Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Bang Ali di Rapat Teuku Umar

Revitalisasi Taman Ismail Marzuki mendapat tekanan politik dari DPRD dan Senayan. PDIP paling getol menolak.

14 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi teatrikal dan musik di reruntuhan pembongkaran Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, 14 Februari 2020. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Anies Baswedan melobi para seniman terkait dengan penolakan revitalisasi TIM.

  • Megawati meminta kader partainya menjaga warisan Ali Sadikin.

  • Penghentian revitalisasi menimbulkan kerugian finansial dan membuat proyek molor.

DITEMANI Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjamu lima seniman dari Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki pada Rabu, 4 Maret lalu. Diinisiasi oleh Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kebudayaan Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf Macan Effendi, yang juga hadir dalam pertemuan itu, santap malam tersebut digelar di sebuah restoran Jepang di bilangan Mahakam, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para seniman yang hadir adalah Radhar Panca Dahana, Noorca Marendra Massardi, Johannes Marbun, Tatan Daniel, dan Exan Zen. Agenda pertemuan malam itu membahas revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang digagas pemerintah DKI Jakarta. Dalam lima bulan terakhir, Radhar dan koleganya menggalang aksi memprotes proyek tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada Tempo pada Kamis, 12 Maret lalu, Tatan bercerita bahwa mereka meminta Anies membatalkan rencana pembangunan hotel di Taman Ismail Marzuki dan mengubah desain gedung baru seturut dengan saran para seniman. Mereka juga mendesak Anies mencabut Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penugasan PT Jakpro untuk Revitalisasi TIM. Para seniman khawatir terjadi komersialisasi TIM karena perusahaan itu bakal mengelola kawasan kesenian tersebut selama 28 tahun.

Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 17 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Menurut Tatan, tak ada perdebatan dalam pertemuan yang berlangsung empat jam tersebut. “Anies lebih banyak mencatat dan berjanji bakal ada pertemuan lanjutan,” kata Tatan. Dede Yusuf pun membenarkan isi pertemuan yang diinisiasinya itu. Lepas tengah malam, pertemuan tersebut bubar.

Forum berembuk lagi dengan perwakilan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada 6 Maret lalu di kawasan Cikini. Empat hari kemudian, pertemuan kedua digelar di daerah Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dalam dua kali rapat itu, Forum mengajukan sejumlah saran. Direktur Operasi Jakpro, Muhammad Taufiqurrachman, mengatakan para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM ingin tiap cabang kesenian yang berkegiatan di TIM memiliki kantor dan tempat latihan sendiri di gedung baru.

Selain mengusulkan kantor dan arena berlatih, menurut Taufiqurrachman, para seniman itu meminta Jakpro mengisi kamar wisma seni—yang awalnya dikabarkan menjadi hotel—dengan ranjang-ranjang bertingkat. “Mereka ingin tetap guyub dan bisa bertukar ide di kamar ketika menginap di wisma,” dia berujar. Forum juga mendesak agar fasad bangunan baru menampilkan unsur kebudayaan Indonesia. “Desain kami masih terbuka untuk penambahan ornamen.”

Serangkaian pertemuan pemerintah DKI dengan kelompok penentang revitalisasi Taman Ismail Marzuki terjadi di tengah moratorium pemugaran. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi memerintahkan penghentian proyek ketika berkunjung ke TIM pada 3 Maret lalu. Ia meminta Jakpro berdiskusi dulu dengan semua grup seniman di TIM sebelum melanjutkan pembangunan proyek. “Semua pihak harus ditemui karena ini cagar budaya,” ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Selasa siang, 10 Maret lalu, mesin-mesin ekskavator, menara derek, dan truk paku bumi yang ada di area proyek tak berderu. Sejumlah kuli bangunan juga duduk-duduk di bawah pohon, tak jauh dari gedung Planetarium. Denyut proyek hanya terlihat di area pembangunan Masjid Amir Hamzah—juga di kompleks Taman Ismail Marzuki—yang dikecualikan dari moratorium.



•••

RENCANA revitalisasi Taman Ismail Marzuki bermula dari kunjungan Gubernur Anies Baswedan ke arena kesenian itu pada 12 Februari 2018. Bertemu dengan sejumlah seniman, Anies menyepakati untuk memugar sebagian besar bangunan yang diresmikan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin pada 10 November 1968 itu. Anies juga berjanji menata ekosistem berkesenian di Jakarta. Ia lantas membentuk Tim Revitalisasi melalui Keputusan Gubernur Nomor 1018 Tahun 2018 bertarikh 7 Juni 2018.

Anies merekrut lima seniman yang hadir dalam rembukan di Taman Ismail Marzuki. Salah satunya Arie Batubara. Arie menjelaskan, Tim Revitalisasi sebenarnya tak hanya menyiapkan pemugaran sejumlah gedung di TIM, tapi juga menata ekosistem kesenian di Jakarta. Pada 3 Juli 2019, Anies meletakkan batu pertama tanda revitalisasi dimulai. Dia menyatakan TIM akan menjadi tempat seniman dan budayawan bertukar ide dan pengalaman untuk memunculkan karya baru. “Jadi yang ditumbuhkan di TIM bukan sekadar bangunannya, tapi ekosistem yang sehat,” ujar Anies.

Namun proyek itu belakangan menuai protes dari kalangan seniman setelah mereka mendengar kabar bakal ada hotel di dalam area Taman Ismail Marzuki. Menggelar sejumlah forum diskusi, para seniman menyatakan penolakan terhadap keberadaan hotel dan skema pengelolaan yang dianggap berpotensi mengkomersialkan TIM. Dalam sebuah forum diskusi revitalisasi, sekitar November 2019, Deputi Gubernur bidang Pariwisata dan Kebudayaan Dadang Solihin sempat beradu mulut dengan para seniman yang tak setuju konsep revitalisasi.

Penolakan terhadap revitalisasi juga muncul di Kebon Sirih, kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Dalam rapat yang digelar pada pekan pertama Desember 2019, Badan Anggaran DPRD memangkas pemberian modal senilai Rp 400 miliar untuk PT Jakarta Propertindo—perusahaan daerah yang ditunjuk menggarap revitalisasi Taman Ismail Marzuki. Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi mengatakan keputusan pemotongan itu terkait dengan rencana Jakpro membangun hotel di area TIM.

Fraksi PDIP pun terang-terangan menolak rencana revitalisasi. Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono mengatakan sikap partainya itu merupakan pesan dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Gembong bercerita, Megawati dalam rapat pengurus partai di rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, awal Februari lalu, membahas sejumlah kebijakan pemerintah DKI, termasuk soal pembongkaran Taman Ismail Marzuki. Menurut Gembong, Megawati mempertanyakan rencana itu. “Para anggota fraksi PDIP harus melestarikan warisan Bang Ali Sadikin di TIM,” kata Gembong menirukan pesan Megawati.

Penolakan itu pun dibawa hingga ke Dewan Perwakilan Rakyat. Saat Komisi Pendidikan dan Kebudayaan DPR menerima Forum Seniman Peduli TIM pada 17 Februari lalu, anggota komisi dari Fraksi PDIP, Rano Karno, menjadi salah satu peserta yang lantang menuntut moratorium. Menurut Rano, proyek itu seharusnya dibicarakan bersama seniman, bukan semata-mata program pemerintah DKI. “TIM cuma dianggap sebuah lahan. Lalu di mana posisi seniman dan budayawan?” ujar Rano.

Dukungan moratorium juga disampaikan partai koalisi pendukung Presiden Joko Widodo. Wakil Ketua Komisi Kebudayaan dari Golkar, Hetifah Sjaifudian, menyebutkan partai beringin mendesak Gubernur Anies Baswedan dan Jakpro menggelar forum diskusi dengan seniman untuk mematangkan konsep serta desain revitalisasi. Ketua Komisi Pendidikan Kebudayaan sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa, Syaiful Huda, mengatakan moratorium harus diambil apabila pemerintah DKI ngotot tak melibatkan para seniman. “Semua tuntutan seniman harus dipenuhi Pemprov dan Jakpro,” Syaiful menjelaskan. DPR pun memutuskan memanggil Anies pada 27 Februari lalu.

Sehari sebelum rapat dengan Dewan, Anies mengadakan rapat khusus bersama sejumlah orang dekatnya untuk merancang narasi presentasi. Pejabat DKI yang mengetahui penyusunan materi itu mengatakan Anies meminta program revitalisasi dijelaskan dengan konsep membawa kesenian Indonesia berkelas internasional. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga meminta arsip dan dokumentasi pertemuan dengan sejumlah grup seniman disusun secara kronologis. Tujuannya: menunjukkan pemerintah DKI sudah berdiskusi dengan seniman.

Dengan persiapan tersebut, Anies menjawab semua pertanyaan dari anggota Komisi Pendidikan dan Kebudayaan. Saat pengambilan kesimpulan di pengujung rapat, tuntutan moratorium gembos. “Secara implisit, moratorium masih menjadi opsi bila aspirasi seniman tak didengar,” ujar Syaiful Huda.

Namun Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi justru memilih menghentikan proyek tersebut pada 3 Maret lalu. Moratorium yang diperintahkan Prasetyo tak disusul dengan surat resmi lembaganya. Corporate Secretary PT Jakpro Hani Soemarno mengaku belum menerima pemberitahuan tertulis soal penundaan proyek. Pun kepada Anies, Prasetyo tak mengabarkan moratorium itu. Seorang pejabat di Balai Kota yang membantu Anies dalam revitalisasi Taman Ismail Marzuki mengatakan bosnya belum menerima surat atau bertemu dengan Ketua DPRD.

Prasetyo membenarkan tak mengirimkan surat resmi kepada Anies dan Jakpro untuk memberitahukan penghentian proyek. Ia mengklaim keputusannya itu berdasarkan hasil rapat Komisi Kebudayaan DPR dengan pemerintah DKI pada 27 Februari lalu. “Saya cuma mengikuti kesimpulan rapat,” tuturnya. Moratorium ini pun didukung sejumlah seniman yang sempat berkemah di area Taman Ismail Marzuki selama dua malam pada 8 Maret lalu, dengan dalih menjaga keputusan moratorium.

Pelaksana tugas Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Danton Sihombing, menyayangkan moratorium itu. Menurut dia, penundaan bakal menimbulkan kerugian finansial dan berpotensi membuat proyek molor. “Seniman pun merasa ada ketidakpastian untuk pentas dan berkegiatan lagi di TIM,” kata Danton.

Adapun Direktur Operasi PT Jakpro, Muhammad Taufiqurrachman, optimistis proyek bisa berjalan lagi setelah Gubernur Anies Baswedan bertemu dengan para seniman. “Kami berharap proyek bisa dimulai lagi paling lambat 19 Maret,” ujarnya.

RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS, ADAM PRIREZA, TAUFIQ SIDDIQ
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus