Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Puisi Nermi Silaban dan Iin Farliani

Nermi Silaban adalah penyair kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, 17 Juli 1987. Adapun Iin Farliani lahir di Mataram, Lombok, 4 Mei 1997.  

26 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nermi Silaban

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan Pulang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya lebih suka panorama hutan tanpa keinginan apa-apa;

Berapa jauh yang telah direlakan hutan

demi jalan berliku-liku ini;

fauna yang belum kita baca

dari buku-buku pelajaran, juga flora,

avertebrata, atau mungkin seonggok tulang

dari silsilah yang hilang selama ini.

 

Itu semua untuk perjalanan kita

menjumpai lagi kampung masa kecil,

dan makam-makam tua

yang terpencil di dalam ingatan.

 

Saya tidak dapat mengira

bagaimana hutan bertahan di tengah suara

gemeretak api, lolongan primata,

dan napas sesak orang-orang desa

di sela-sela hari yang buram; udara kusam,

mata pedih, dan nyawa yang terkulai.

 

Langit tampak tak terharu,

lalu sebuah kamera datang

untuk kita mendengar seorang fatalis

bicara di seberang sana:

Tuhanlah yang mengirimkannya!

dan kepiluan dibiarkan hingga jadi arang.

 

Saya tidak pernah bisa menduga

sudah berapa luas yang diberikan hutan

demi panorama sawit yang terbentang itu;

ladang-ladang yang belum mengenal palawija,

perayaan musim panen, atau mitos-mitos

dari tanah adat yang dihapus perlahan-lahan.

 

Itu hanya membuat hilang

jati diri kita, suatu hari segalanya

akan serupa museum di dalam benak

atau dongeng yang hanya dibacakan

dari buku-buku atau ingatan

yang semakin tua dan punah.

 

2019-2020

 

Iin Farliani

Midnight Blue

 

seseorang membetulkan

letak yang salah

pada rak buku

bersama ingatan perihal kekasih

yang tiba sekarat

 

ia berbaring memunggungi

pemandangan di luar

yang berlari di pintu

dan angin sakit merayu

lewat celah jendela

 

sebuah kuningan tiang jatuh

tak kuat menahan beban dari

gorden yang basah karena tangis semalam

membunyikan pagi yang hening

mencintai lantai yang dingin

pernah ada jejak tikus di sana

memasuki mimpinya sebagai kecemasan

 

selamanya akan ia dengar

seseorang menyapu barang bekas

dan membanjiri halaman dengan air cucian

 

ia ingin kalah dan berlari ke dalam selimut

agar tangannya tak lagi mencuri

kenangan buntung

 

tapi masih juga

pengeras suara dini hari

menyakitinya sebagai insomnia

dan menawarkan kelaparan yang merusak

lewat namanama tuhan

 

ia ingin selamanya berbaring

memandangi pagi yang beraduk

dengan malam

seperti kejatuhan kopi pada celana jins

atau sebagai warna gaun Hatsumi

Norwegian Wood di separuh bagian

 

Pejarakan, 2020

 

Nermi Silaban lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 17 Juli 1987. Menulis cerpen dan puisi. Buku puisinya bertajuk Bekal Kunjungan. Kini ia bekerja dan menetap di Yogyakarta.

 

Iin Farliani lahir di Mataram, Lombok, 4 Mei 1997. Alumnus Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mataram, ini bergiat di komunitas sastra Akarpohon Mataram.  

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus