Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Protes kepada intel

Sutradara: sydney pollack skenario: lorenzo semple jr, david rayfiel pemain: robert redford, faye dunaway resensi oleh: salim said.

24 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THREE DAYS OF THE CONDOR Cerita: James Grady Skenario: Lorenzo Semple Jr & David Rayfiel. Sutradara: Sydney Pollack. *** BAGI banyak penonton, film ini menarik karena dibintangi oleh Robert Redford (Turner alias Condor) dan Faye Dunaway (Kathy). Pencandu film-film tegang akan nonton film ini karena sutradaranya: Sydney Pollack yang berhasil menciptakan They Shoot Horses Don't They?, Jeremiab Jobnson, Yakuza dan sebagainya. Tapi Tbree Days of Tbe Condor ini bukan sekedar film tegang yang dibintangi oleh Redford dan Dunaway. Diangkat dari novel James Grady dengan judul yang sama, The Days of The Condor - ini sudah termasyhur sebelum menjelma ke layar putih. Kisahnya menarik perhatian dan digemari masyarakat karena saat terbitnya bersamaan dengan musim bocorbocoran dan bongkar-bongkaran rahasia Pentagon dan CIA. Sejumlah buku terbit, sejumlah orang bicara, tak terkira hanyaknya rahasia terungkap, dan kelicikan, tipu muslihat serta kekerasan terbeberkan. Tapi Grady tidak membeberkan sejurnlah dokumen atau rahasia-rahasia operasi CIA di Amerika Latin atau di Asia Tenggara. Three Days of The Condor berkisah mengenai kekejaman CIA terhadap orang-orangnya sendiri di negerinya sendiri. Turner adalah tokoh utama dalam kisah ini. Ia bekerja pada sebuah kantor penelitian milik CIA di New York. Tentu saja kantor kecil tempat mereka bekerja menggunakan nama samaran. Tapi samaran itu toh bukan soal bagi pembunuh bayaran yang bekerja bagi CIA. Timur Tengah Di kantor kecil yang menggunakan samaran American Literary Historical Society (ALHlS) bekerja lujuh orang dengan tugas membawa dan meneliti segala macam buku dan dokumen. Dosa satu-satunya dari orang-orang ini tercipta lewat daftar pertanyaan yang diajukan Turner ke markas besar di Langley, Washington. Syahdan, maka dari membaca daftar itu, sejumlah orang di markas besar berkesimpulan bahwa Turner dan teman-termannya di ALHS tahu tentang rencana operasi CIA di Timur Tengah. Keadaan ini berbahaya, dan menutupi kebocoran hanya mungkin dilakukan dengan membunuh orang-orang di kantor kecil itu. Mereka memang mati, kecuali Turner. Hari itu gerimis berat, dan para pembunuh bayaran pimpinan Joubert (Max Von Sydow) menanti di depan ALHS. Ketika tiba pada perhitungan mereka bahwa semuanya sudah dalam kantor setelah Turner datang terlambat -- pembantaian pun dimulai. Turner yang kemudian masuk membawa makanan untuk dirinya dan teman-temannya cuma punya satu pikiran, lari dan secepat mungkin menghubungi markas besar. Dari saat itu mulailah pemburuan manusia. Ke mana saja Turner pergi pembunuh bayaran terus membuntutinya. Markas CIA mengatur pertemuannya dengan kepala departemennya yang ternyata juga berusaha membunuhnya. Tidak ada kesempatan berpikir bagi Turner yang terus diancam maut. Bahkan ketika menculik untuk kemudian dengan kasar menyekap Kathy, Turner cuma bertindak otomatis. Di rumah Kathy, perempuan kesepian itu, Turner memperoleh saat hening untuk menggunakan analisanya tentang kejadian di ALHS serta pengejaran atas dirinya. CIA Dalam CIA Kelja samanya dengan Kathy kemudian menghasilkan terbongkarnya permainan dalam CIA. Ternyata "Ada CIA dalam CIA", seperti yang digumamkan oleh Turner. Dan kepala "CIA dalam CIA" yang memerintahkan operasi pembantaian akhirnya dibantai sendiri oleh pembunuh bayaran yang pernan disewanya. Turner bebas di depan Joubert yang baru saja membunuh Atwood si kepala "CIA dalam CIA". Alangkah terkejutnya Turner melihat kenyataan ini. Dibujuk kembali bekerja di CIA, Turner memilih pergi. Bukan ketakutan akan kematian itu yang mendesaknya menolak tawaran, tapi cara-cara bekerja intel itulah yang dibencinya. "Untuk soal itu sajakah maka jiwa tujuh orang harus dikorbankan?", begitu protesnya kepada Higgin (Cliff Robertson) dari CIA. Jawab Higgin: "Pihak sana juga rnelakukan hal yang sama." Turner tidak terima kekerasan dan kelicikan itu untuk kepentingan apa pun, dan ia datang membeberkan kisalmya ke harian terkemuka The New York Times. Semua kita tahu bahwa koran terkemuka itu merupakan penerbitan yang terbanyak membongkar rahasia dan tingkah laku CIA di mana-mana, terutama di luar negeri. Tapi film Three Days of The Condor ini secara amat subtil dan manusiawi memperlihatkan bagaimana dinas rahasia itu tidak membedakan bulu dan bangsa dalam melaksanakan kehendaknya. Dan kehendak yang menyebabkan terenggutnya sejumlah jiwa di ALHS itu pun bukanlah hal yang pasti, ia baru sehuah dugaan. Dengan caranya sendiri, Sydney Pollack telah ikut dalam barisan orang Amerika yang kini sedang mempersoalkan kehadiran dan praktek dinas intelijen yang tidak jarang amat mengerikan Three Days of The Condor, tidak syak lagi, adalah sebuah protes. Tapi protes ini tidak sampai menjadi verbal dan menggebu-gebu karena skenario dan penyutradaraan dipersiapkan dengan baik. Tentu saja tidak diperlukan lagi komentar panjang mengenai permainan Redford dan Dunaway yang memang jarang mengecewakan. Namun yang amat mengesankan adalah permainan Von Sydow (juga memainkan tokoh ksatria dalam The Seventh Seal karya Bergman) yang muncul sebagai pembunuh berdaran dingin. Salim Said

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus