when things go wrong as they sometimes will when the road you're trudging seems all up hill when the funds are low and the debt are high and you want to smile but you have to sigh when care is pressing you down a bit rest if you must, but don't you quit MEMANG ada hobi baru para eksekutif: memasang softboard besar di belakang kursinya yang ditempeli macam-macam. Tidak saja statistik penjualan atau jadwal perencanaan, tetapi juga kata-kata mutiara atau kalimat bijak lainnya. Ada Bertrand Russell, Lao Tse, Gandhi, Khalil Gibran, bahkan juga Art Buchwald. Menyadari hobi baru ini majalah World Executive's Digest bahkan menyediakan satu halaman khusus kertas tebal berisi kalimat bijak yang bisa dibingkai atau ditempel pada papan itu. Tetapi sebait syair melankolis di atas lebih mengandung ajaran yang dalam. Semua orang pasti pernah merasa frustrasi, bosan, dan lelah dalam menjalani bagian hidupnya. Ketika kecil dulu, begitu merasa permainan gundu itu berkembang menjadi curang dan membosankan, dengan mudah kita akan memunguti gundu dan pergi. Dan itulah yang membedakan seorang dewasa dan anak-anak: Seorang dewasa harus lebih mampu mengendalikan impulsnya. Seorang dewasa tidak punya lagi kemewahan untuk meninggalkan gelanggang setiap saat yang diinginkannya. Ketika Anda merasa atasan tidak berlaku adil, bisakah Anda langsung memberesi meja dan tidak lapor kerja lagi besok? Mungkin tidak. Karena sebentar lagi si sulung perlu biaya untuk masuk Perintis I. Karena Anda masih menunggu bonus yang akan keluar bulan depan untuk membetulkan kakus yang mampet. Begitu banyak alasan lain yang sekaligus mengkonfirmasikan bahwa Anda sendiri ternyata tidak independen lagi. Frustrasi, lelah, bosan, perasaan tidak aman memang merupakan hal-hal yang bisa timbul dalam setiap situasi kerja. Anda merasa waswas karena dua bulan lagi sudah harus mulai mencicil kredit. Anda frustrasi karena masih saja terjadi penyimpangan terhadap rencana. Anda lelah karena ternyata harus bekerja 12 jam sehari. Tetapi, bukankah situasi terburuk pun akan selalu ada akhirnya? Pada titik akhir itulah peluang menjadi kenyataan. Dan pada saat itulah Anda akan merasa bersyukur bahwa Anda tidak menyia-nyiakannya. Perjalanan panjang memang akan selalu melelahkan. Sama dengan maraton, Anda perlu mengatur langkah dan tempo. Maka, kalau Anda sampai pada titik jenuh itu, ambillah napas, istirahatlah, pergilah berlibur ke gunung, atau ambillah cuti sabatikal untuk menulis buku. Banyak orang memutuskan untuk berhenti kerja pada titik ini. Pada banyak pengalaman, seorang manajer ataue pimpinan yang peka dapat menerka kelelahan bawahannya dan memberinya kesempatan untuk beristirahat. Kalau kebetulan pada saat ini Anda sedang mempertimbangkan untuk berhenti bekerja, cobalah mempertimbangkan hal-hal berikut: - Istirahatlah dan ambillah jarak dari pekerjaan sehingga Anda dapat menemukan antidote terhadap kejenuhan itu. - Ingatlah bahwa mencari pekerjaan iain tidak selalu gampang. Ada kecenderungan bahwa orang yang sedang bekerja mempunyai peluang lebih baik daripada penganggur mencari pekirjaan. - Ketika kita sudah mulai jenuh dengan situasi kerja, pekerjaan di tempat lain selalu tampak lebih menyenangkan - bukankah rumput di halaman tetangga selalu kelihatan lebih hijau? Anda orang yang bisa menunggu untuk tiba di titik sasaran, bukan? - Jangan mcnyangka bahwa masalah yang Anda hadapi di tempat kerja sekarang tidak akan Anda hadapi di tempat kerja yang lain. Apakah Anda termasuk orang yang bisa menghadapi hambatan ? Mengharapkan perjalanan yang selalu mulus adalah wishful thinking. Tidak ada situasi kerja yang 100% negatif. Seperti juga tidak ada situasi kerja yang 100% positif. Kortinglah harapan Anda sedikit. Hanya, bila yakin bahwa sasaran Anda berbeda dengan sasaran perusahaan dan Anda tidak mampu mengubahnya, maka Anda boleh bilang ciao, selamat tinggal. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini