Puisi Budi Saputra dan Irman Hermawan

padu dengan cahaya mata si tukang urut tua. 

Bacakan, bacakan lagi doa penyembuhan itu untuk  

penyakit yang menyuruk serupa jin yang 

meringkuk. Dengan haqqul yaqin, ia membedah  

ayam kampung bujang untuk membuka pintu lambung

yang ternyata memar. Tak perlu pakai rajah 

yang ditulis, tak perlu pakai azimat yang disimpan 

serupa tapal kuda di pintu rumah.  

Tapi cukup bayar seikhlasnya, cukup bersedekah 

setelah meramu kayu manis, merica dan kapulaga, 

untuk memasak sup daging ayam dengan aroma 

menggugah selera.

2022

Irman Hermawan

MADURA 

1

Arliza, bila kau melihat batu 

menyala rentetan doa; itulah Madura

dengan siwalan membacakan alfiyah 

dan desir angin melantunkan ayat sorga

Celurit waktu ditanam jadi tembakau

lalu dipanen sebagian rindu yang menghijau

dan lepaslah tubuhmu, mabuklah bersama

dalam zikir-zikir syahdu dari garam

2

Bila kau melihat batu 

ber- rentetan doa; itulah Madura, Arliza

tempat pertama kau menyalakan cinta

dan tanganmu menengadah ke langit

tempat malaikat memetik bunga.

Tujuh arah mata angin telah terbaca

Madura menjadi madu campur darah

dan kau, Arliza, sebagian dari madu

dan aku, menjadi darah

Sumenep, 2023

Budi Saputra lahir di Padang dan bermukim di Pekanbaru. Ia menulis di berbagai media massa. Pada 2012, ia diundang dalam Ubud Writers and Readers Festival.  

Irman Hermawan, kelahiran Legung Timur, Sumenep, 15 Oktober 2003, dan tinggal di Bogor. Ia menulis puisi dan cerpen yang disiarkan di sejumlah media dan buku antologi bersama.