Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Roman Sederhana di Kota New York

The Architecture of Love menyajikan kisah cinta River (Nicholas Saputra) dengan Raia (Putri Marino) berlatar keindahan New York.

28 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nicholas Saputra (kiri) dan Putri Marino dalam film The Architecture of Love. Dok. Starvision

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • The Architecture of Love menjadi film terbaru yang diadaptasi dari novel Ika Natassa.

  • Kekuatan romantisme Nicholas Saputra dan Putri Marino di sepanjang film.

  • Drama percintaan menjadi alternatif ramainya film horor di bioskop saat ini.

SUARA riuh penonton membahana di salah satu studio bioskop di Jakarta Selatan, Kamis, 25 April lalu. Suara tersebut kebanyakan datang dari penonton perempuan. Mereka terbawa suasana saat melihat Nicholas Saputra beradu akting mesra dengan Putri Marino dalam film terbaru yang berjudul The Architecture of Love.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film bikinan rumah produksi Starvision itu merupakan proyek adaptasi novel karya penulis kondang, Ika Natassa, dengan judul yang sama. Film ini akan dirilis di bioskop seluruh Indonesia pada 30 April mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdurasi 110 menit, film ini bercerita tentang seorang penulis novel bernama Raia, diperankan oleh Putri Marino, yang kabur ke New York setelah bercerai dengan suaminya. Selain dapat menenangkan hati, kota berjulukan Big Apple itu diyakini Raia bisa membangkitkan lagi semangatnya untuk menulis.

Di kota yang sama ada River, diperankan Nicholas Saputra. Pria yang bekerja sebagai arsitek itu juga memilih New York sebagai pelarian atas rasa duka dan bersalah pasca-kematian istrinya akibat kecelakaan mobil.

Seperti dijodohkan semesta, keduanya pun bertemu. Dari awal berkenalan sampai akhirnya saling jatuh hati. Namun hubungan mereka tidaklah mudah lantaran keduanya masih menyisakan lara dari pernikahan sebelumnya.

Nicholas Saputra (kiri) dan Putri Marino dalam film The Architecture of Love. Dok. Starvision

Bagi Ika, ini adalah novel keempatnya yang dialihwahanakan ke dalam film. Sebelumnya ada novel Critical Eleven, Antologi Rasa, dan Twivortiare yang lebih dulu naik ke layar lebar. Secara garis besar, The Architecture of Love tak jauh berbeda dengan cerita drama percintaan dalam tiga novel tersebut. Malah terlalu sederhana dibanding tiga cerita sebelumnya. 

Betapa tidak, cerita asmara Raia dan River terlalu mudah ditebak. Dari kisah masa lalu pernikahan mereka sebelumnya sampai keduanya bertemu dan akrab. Problem percintaan mereka pun terasa begitu sepele dan diakhiri penyelesaian yang serba kebetulan. Ya, segala sesuatu yang serba kebetulan dalam cerita The Architecture of Love membuat film ini terasa begitu receh.

Beruntung kemampuan peran Nicholas dan Putri sangat menyenangkan untuk ditonton. Sebagai inti cerita, Nicholas dan Putri muncul hampir di semua adegan film. Kekuatan hubungan keduanya menjadi senjata utama film ini.

Seperti biasa, Nicholas memainkan peran lelaki pendiam dan dingin. Ya, peran seperti inilah yang selalu diinginkan fan—yang mayoritas perempuan. Sedangkan Putri tampil sebagai perempuan yang hangat, tapi menyembunyikan luka.

Singkat cerita, kemampuan peran kedua bintang ini layak diacungi jempol. Keduanya mampu menerjemahkan hubungan percintaan yang dewasa, tidak berlebihan mengungkapkan perasaan cinta, tapi tetap memberikan pesan mendalam.

Sutradara Teddy Soeriaatmadja tahu betul cara menyampaikan drama yang sederhana alias tidak lebay. Menurut dia, seorang sutradara harus bisa menerapkan parameter yang jelas kala menggarap sebuah film bertema drama romantis. Salah satu caranya adalah menemukan garis yang pas antara manipulasi rasa dan keaslian rasa.

"Kalau berlebihan, pasti penonton akan merasa gulanya (bumbu manis percintaan) terlampau banyak," kata sutradara 49 tahun itu.

Karena itu, sejak awal Teddy mengarahkan Nicholas dan Putri untuk bisa menyampaikan energi hingga raut wajah yang sesuai. Termasuk cara mereka marah dan berkomunikasi. "Kalau akting mereka otentik, pasti pesan dan rasanya bisa sampai kepada penonton," dia menambahkan.

Film The Architecture of Love. Dok. Starvision

Baik Nicholas maupun Putri mengaku tak punya persiapan khusus untuk membangun chemistry dalam memerankan River dan Raia. Pendalaman hanya dilakukan dengan diskusi ketika membaca naskah bersama. "Dari situ muncul canda dan rasa percaya satu sama lain," ujar Putri.

Aktris 30 tahun itu juga mengaku senang mendapat peran sebagai Raia. Sebab, Putri, yang sejak awal mengagumi karya-karya Ika, selalu ingin bisa menjadi pemeran utama dalam film adaptasi novelnya. "Saat cuti melahirkan, saya baca novel ini (The Architecture of Love) dan saya tulis di situ bahwa saya adalah Raia," ucapnya.

Sementara itu, Ika mengaku puas terhadap alih wahana novel yang pertama kali terbit pada 2016 tersebut. Menurut perempuan 46 tahun itu, cerita The Architecture of Love memang simpel, tapi menyuguhkan kenyamanan hati untuk penonton.

Meski begitu, Ika mengklaim film terbarunya ini punya pesan moral yang dalam. "Cinta itu seperti gedung, perlu dibangun satu bata demi satu bata dan dikerjakan secara kolektif, tidak bisa sendirian."

Film The Architecture of Love juga menyajikan keindahan New York lantaran sebagian besar pengambilan gambar dilakukan di sana. Produser film Chand Parwez Servia sengaja memilih musim gugur selama proses produksi. Alasannya, musim gugur menghadirkan pencahayaan sampai kondisi cuaca yang lebih cantik untuk ditampilkan.

Parwez pun optimistis The Architecture of Love menjadi alternatif bagi penonton di bioskop di tengah maraknya film-film horor. Menurut Parwez, film drama percintaan Raia dengan River ini bisa menjadi pilihan penonton untuk mendapat kegembiraan di bioskop.

"Menonton film ini bisa memunculkan rasa merinding, bahagia, dan berbagai rasa yang lebih dari sekadar rasa takut," kata produser 65 tahun itu.

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus