Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Saya Tak Cari Duit dari Lukisan

27 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mobil Ferrari kuning serta Lamborghini hitam dan hijau muda menghiasi rumah Agung Tobing. Tiga mobil bercat gres itu bersanding dengan puluhan mobil, yang dipajang layaknya dealer mobil. Ada dua mobil antik yang dilukis figur wayang karya seniman kondang Nasirun. Tempat parkir helikopter pribadi melengkapi kemegahan rumah di Jalan Munggur Nomor 88, Godean, Kilometer 7, Sleman, Yogyakarta, itu.

Kayu jati setinggi lima meter memagari kediamannya yang seluas 12 hektare itu. Di dalamnya ada banyak rumah bergaya joglo berhiaskan gebyok dengan ukiran Jepara atau ukiran Cina. Di sebuah lorong ada lukisan raksasa Nasirun: Flora dan Fauna, berukuran 20 x 3 meter. Di lorong lain ada lukisan jumbo Laksamana Cheng Ho. Patung-patung berfigur Laksamana Cheng Ho tersebar di halaman rumah.

Itu hanya salah satu rumah Agung Tobing. "Saya punya 30 rumah dan 70 mobil antik," katanya. Pialang saham itu mengajak Tempo berkeliling ke hampir semua sudut kediamannya. Agung menampik dugaan orang bahwa ia sengaja melakukan jual-beli lukisan Hendra Gunawan. Ia hanya terpanggil membantu Nuraeni, yang merasa disisihkan dan dizalimi. "Saya tulus membantu keluarga Hendra yang disingkirkan. Dia lebih berhak ketimbang orang lain."

Agung sadar penerbitan buku maestro pasti menimbulkan pro-kontra. "Membikin buku maestro itu seperti berada di dalam ranah politik." Dia tahu lukisan-lukisan di dalam bukunya dianggap palsu oleh Agus Dermawan T. "Itu kan menurut Pak Agus Dermawan. Biar waktu yang membuktikan. Saya pikir Bu Nuraeni lebih tahu tentang lukisan di dalam buku itu. Bu Nuraeni kan menemani Pak Hendra selama 30 tahun."

Ia menyangkal kabar bahwa salah satu lukisannya di buku itu sudah laku dibeli relasi usahanya seharga Rp 2,5 miliar. "Enggak ada yang saya jual. Kalau ada orang bilang begitu, suruh menunjukkan lukisan mana yang saya jual dan saya jual ke siapa! Lukisan Hendra milik saya masih saya simpan di Jakarta. Saya hidup bukan dari jual-beli lukisan. Bisnis saya kan banyak."

Nama Agung Tobing di belantika seni rupa mencuat pada 2000-an. Dia digunjingkan menggoreng lukisan perupa abstrak Made Sukadana. Dia didesas-desuskan membeli banyak karya Sukadana, lalu di balai lelang, orang-orangnya sendiri melakukan penawaran yang membuat harga karya Sukadana melejit. Kemudian, di tengah harga yang melejit itu, lukisan Sukadana yang banyak dikuasainya ditawarkan ke kolektor-kolektor dengan harga lebih murah daripada harga di balai lelang.

Tapi sangkaan demikian ditolaknya. Agung mengakui bersama Ijek Widyakrisnadi, pengusaha, pernah membeli karya Made Sukadana dalam jumlah banyak. "Waktu itu ada 160 lukisan karya Made yang menumpuk di gudangnya. Yang kecil, ukuran satu kali satu meter, saya beli Rp 5-10 juta. Pada tahun-tahun itu sudah mahal harga segitu." Lalu, menurut Agung, ada kolektor bernama John Mamesa yang senang pada karya Made Sukadana. Ia memburu terus karya Sukadana. John Mamesa merasa Sukadana itu seperti titisan Affandi. Akhirnya, lukisan Sukadana bergambar barong laku di Balai Lelang Larasati, Jakarta, seharga Rp 125 juta. Maka harga lukisannya menjadi tinggi. "Saya tidak menggoreng. Silakan crosscheck John Mamesa."

Menurut Agung, membeli lukisan baginya hanya senang-senangan. "Setiap pekan, kalau ada pelukis datang ke rumah, saya beli," ujarnya. Selain bermain saham, bisnis utamanya adalah investasi tanah dan properti di Bali serta di Yogyakarta melalui PT Java Beach dan PT Bukit Cemara. Di Bali, misalnya, ia tengah membangun hotel seluas 157 hektare. "Saya membangun resor wisata di kawasan perbukitan Pantai Parangtritis, Bantul. Akan ada perumahan mewah seperti Nusa Dua, Bali, seluas 600 hektare."

Ia juga bermitra dengan PT Navindo Yudha mendatangkan senjata dari Rusia, Cina, dan negara-negara Eropa Timur. "Saya menjadi rekanan Tentara Nasional Indonesia, marinir, dan polisi," katanya. Bisnis itu berjalan sejak 1998. Menurut Agung, gara-gara heboh buku Hendra, kawan-kawannya di bisnis senjata ngamuk. "Ini teman saya di Angkatan pada ngamuk semua. Teman-teman bilang gila ada orang cari gara-gara."

Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus