TASAWUF, DULU DAN SEKARANG Oleh: Sayyid Husein Nasr Penerbit: Pustaka Firdaus, Jakarta, 1985, 219 halaman TASAWUF, dalam catatan Husein Nasr, pernah diabaikan dan malah pernah dibuang dari ajaran Islam. Kalangan modernis menganggap tasawuf pengganjal kemajuan umat Islam, menjadi candu yang meninabobokkan umat pada keasyikannva dengan mengabaikan pekerjaan duniawi. Padahal, tasawuf telah banyak memberikan warna dalam Islam, bahkan dalam pendidikan sendiri. Menurut Nasr, tasawuflah yang mampu membentengi umat dari gebrakan Barat. Sebab, dengan jatuhnya tasawuf, telah terjadi generasi yang kebarat-baratan. Kemudian, terbukti pula bahwa tantangan dan ancaman yang dihadapkan Barat kepada Islam di bidang intelektual tak terjawab, kecuali melalui petunjuk yang diberikan ajaran-ajaran tasawuf - yang telah berjasa dalam melahirkan perubahan sikap ini. Kemudian tasawuf menjadi suatu kebutuhan tersendiri, yang baru disadari umat Islam setelah orang Barat, yang tidak puas dengan mistik Hindu dan Budha, mulai mengerling ke sana. Dari buku ini tergambar jelas bahwa seorang sufi tak perlu dijauhi seperti dulu. Menurut Abu Sa'id ibn Abil Khair, sufi pun memiliki tingkatan (maqamat) sebanyak 40 buah. Dimulai dari niat, penyesalan, tobat, kendali diri, perjuangan batin, sabar, zikir, menerima dengan rela (ridla), melawan nafsu badani, menyerasikan (muwafaqah) kehendak pribadi dengan kehendak Tuhan, penyerahan diri, tawakal, zuhud, ibadat, rendah hati, ikhlas, terpercaya, takut kepada Allah, memiliki harapan, dan beberapa maqamat lain yang menunjukkan makin tingginya pangkat sufi tersebut. Sedangkan "pementasan" sufi, dari dulu sampai sekarang, bukan tergambar dalam "pentas" ajarannya, tapi pada manusianya. Mustafa Helmy
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini