PUISI ARAB MODERN Terjemahan: Hartojo Andangdjaja Penerbit: Pustaka Jaya, Jakarta, 1983, 215 halaman RUNTUHNYA dinasti Abbasiyah pada abad ke-13 merupakan awal mundurnya kebudayaan Arab. Dan puisi Arab yang banyak dikagumi tak lagi tercipta. Puisi-puisi baru cair tak berbobot. Menurut sejumlah pengamat, hingga abad ke-19 yang lahir adalah puisi-puisi Arab yang kehilangan isi, semata mengindahkan bentuk. Kekuatan yang menghidupkan puisi Arab sebelum abad ke-13, tema-tema berbobot yang disampaikan dengan bahasa yang selaras dan padu, tak lagi ditemukan. Penyair-penyair Arab setelah dunia Arab diharu biru orang Mongol, kemudian serbuan Napoleon ke Mesir, seperti kehilangan dunianya. Mungkin karena mereka belum bisa mengambil sikap atas zaman yang berubah, atas masuknya peradaban Barat: yang terkadang dipandang sebagai ancaman, lain kali dilihat sebagai model yang ideal. Lahirnya puisi-puisi Arab modern didukung berbagai sebab. Pertama, pada abad ke-20 pendidikan mulai berkembang luas di negeri-negeri Arab. Lalu, munculnya berbagai terjemahan sastra Barat, terutama sastra Inggris dan Prancis. Tapi yang terpenting yakni munculnya upaya memutuskan kembali asas masyarakat Islam. Lalu, berbagai kasus sejarah yang menjadikan kawasan ini berwarna khas. Misalnya timbulnya negara Israel dan terusirnya orang-orang Palestina dari tanahnya. Peristiwa peristiwa baru itu memaksa orang Arab memikirkan eksistensi mereka, kemudian lahirlah berbagai konsep pemikiran tentang segala pemikiran kehidupan, yang pada gilirannya melahirkan tema-tema baru dalam puisi mereka. Maka, lahirlah puisi-puisi Arab modern di Bahrain, Arab Saudi, Irak, Syria, Libanon, Palestina, Mesir, Libya, Tunisia, dan Marokko. Tentu. tiap-tiap negara punya ciri khas. Penyair Palestina, misalnya, banyak mendendangkan kerinduan mereka pada terwujudnya sebuah tanah air. Kami mengimpikan padang pasir/ Seperti rabib mengimpikan lengan perempuan/ Dan anak yatim mengimpikan sebuah seruling (Muhammad Al-Maghut, lahir 1930). Buku ini, dengan mengambil contoh beberapa penyair dan beberapa puisi dari berbagai negara, mencoba menggambarkan puisi Arab masa kini. Tak sepenuh wajah puisi Arab modern tercakup, tentu. Tapi setidaknya, buku ini informatif. Bahwa puisi Arab yang mabuk kepayang dengan anggur dan juwita sudah merupakan masa lampau. Juga, buku ini merupakan gambaran kehidupan yang lain. Dunia Arab bukan hanya cerita tentang para pangeran yang belanja pesawat terbang seperti belanja kue donat, bukan hanya cerita-cerita perang bukan hanya kisah para pezina yang dihukum pancung. Ada sisi lain, tentang mimpi-mimpi mereka, tentang pencarian makna hidup, tentang kerinduan pada hari depan yang hijau, tentang cinta, dan lain-lain. Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini