THREE DAYS OF THE CONDOR
Cerita: James Grady
Skenario: Lorenzo Semple Jr & David Rayfiel.
Sutradara: Sydney Pollack.
***
BAGI banyak penonton, film ini menarik karena dibintangi oleh
Robert Redford (Turner alias Condor) dan Faye Dunaway (Kathy).
Pencandu film-film tegang akan nonton film ini karena
sutradaranya: Sydney Pollack yang berhasil menciptakan They
Shoot Horses Don't They?, Jeremiab Jobnson, Yakuza dan
sebagainya. Tapi Tbree Days of Tbe Condor ini bukan sekedar film
tegang yang dibintangi oleh Redford dan Dunaway.
Diangkat dari novel James Grady dengan judul yang sama, The Days
of The Condor - ini sudah termasyhur sebelum menjelma ke layar
putih. Kisahnya menarik perhatian dan digemari masyarakat karena
saat terbitnya bersamaan dengan musim bocorbocoran dan
bongkar-bongkaran rahasia Pentagon dan CIA. Sejumlah buku
terbit, sejumlah orang bicara, tak terkira hanyaknya rahasia
terungkap, dan kelicikan, tipu muslihat serta kekerasan
terbeberkan.
Tapi Grady tidak membeberkan sejurnlah dokumen atau
rahasia-rahasia operasi CIA di Amerika Latin atau di Asia
Tenggara. Three Days of The Condor berkisah mengenai kekejaman
CIA terhadap orang-orangnya sendiri di negerinya sendiri. Turner
adalah tokoh utama dalam kisah ini. Ia bekerja pada sebuah
kantor penelitian milik CIA di New York. Tentu saja kantor kecil
tempat mereka bekerja menggunakan nama samaran. Tapi samaran itu
toh bukan soal bagi pembunuh bayaran yang bekerja bagi CIA.
Timur Tengah
Di kantor kecil yang menggunakan samaran American Literary
Historical Society (ALHlS) bekerja lujuh orang dengan tugas
membawa dan meneliti segala macam buku dan dokumen. Dosa
satu-satunya dari orang-orang ini tercipta lewat daftar
pertanyaan yang diajukan Turner ke markas besar di Langley,
Washington. Syahdan, maka dari membaca daftar itu, sejumlah
orang di markas besar berkesimpulan bahwa Turner dan
teman-termannya di ALHS tahu tentang rencana operasi CIA di
Timur Tengah. Keadaan ini berbahaya, dan menutupi kebocoran
hanya mungkin dilakukan dengan membunuh orang-orang di kantor
kecil itu. Mereka memang mati, kecuali Turner.
Hari itu gerimis berat, dan para pembunuh bayaran pimpinan
Joubert (Max Von Sydow) menanti di depan ALHS. Ketika tiba pada
perhitungan mereka bahwa semuanya sudah dalam kantor setelah
Turner datang terlambat -- pembantaian pun dimulai. Turner yang
kemudian masuk membawa makanan untuk dirinya dan teman-temannya
cuma punya satu pikiran, lari dan secepat mungkin menghubungi
markas besar.
Dari saat itu mulailah pemburuan manusia. Ke mana saja Turner
pergi pembunuh bayaran terus membuntutinya. Markas CIA mengatur
pertemuannya dengan kepala departemennya yang ternyata juga
berusaha membunuhnya. Tidak ada kesempatan berpikir bagi Turner
yang terus diancam maut. Bahkan ketika menculik untuk kemudian
dengan kasar menyekap Kathy, Turner cuma bertindak otomatis. Di
rumah Kathy, perempuan kesepian itu, Turner memperoleh saat
hening untuk menggunakan analisanya tentang kejadian di ALHS
serta pengejaran atas dirinya.
CIA Dalam CIA
Kelja samanya dengan Kathy kemudian menghasilkan terbongkarnya
permainan dalam CIA. Ternyata "Ada CIA dalam CIA", seperti yang
digumamkan oleh Turner. Dan kepala "CIA dalam CIA" yang
memerintahkan operasi pembantaian akhirnya dibantai sendiri oleh
pembunuh bayaran yang pernan disewanya. Turner bebas di depan
Joubert yang baru saja membunuh Atwood si kepala "CIA dalam
CIA". Alangkah terkejutnya Turner melihat kenyataan ini.
Dibujuk kembali bekerja di CIA, Turner memilih pergi. Bukan
ketakutan akan kematian itu yang mendesaknya menolak tawaran,
tapi cara-cara bekerja intel itulah yang dibencinya. "Untuk soal
itu sajakah maka jiwa tujuh orang harus dikorbankan?", begitu
protesnya kepada Higgin (Cliff Robertson) dari CIA. Jawab
Higgin: "Pihak sana juga rnelakukan hal yang sama." Turner tidak
terima kekerasan dan kelicikan itu untuk kepentingan apa pun,
dan ia datang membeberkan kisalmya ke harian terkemuka The New
York Times.
Semua kita tahu bahwa koran terkemuka itu merupakan penerbitan
yang terbanyak membongkar rahasia dan tingkah laku CIA di
mana-mana, terutama di luar negeri. Tapi film Three Days of The
Condor ini secara amat subtil dan manusiawi memperlihatkan
bagaimana dinas rahasia itu tidak membedakan bulu dan bangsa
dalam melaksanakan kehendaknya. Dan kehendak yang menyebabkan
terenggutnya sejumlah jiwa di ALHS itu pun bukanlah hal yang
pasti, ia baru sehuah dugaan.
Dengan caranya sendiri, Sydney Pollack telah ikut dalam barisan
orang Amerika yang kini sedang mempersoalkan kehadiran dan
praktek dinas intelijen yang tidak jarang amat mengerikan Three
Days of The Condor, tidak syak lagi, adalah sebuah protes. Tapi
protes ini tidak sampai menjadi verbal dan menggebu-gebu karena
skenario dan penyutradaraan dipersiapkan dengan baik. Tentu saja
tidak diperlukan lagi komentar panjang mengenai permainan
Redford dan Dunaway yang memang jarang mengecewakan. Namun yang
amat mengesankan adalah permainan Von Sydow (juga memainkan
tokoh ksatria dalam The Seventh Seal karya Bergman) yang muncul
sebagai pembunuh berdaran dingin.
Salim Said
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini