan. Yang diungkap buku ini bukan soal diagnosa melulu -- meski ini memang bagian terpenting ilmu kedokteran -- tapi dituliskan pula berbagai terapi, terapi alternatif dan terapi pengganti suatu diagnosa penyakit. Hingga, buat dokter di tempat terpencil, misalnya, ini dapat dipakai sebagai "primbon" untuk menukar obat yang tak ada dengan penggantinya. Terdiri dari 11 bab, 9 di antaranya merupakan penjelasan persoalan yang super spesialistis, buku ini masih diimbuhi dua bab, masing-masing tentang intoksikasi (keracunan) dan shock, dua kejadian yang sering muncul di hadapan dokter. Meski bukan buku teks, ini memang bacaan dokter atau sekurangnya bacaan mereka yang mengerti dunia itu. Persoalan di dalamnya dijelaskan dalam istilah kedokteran pula. Padat. Bahkan ia memiliki kelengkapan dan kejelasan bahasa, baik bahasa medis maupun bahasa Indonesia. Dari buku ini tampak bahwa penulisnya tidak hanya mengumpulkan bahan tulisan dari sana-sini, melainkan meramunya dengan hasil pengalaman 23 tahun sebagai ahli penyakit dalam. Penulisnya, Prof. dr. M.W. Haznam, lulus FKUI 1956, dan belakangan banyak menggeluti soal-soal hormon pada manusia. Kini penggemar bridge ini jadi ketua Jurusan Ilmu Kedokteran Medik FK Unpad -- setelah sebelumnya (1972-1985) menduduki jabatan Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam di tempat yang sama. Syafiq Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini