Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Puisi dalam Irama Akustik

Ari Reda menyanyikan puisi-puisi sastrawan besar Indonesia pada album kedua. Dari Toto Sudarto Bachtiar, Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Abdul Hadi W.M., hingga Mohamad Zain Saidi.

9 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Puisi dalam Irama Akustik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga puluh dua tahun bukan waktu yang singkat untuk sebuah kelompok musik. Selama itu pula Ari Reda, kelompok musik yang terdiri atas Ari Malibu dan Reda Gaudiamo, konsisten menyanyikan puisi-puisi sastrawan besar Indonesia. Pada Oktober 2015, kelompok ini merilis album kedua mereka: Menyanyikan Puisi.

"Rencana semula ada 12 lagu dalam album ini. Tapi, setelah uji auditori, kami memutuskan sembilan lagu saja," kata Reda Gaudiamo, vokalis utama kelompok ini, kepada Tempo, Kamis lalu. Alasannya, kata Reda, empat pendengar dengan latar belakang yang berbeda menganggap ciri khas Ari Reda terasa kurang kuat dalam tiga lagu yang dihapus itu.

Empat lagu dalam album ini pernah direkam sepanjang dekade 1980-an. Yakni puisi Toto Sudarto Bachtiar, Gadis Peminta-minta (1987); puisi Goenawan Mohamad, Dingin Tak Tercatat (1988); Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi (1989); dan puisi Sapardi Djoko Damono, Di Restoran.

Pada saat Bulan Bahasa, Oktober 1987, Fuad Hassan-Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu-dan Sapardi Djoko Damono ingin memperkenalkan puisi kepada anak-anak SMP dan SMA. "Agar bisa menikmati puisi dengan lebih mudah, metodenya menggunakan musikalisasi puisi," kata Reda. Pola ini diulang pada Oktober tahun berikutnya. Pada 1989, Ari Reda merekam musikalisasi puisi dengan pendanaan dari Ford Foundation. Kelompok ini sempat merekam musikalisasi puisi dalam album kompilasi pada 1996.

Album Ari Reda perdana, Becoming Dew, dirilis pada 2007. Dalam album itu, Ari Reda menyanyikan puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Dalam album terbaru, Menyanyikan Puisi, kelompok ini memilih lebih banyak puisi karya sejumlah sastrawan untuk dinyanyikan. Lima puisi dalam album ini merupakan aransemen baru yang diciptakan M. Umar Muslim. "Karena kesibukan, kami menyerahkan musikalisasi puisi-puisi baru ke Umar Muslim," ujar Reda.

Selain bermusik, Reda hingga saat ini aktif sebagai praktisi komunikasi di salah satu perusahaan energi multinasional. Ari Malibu, yang dulu tergabung dalam Last Few Minutes, juga memiliki kesibukan yang tak kalah tinggi. Meski demikian, kelompok ini menjadwalkan konser di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 26-27 Januari mendatang.

Album Menyanyikan Puisi merupakan album yang menampilkan kesederhanaan musik Ari Reda. Vokal Reda yang sesekali diiringi Ari saling berpilin dengan petikan gitar akustik Ari. Namun, pada beberapa hal, musik yang mereka mainkan bukanlah musik yang mudah. Permainan nada dan irama beserta puisi harus saling berpadu, memperkuat makna sekaligus tetap setia pada bait-bait yang sudah tercatat. "Kami tidak boleh menambahkan satu kata pun. Bahkan untuk kata seperti 'yang' atau 'di'," kata Reda.

Puisi Kupu-kupu karya Mohammad Zain Saidi atau Mozasa merupakan salah satu lagu yang paling menyenangkan didengar dalam album ini. Kupu-kupu bersama dengan Lanskap dan Bunga-bunga di Halaman (keduanya merupakan karya Sapardi Djoko Damono) menggunakan nada-nada riang. Dalam Engkau Menunggu Kemarau dan Tuhan Kita Begitu Dekat, iramanya memberikan nuansa religiositas yang sama dengan makna dari puisi karya Abdul Hadi W.M. itu.

Musikalisasi puisi dalam album ini memiliki keragaman dalam hal tempo. Khusus untuk musikalisasi puisi yang pernah digubah pada dekade 1980-an, ada kekuatan dalam bait-bait puisi maupun musiknya yang membuatnya bisa dinikmati di semua zaman.

Di sinilah ciri khas Ari Reda terasa. Musikalisasi puisi tak hanya dinikmati satu kelompok usia dalam satu waktu, tapi juga berbagai jangkauan usia dalam waktu yang berbeda. Bahkan pendengar yang tak paham dengan "bahasa puisi" pun mampu menikmatinya. Ini terjadi di Frankfurt, Oktober 2015.

Duo musikus ini merupakan salah satu penampil di paviliun Indonesia dalam Frankfurt Bookfair 2015, pameran buku terbesar dunia. Ari Reda tampil di Alte Nikolaikirche - gereja tua lutheran di pusat kota tua Frankfurt, Altstadt; di paviliun; dan di kafe. "Banyak penonton yang tak paham bahasa Indonesia mampu menikmati musikalisasi puisi," kata Reda. Ratusan keping album yang mereka bawa pun habis 90 persen.

Reda mengaku puas dalam aspek teknis pembuatan album kedua ini. "Kami hanya ambil satu kali take secara akustik dan sudah cukup. Suara lebih jernih ketimbang album pertama," katanya. Berbeda dengan album pertama yang direkam beberapa kali, dari musik, suara satu dan dua, lalu di-mixing untuk menjadi satu-kesatuan. AMANDRA M. MEGARANI


Judul: Menyanyikan Puisi
Musikus: Ari Reda
Label: Demajors
Rilis: Oktober 2015

Daftar lagu:
1. Di Restoran
2. Gadis Peminta-minta
3. Dingin Tak Tercatat
4. Kupu-kupu
5. Lanskap
6. Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi
7. Bunga-bunga di Halaman
8. Engkau Menunggu Kemarau
9. Tuhan Kita Begitu Dekat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus