Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ABA-aba selalu diberikan oleh Indra Lesmana. “Tu, wa, ga, yo!” ujar Indra dari rumahnya di Bali, lalu jemarinya mulai berjatuhan di atas bilah-bilah keyboard. Tanpa jeda, Dewa Budjana yang berada di Jakarta turut memainkan dawai gitarnya. Begitulah dua musikus senior itu bermain bersama meski berjauhan. Di rumah, lewat gawai masing-masing, penonton akan melihat dan mendengar sebuah kolaborasi mulus nan selaras dengan kualitas suara yang jernih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertunjukan pada Kamis malam, 30 April lalu, itu adalah pembuka inisiatif konser Mostly Jazz Live Online yang rencananya digelar empat minggu berturut-turut dengan pengisi berbeda tiap pekan. Episode pertama yang bertepatan dengan Hari Jazz Internasional itu menjadi sejarah bagi Indra dan Budjana. “Untuk pertama kalinya, saya dan Budjana bermain bersama dengan terpisah jarak 1.000 kilometer secara langsung di depan penonton,” kata Indra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kolaborasi yang dinamai ILDB itu sebenarnya sudah jauh-jauh hari diniatkan Indra dan Budjana, yang telah bermain musik bersama sejak 1985. Namun rencana konser duet yang lama tertunda itu malah baru terwujud dengan cara yang tak mereka sangka, yaitu lewat jaringan online (daring). Malam itu pun menjadi ajang nostalgia dua musikus ini untuk menengok kembali perjalanan musikalitas mereka.
Dibalik layar konser Mostly Jazz Online di kediaman Indra Lesmana di Bali, 1 Mei 2020. Facebook Indra Lesmana
Lagu Greenfield menjadi pembuka pertunjukan. Lagu ini merupakan komposisi pertama yang mereka ciptakan berdua pada 1985. Saat lagu berakhir, Budjana mengenang pertemuan pertama dengan Indra Lesmana di Jazz Campus, juga saat belajar musik kepada ayah Indra, Jack Lesmana, 35 tahun lalu. “Walau Indra lebih muda dari saya, sejak dulu saya selalu berguru kepada dia,” ucap gitaris band GIGI itu.
Selanjutnya, Indra dan Budjana memainkan lagu lebih baru, yaitu Mountain of Light (2014) dan Distance, yang diciptakan Indra saat Gunung Agung di Bali mengalami erupsi besar pada 2017. Tepat saat lagu ketiga itu dimainkan, pertunjukan macet selama beberapa menit. Jaringan Internet menjadi penyebabnya. Setelah keduanya berhasil online kembali, Indra menanggapi masalah itu dengan ringan, “Pas banget, ya, trouble-nya di lagu Distance.”
Selain kualitas permainan mereka, bagian paling istimewa dari pertunjukan malam itu adalah saat Indra dan Budjana berbincang cukup lama tentang persahabatan mereka. Tanpa pembawa acara atau sekat panggung, menonton dua teman lama itu mengobrol terasa hangat dan dekat. “Budjana adalah salah satu teman musisi terlama saya,” kata Indra. “Saya kagum sekali melihat konsistensi dia berkarya hingga menjadi komposer luar biasa.”
Mereka tak lupa mengenang sahabat musikus yang lebih dulu pergi, seperti Riza Arshad, Glenn Fredly, dan Andy Ayunir. “Banyak sekali kehilangan. Rasanya rindu untuk bertemu,” ujar Indra.
Kolaborasi daring ini digarap dengan serius. Selama hampir sebulan, kedua musikus ini bersama tim mereka mengulik format terbaik untuk memberi pertunjukan berkualitas meski berjauhan. Agar permainan mereka selaras, Indra dan Budjana membuat perhitungan hingga ke milisekon dan berlatih dengan aba-aba tepuk tangan. “Ini pekerjaan yang sangat berhitung karena kami menyadari adanya berbagai kendala teknis dalam bermusik secara live online,” ucap Budjana.
Karena persiapan konser ini, Indra dan Budjana jadi terkagum pada perkembangan teknologi. Indra bercerita, sebelas tahun lalu ia mencoba bermain musik bersama lewat Skype dengan putrinya, Eva Celia, yang saat itu berada di Amerika Serikat. Namun kala itu masih terlalu banyak kendala teknis sehingga kolaborasi tersebut tak berjalan mulus. “Dengar piano dan vokalnya telat-telat banget,” kata Indra.
Malam itu Eva Celia turut hadir sebagai bintang tamu. Kali ini tak ada lagi kejar-kejaran antara suara piano dan vokalnya. Dengan presisi, Eva menyanyikan lagu I'll Remember April ciptaan Gene de Paul, Patricia Johnson, dan Don Raye diiringi keyboard Indra dan gitar Budjana. Lembut dan membuai. Eva juga akan mengisi Mostly Jazz episode kedua pada pekan berikutnya bersama Tohpati.
Program Mostly Jazz sudah berjalan selama satu dekade. Program ini dimulai Indra dan pasangannya, Hon Lesmana, sejak 2010 untuk media kolaborasi komunitas jazz. Pertama kali digelar di Jakarta, Mostly Jazz kemudian dibawa ke Bali seiring dengan pindahnya Indra dan Hon ke pulau tersebut. Pandemi terbukti tak menghentikan acara rutin ini. “Kami harap Mostly Jazz Live Online ini dapat jadi terobosan untuk pergelaran karya musik dengan kualitas teknis audio dan video yang selaras meski dari jarak berjauhan,” ujar Indra.
Publikasi lewat instagram konser Mostly Jazz Online bersama Indra Lesmana, Eva Celia, dan Tohpati. Instagram Indra Lesmana
Inisiatif konser daring ini didorong situasi wabah Covid-19 yang membuat pertunjukan di tempat terbuka jadi mustahil. Selain itu, Indra dan Budjana meniatkan konser dengan tiket seharga Rp 25-50 ribu ini menjadi bantuan bagi mereka yang terkena dampak pandemi. “Kami akan mendonasikan kepada kru-kru musik yang sekarang kehilangan pekerjaan,” kata Budjana di sela-sela pertunjukan.
Tentu penjualan tiket pun dilakukan secara daring. Pemesanan hingga pelunasan tiket dilakukan lewat aplikasi dan fasilitas pembayaran nontunai. Tiket yang biasanya menjadi alat bukti untuk masuk gedung pertunjukan berganti menjadi e-voucher yang menyertakan tautan untuk membuka tayangan langsung konser. Satu tautan hanya berlaku untuk satu pembeli tiket pada satu gawai.
Fitur menarik lain dari konser daring itu adalah interaksi langsung Indra dan Budjana dengan penonton. Di sela-sela memainkan lagu seperti Somewhere, Somehow, Friendship, dan Wanita, Indra dan Budjana dapat membaca dan membalas langsung komentar penonton yang dikirim melalui fasilitas live chat. Hampir 400 orang menonton acara itu dan banyak di antaranya sesama musikus yang disapa Indra dan Budjana dengan akrab, misalnya Tohpati, Dira Sugandi, dan Saykoji. Tak sedikit juga yang menonton dari luar negeri, seperti dari Jepang, Australia, dan Kanada.
Hanya, tak dapat dimungkiri Indra bahwa ada energi yang berbeda karena tak tampil berhadapan langsung dengan penonton. Bahkan beberapa kali ada momen canggung di akhir lagu. “Kok, enggak ada tepuk tangannya, ya,” kata Budjana, lalu tertawa kecil.
Namun bentuk pertunjukan baru ini bisa saja menjadi sebuah kewajaran di masa depan. Musikus pun dapat membiasakan diri untuk mendapat energi tak lagi dari tepuk tangan, tapi dari komentar yang masuk beruntun di kolom obrolan. “More, more, more...,” tulis sejumlah penonton di kolom komentar saat Indra dan Budjana mengakhiri konser setelah satu jam. Lagu Bulan di Atas Asia pun mereka mainkan sebagai encore untuk memenuhi permintaan itu.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo