Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Restorasi Lukisan Koleksi Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta merestorasi koleksi lukisannya, termasuk karya maestro Raden Saleh. Mendatangkan ahli restorasi seni dari Italia.

25 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Michaela Anselmini menunjukkan salah satu lukisan karya Raden Saleh koleksi Keraton Yogyakarta yang direstorasi. TEMPO/Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA lukisan karya Raden Saleh Sjarif Boestaman tampak koyak. Sebagian permukaannya retak dengan warna cat minyak memudar. Bercak-bercak putih muncul. Debu pun menempel pada lukisan dari abad ke-19 tersebut. Rayap melahap pinggir kanvas berbahan kayu yang sudah aus.

Raden Saleh melukis Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan Gusti Kanjeng Ratu Hageng, permaisuri HB VI. Sultan dilukis dalam posisi berdiri, mengenakan setelan kebesaran Belanda: baju biru lengan panjang berpadu dengan celana putih. Pedang panjang ia genggam di tangan kiri. Pada 5 Juli 1855, pemerintah kolonial Hindia Belanda menobatkan Pangeran Adipati Mangkubumi sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono VI.

Adapun Gusti Kanjeng Ratu Hageng memakai setelan ningrat. Dalam posisi duduk, kebaya dan jarit membalut tubuh sang permaisuri. GKR Hageng adalah garwo padmi dalem Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Ia anak Kiai-Nyai Hageng Prawirorejoso dari Dukuh Payak Ngayogyakarta. Raden Saleh melukis GKR Hageng pada 1868. Di sudut lukisan bagian bawah samar-samar tertera tanda tangannya.

Lukisan bertema potret Sultan berukuran 2,16 x 1,56 meter. Tak ada penanda tahun dan tanda tangan Raden Saleh. Karya bertema potret permaisuri berukuran hampir sama, hanya sedikit lebih kecil. Dua lukisan pionir seni lukis modern Indonesia itu merupakan peninggalan sejarah koleksi Keraton Yogyakarta.

Untuk melestarikannya, keraton mengupayakan restorasi dengan mendatangkan ahli asal Italia, Michaela Anselmini. Dua lukisan itu berada di Kesatrian Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Keraton memiliki setidaknya 400 koleksi seni. Beberapa di antaranya lukisan berbahan cat minyak dan sketsa. “Tiga karya telah diidentifikasi sebagai ciptaan Raden Saleh,” kata Gusti Kanjeng Ratu Bendara, putri bungsu Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Kesatrian Keraton Yogyakarta, 14 Januari lalu.

GKR Bendara yakin dua lukisan itu asli. Menurut dia, keraton pada masa kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VI sering mengundang Raden Saleh melukis beberapa orang. Raden Saleh dikenal banyak melukis petinggi Belanda, Jerman, dan Prancis. Ia juga melanglang ke Eropa pada abad ke-19 (1807 atau 1812).

Pada pertengahan 1860-an, ia kembali ke Jawa dan menjalin hubungan dengan bangsawan Keraton Yogyakarta. Pada 1867, Raden Saleh tinggal di Yogyakarta dan menikah dengan Raden Ayu Danudirja, saudara sepupu Sri Sultan Hamengku Buwono VI.

Michaela Anselmini menyebutkan parameter untuk melihat keaslian lukisan Raden Saleh adalah bahan dan teknik melukis. Raden Saleh menggunakan bahan berkualitas bagus, termasuk untuk kanvas. Semua lukisan asli Raden Saleh koleksi keraton, dia menjelaskan, menggunakan bahan, warna, komposisi, dan teknik sama.

Petualangan ke Eropa mempengaruhi pemilihan bahan pada karya Raden Saleh. Dia menunjukkan foto bagian belakang lukisan lengkap dengan pigura bertulisan “London”. Ada kemungkinan Raden Saleh mendatangkan kanvas itu dari luar negeri.

Anselmini menjelaskan, proyek restorasi koleksi Keraton Yogyakarta ia kerjakan sejak awal Januari lalu hingga Februari mendatang. Dia menunjukkan semua detail foto dua lukisan dokumentasi Eri Rama Putra. Dua lukisan itu semula dilapisi dengan kaca pada bagian depan. Kaca tersebut dipindahkan agar Anselmini bisa melakukan restorasi.

Michaela Anselmini menunjukkan foto-foto lukisan karya Raden Saleh koleksi Keraton Yogyakarta selama proses restorasi. TEMPO/Shinta Maharani

Ia menggunakan sinar ultraviolet untuk melihat detail kerusakan lukisan. “Serangan rayap, proses penuaan, kurangnya perawatan secara profesional, dan perubahan drastis suhu ruangan menyebabkan lukisan rusak,” tuturnya.

Kerusakan terparah berada di bagian belakang lukisan, yang sangat berdebu dan kotor. Meski dimakan rayap, kayu penopang lukisan masih solid. Kanvas dua lukisan melekat sangat kuat pada pigura. Diperlukan usaha keras untuk melepaskannya. Restorasi dimulai dengan mencopot paku-paku yang menempel pada kayu penyangga lukisan.

Anselmini mengatakan cat asli lukisan tidak akan diubah dalam perbaikan. Ia menggunakan gel untuk membersihkan bagian belakang lukisan. Kertas beras ia pakai untuk menutup lukisan. Selain merestorasi lukisan, dia mereparasi pigura yang dihiasi mahkota pada bagian atas dan spanram langka yang menggunakan sistem bongkar-pasang.

Dua lukisan itu pernah direstorasi beberapa tahun lalu. Perestorasi menggunakan kaca untuk melindungi lukisan dari kerusakan. Anselmini tidak menyarankan penggunaan kaca untuk melindungi lukisan asli. Menurut dia, orang yang sebelumnya merestorasi dua lukisan itu menggunakan teknik yang tidak tepat. “Restorer lama tak punya bahan yang tepat,” ucapnya.

Anselmini dan Gusti Bendara mengajak jurnalis serta sejumlah seniman ke Kesatrian untuk melihat langsung proses restorasi. Anselmini dengan sangat hati-hati memperlihatkan bagian belakang dua lukisan yang tengah ia restorasi. Keduanya diletakkan di meja yang dilengkapi dengan lampu. Pinggir kanvas lukisan terlihat tak beraturan.

Dia telah merampungkan sekitar 30 persen restorasi lukisan Sultan dan 20 persen lukisan GKR Hageng. Anselmini melibatkan abdi dalem keraton dalam proses restorasi. Dia punya peraturan ketat untuk para abdi dalem. Misalnya pembersihan dengan gel dikerjakan Anselmini sendiri. “Tak boleh sembarangan,” katanya.

Menurut GKR Bendara, restorasi dua lukisan itu memerlukan dana besar. Tapi dia tidak merinci jumlah duit yang dikeluarkan untuk proyek restorasi tersebut. “Perlu waktu dua tahun untuk menemukan ahli restorasi yang cocok,” ujarnya. “Lukisan itu benda pusaka sangat berharga. Keraton harus sangat hati-hati memilih restorer yang tepat.”

SHINTA MAHARANI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Tempo

Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus