Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAUH apa seorang sineas bisa menggunakan lisensi kreativitasnya? Bagi kreator miniseri Freud, Marvin Kren, Stefan Brunner, dan Benjamin Hessler, sineas boleh menggunakan lisensi itu seluas-luasnya; sebebas-bebasnya. Ditayangkan di saluran digital Netflix, Freud bukanlah sebuah serial biopik, apalagi sejarah. Mungkin bisa dikatakan serial ini adalah suatu versi kehidupan Sigmund Freud (1856-1939), neurolog Austria yang kelak terkemuka di dunia. Di sini kita tak akan menemui Freud yang menjelajahi psikoanalisis yang dianggap sebagai cabang ilmu yang kontroversial; atau bagaimana dia membangun teori Oedipus complex yang terkenal itu. Dalam serial ini, kita akan menemukan seorang Freud muda (Robert Finster) pada awal kariernya, ketika teori-teorinya masih menjadi bahan cemooh para ilmuwan sepuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adegan awal serial ini pun memperlihatkan bagaimana Freud muda yang mencoba meyakinkan khalayak ilmuwan bahwa betapa hipnosis adalah salah satu metode yang bisa digunakan dalam memahami psikologi manusia. Tentu saja dia ditertawai, dicemooh, dan nyaris dianggap sebagai ilmuwan kacangan. Freud saat itu adalah ilmuwan bokek dan pecandu kokain. Dalam keadaan butut seperti itu, dia berkeras bahwa hipnosis adalah sebuah metode penting. Namun kita, penonton, paham bahwa pada awal karier itu Freud belum menguasai hipnosis dengan fasih. Dia akhirnya menggunakan kemampuan hipnotis seorang perempuan muda, Fleur Salomé (Ella Rumpf), medium yang tidak hanya mampu menembus “alam bawah sadar” manusia, tapi juga bahkan selalu dimanfaatkan kaum bangsawan untuk “membangunkan arwah” orang mati.
FREUD. ORF/Satel Film/Bavaria Fiction/Hans Strack
Syahdan, seorang putri bangsawan, Clara, menghilang. Dengan bantuan Salomé, Freud bersama Inspektur Polisi Alfred Kiss (Georg Friedrich) mencari lokasi si gadis kecil yang lantas ditemukan dalam keadaan masih hidup, meski kritis dan organ tubuhnya termutilasi. Sementara itu, ada kasus lain yang melibatkan seorang perempuan yang diduga dibunuh oleh salah satu petinggi tentara. Meski semula kurang percaya pada teknik yang digunakan Freud, Kiss akhirnya makin bergantung pada metode tersebut walau dia tetap melakukan investigasi prosedural polisi.
Serial ini semula mendapat sambutan yang agak dingin karena episode-episode awalnya penuh keganjilan dunia mistik yang dibenturkan dengan “keangkuhan” kalangan kedokteran medis yang setiap saat mencemooh Freud. Apalagi dengan ritme yang agak lamban dan adegan kekerasan yang ditampilkan cukup rinci, serial ini baru menemukan “titik terang” pada episode ketiga dan selanjutnya. Marvin Kren, sutradara asal Austria yang sebelumnya lebih dikenal sebagai sineas genre horor, tentu saja tak bisa tidak meninggalkan jejaknya, dengan musik yang senantiasa menggelegar pada saat-saat yang mengerikan (dalam hal ini tubuh yang dimutilasi atau bayang-bayang mayat yang hidup kembali) atau tokoh-tokohnya yang selalu terlihat tegang karena menanti suatu nasib buruk di hadapan mereka.
FREUD. ORF/Satel Film/Bavaria Fiction/Hans Strack
Setelah episode ketiga, baik skenario maupun plot serial ini makin jelas dan kental sehingga daya tarik cerita tampil dengan asyik. Soal adanya pangeran yang lantas tertarik bertemu dengan Fleur Salomé dan bagaimana secara perlahan Freud mendapatkan kepercayaan serta otoritas atas teorinya membuat para penonton yang sabar memperoleh “panen” pada akhir musim tayang pertama.
Mereka yang cenderung ingin bertahan pada sejarah atau biopik sang tokoh terkemuka tersebut sebaiknya menghindari serial yang nyaris menggunakan nama Freud sebagai karakter fiktif belaka ini. Ingat film Abraham Lincoln: Vampire Hunter (Timur Bekmambetov, 2010), yang menampilkan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln yang memiliki identitas rahasia sebagai pemburu vampir? Nah, serial ini juga menjelajahi tafsir Sigmund Freud sejauh itu. Bedanya tentu saja serial ini tetap meletakkan Freud di dunia neurologi dan psikoanalisis yang kemudian diaduk-aduk dengan pertentangan ilmu medis melawan mistik. Dalam hal ini, sosok Freud akhirnya lebih berfungsi membantu para polisi yang saat itu tengah memburu penjahat yang sulit diguncang (karena rata-rata mereka datang dari kelas atas atau bangsawan).
Untuk saya, serial ini tetap menarik karena secara implisit ada kritik soal kelas dan bagaimana mereka mencoba mengatasi tindak kriminalnya karena merasa diri bagian dari kaum yang tak bisa digugat. Sesekali serial asal negara Eropa—serial ini produksi Austria dan Jerman—menjadi salah satu jeda yang sehat untuk kita dari industri film Hollywood dan Korea yang deras.
LEILA S. CHUDORI
FREUD. ORF/Satel Film/Bavaria Fiction/Hans Strack
FREUD
Sutradara: Marvin Kren
Kreator: Marvin Kren, Stefan Brunner, Benjamin Hessler
Pemain: Robert Finster, Ella Rumpf, Georg Friedrich, Brigitte Kren, Anja Kling
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo