IWAN Fals memang bergema di hati penggemarnya. Kata demi kata lariknya disimak mereka. "Nuklir bagai dewa/nampaknya sang jenderal bangga/di mimbar dia berkata: demi perdamaian/untuk perdamaian/guna perdamaian," begitu bunyi senandung Iwan. "Bohong. Bohong," sahut penonton kompak, menirukan larik lagunya berjudul Puing. Iwan meringis. Dihadiri sekitar 20 ribu penonton, pertunjukan "Rock Kemanusiaan" 3 Desember lalu di Teater Mobil, Ancol Jakarta, membikin mereka kelojotan Iwan diminta lagi menyanyi. Penyanyi yang meledak dengan lagunya Umar Bakri (1981) ini malam itu sedianya membawakan tiga lagu saja: Puing, Buku Ini Aku Pinjam, dan Pesawat Tempurku. Keruan, penonton mendaulat dia agar menyanyi lagi. "Iwan, Iwan," teriak penonton. Iwan nurut. Lalu ia membawakan lagu yang tak asing: Indonesia Raya. Kemudian disambung dengan Serdadu. Ketika Iwan mau surut dari panggung, penonton masih belum puas. "Iwaan, Iwaan, Iwaaan," kali ini teriakan dibarengi protes. Botol Aqua, kaleng minuman, malah sudah melayang ke panggung. Secepatnya berubah, seperti aksi intifadah orang Palestina saja. Konser persembahan Wadah Artis dan Musisi Indonesia (WAM) dan Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang DKI itu dimulai pukul 14.00 dan ditutup jam 24.15 dengan lagu Katakan Kita Rasakan. Karya Iwan Fals itu dinyanyikan oleh para artis pendukung pergelaran, ada Gito Rollies, God Bless, SAS, Nicky Astria, Bangkit Sanjaya, Ikang Fawzie, Sylvia Saartje. Ini konser rock yang akbar juga tahun ini, setelah munculnya Level-42, Stevie Wonder, Surya Rock Star, dan terakhir Mick Jagger. Didukung 75 artis rock, pergelaran kali ini menerapkan kecanggihan sistem pencahayaan (600.000 watt) dan sistem suara, 120.000 watt. Biaya penyelenggaraannya, konon, Rp 280 juta -- termasuk honor artis Rp 80 juta. Sebagaian biaya itu ditutup oleh Gudang Garam dan BASF. Rock kini berusaha bangkit kembali. Sabtu silam itu bisa jadi barometer naiknya suhu rock domestik. Selain di Ancol, malam itu Jakarta juga digoyang oleh Ladies Rock. Acara yang diurus United Music Management Enterprises (UMM) ini berlangsung di Hall B, Senayan. Di antaranya didukung Renny Djajusman, Euis Darliah, dan Atiek C.B., pergelaran ini jauh dari gemerlap sinar laser seperti di Ancol itu. Seperti dilaporkan reporter TEMPO Ardian T. Gesuri dan Bambang Aji, pencahayaan dan sistem suara di tempat para cewek menyanyi itu memberi kesan seadanya saja. Promosinya memang kurang bergema, padahal Djarum Kudus dan Bir Bintang ikut mensponsorinya. Dan bisa ditebak bila penontonnya sekitar 500 orang. Padahal, karcis sudah dibanting separuh dari harga resmi, Rp 10.000 dan Rp 7.500 selembar. Sementara itu, pada malam Minggu itu, di Stadion Kridosono, Yogya, Edy's Group menggelarkan "Surya Rock Festival 1988". Menyedot dana Rp 15 juta, sebagian disokong Gudang Garam (GG). Dimulai pukul 17.00, pertunjukan itu dibanjiri 3.000 orang. Dan seperti lazimnya, malam itu penonton Yogya adem-ayem menengok festival rock se-Jawa Tengah yang diikuti 16 kelompok itu. Industri kretek memang sedang gemar berbalap promosi di jalur rock, terutama GG dan Djarum. Keduanya kondang membiayai pergelaran tunggal maupun tur. "Kami mengalokasikan sekitar 10% dana promosi untuk rock," ucap T. Budi Santoso, Manajer Produksi PT Djarum Kudus, pada B. Amarudin dari TEMPO. Dari hasil penelitian, sasaran Djarum memang anak-anak muda. Dan musik rock ternyata mujarab membawa pesan promosi. GG Kediri juga mengakui keunggulan musik rock sebagai ajang yang efektif. Andalan GG, rokok GG Surya, terus dipakai sebagai label konser dan tur rock yang disponsorinya. Puluhan kota di Indonesia yang sudah dijelajahinya dengan rock. Sebuah tur SAS dan Ucok & His Gan dari Surabaya ke 10 kota di Sumatera, Agustus lalu, menurut George Hadiwiyanto dari GH Enterprises -- promotor saingan Log Zhelebour, di Surabaya -- menelan R p400 juta. Dan ini 100% ditutup GG. "Setelah dievaluasi, penjualannya menunjukkan peningkatan," ujar Johny Mongi, Manajer Promosi GG, pada Wahyu Muryadi dari TEMPO. Sponsor-sponsoran seperti ini tentu menggembirakan artis rock. Kini makin banyak kelompok rock baru bermunculan, mengharap manggung dengan dukungan sponsor. Industri minuman Coca-Cola dan Bir Bintang juga sudah mencoba memakai musik rock sebagai alat pembawa pesan mereka. Rocker senior seangkatan Gito Rollies, yang bertahan lebih dari 20 tahun di bidangnya, bisa terus memetik panen dari sponsor seperti sekarang. "Tahun 70-an dulu saya pernah jual celana hanya buat beli rokok," ujar Gito mengenang. Kini ia sudah aman menempati sebuah rumah berukuran 300 m2 di atas tanah lebih dari 1.000 m2 di Rempoa, Jakarta Selatan. Bachtiar Abdullah dan Tri Budianto Soekarno (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini