KENALKAN, sebuah pangkalan jeans (PJ) pekan ini resmi dibuka di Ancol. Demi komunikasi, lambang-lambang populer dikumpulkan. Diaduk. Toko jadi semacam "rujak arsitektur" -- ada patung, lukisan, poster, barang bekas sebagai elemennya. Ini arsitektur "perangkum" yang menerima dan memasukkan apa saja ke dalam dirinya. Tercatat 33 satuan kios, 90% menjual pakaian sejenis, seperti jeans dan kaus. Sisanya menjual yang berhubungan dengan pakaian anak muda, misalnya tas, kaus, sepatu. Penggagas PJ itu adalah Ciputra. Sarjana arsitektur yang memimpin Jaya Group, Jakarta, konglomerat yang mengelola Taman Impian Jaya Ancol, ini mendapat ilham dari PJ di Cihampelas, Bandung. Penampilan arsitekturnya yang serba aneh, terus terang, memikat hati. "Ini seperti pemberontakan arsitektur," kata Ciputra. "Semua kaidah ditabrak." Ia bukan mengatakan jelek. "Memang lain, dan tidak bisa dibandingkan dengan arsitektur formal." Arsitektur "informal" yang tumbuh beberapa tahun terakhir di Cihampelas -- itu semula rumah tinggal atau toko sederhana. Wajah bangunan-bangunan berubah, menjadi tontonan yang meriah, lucu, aneh, fantastis, bahkan "gila-gilaan". Jalanan 2 km itu berpesta bersama neka-neka hiasan. Untuk merangsang pengamatan, semuanya tampil, berimpitan di facade, bagian muka bangunan. Berteriak hampir sama kuat mencari perhatian: tumpukan sepeda, perahu, mobil, naik ke atas toko. Kuil Aztex dan rumah miring bertengger di atap. Ada peniti panjang satu meter, wayang golek tinggi 1/2 meter, serta Bima dan Hanuman jadi kusir dokar. Wajah PJ Ancol yang meniru PJ Cihampelas hampir sama. Hadirnya empat cabang toko PJ Cihampelas itu sah mengembarkan keduanya. Apalagi "peserta Cihampelas" di Ancol ada Bob Cahyadi, perintis arsitektur Cihampelasan. Kalaupun beda, karena letak toko-toko yang di Ancol sudah disediakan -- ditata rapi dengan lahan baku (120 m2). Pemiliknya mendapat bangunan kosong sehingga ada kebebasan untuk menggarap seluruh bangunan. Peluang ini membuat desain interior lebih menarik perhatian. Ciri Cihampelas hilang di Ancol dengan mengendurnya daya tarik utama pada rancangan facade. Mungkin ini sebuah perkembangan. Namun, facade penting dalam menandakan kelahiran arsitektur Cihampelasan. Robert Venturi, arsitek terkenal, pernah meneliti perubahan facade pada rumah-toko berupa row houses di Las Vegas. Riuhnya pertarungan neon sign yang gemerlapan di kota judi kesohor di Amerika Serikat itu berawal dari tajamnya persaingan dagang. Kompetisi inilah yang juga dialami Bob Cahyadi ketika merintis arsitektur Cihampelasan. Waktu itu ia bersaing dengan jeans biasa, sementara yang dijualnya jeans yang sedang in: jeans sobek-sobek. Timbul gagasannya menata tokonya dalam suasana rombengan. Omset penjualannya naik. Lalu Andi Wiranta, 33 tahun, pendesain interoir lulusan Jerman Barat, mengembangkan "intuisi" Bob. Andi yang mengerjakan tak kurang dari lima toko di Cihampelas ini memperkaya aspek rancangan interior arsitektur Cihampelas. "Buat saya ini kerja seni," katanya kepada Sigit Haryoto dari TEMPO. Dan muncul komentar dari seorang tetangga Bob: "Memang laku. Anak-anak muda tertarik pada suasana begini." Ini faktor kedua munculnya arsitektur Cihampelasan: arsitektur komunikasi yang bicara ke arah kawula muda -- mengundang mereka datang. Di Cihampelas, aspek komunikasi ini berkembang pesat menjebol formalitas: toko harus dipermak dan diberi wajah yang mampu menggugah gagasan dan perasaan anak-anak muda. Toko jeans di Cihampelas -- juga pengikutnya di Ancol -- menggugah gagasan (citra, pikiran, fantasi) tentang koboi dan Indian, ihwal kekuatan, keperkasaan, bahkan kekerasan. Gagasan petualangan, kehidupan di alam terbuka, padang, laut, dusun. Asosiasi merembet, menjauh dari kebudayaan halus dan mapan, lalu menjamah kebudayaan pinggiran: kehidupan jembel, humor, citra fantastis. Arsitektur Cihampelasan -- kemudian di Ancol -- menyajikan pesta bagi pancaindera. Setiap orang mencerap, menangkap apa yang menarik bagi dirinya sendiri, suatu ketika, merangkumnya dalam paduan atau simpul, yang boleh berubah pada ketika lain. Inilah ketertiban yang terbuka, kompleks, sukar, dinamis. Malah hidup, hangat, dan menarik. Chaos? Lalu siapa percaya pada ketertiban jelas dan mudah, tapi tertutup, miskin, statis, dan steril? Sanento Yuliman dan Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini