Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sebuah kepahlawanan tanpa poster

Pembuatan film tjoet nyak dhien yang disutradarai eros djarot sempat terkatung-katung kehabisan dana. eros minta bantuan slamet rahardjo. dana dibantu oleh alwin abdullah & menteri bustanil arifin.

12 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE Best Picture tahun ini, Tjoet Nya' Dhien, tak hanya menggambarkan kepahlawanan dan keharuan pejuang wanita dari Aceh, tetapi juga menyisakan keharuan buat Eros Djarot, sutradaranya. Film ini sempat terkatung-katung kehabisan dana. Perang batin Tjoet yang akan ditampilkan adalah juga perang batin Eros, Slamet Rahardjo, dan Christine Hakim -- untuk menyebut tiga orang penting yang menyelamatkan film ini dari kemacetan. Suatu hari di tengah rimba belantara Aceh. Kamera mengalami kerusakan kecil. Kiriman peralatan terhenti. Kanta Indah Film, yang memproduksi film itu, angkat tangan setelah memberi Rp 300 juta. Eros mendekati kakaknya, "Met, seandainya sedikit saja ada pikiran komersial melintas di otakmu, saya lebih baik pulang" Slamet tersentak dan merenungi beban adiknya. Di situ, Slamet lalu bersepakat diikuti Christine Hakim -- sanggup tak menerima honor dari pembuatan film ini. Dengan mengurangi anggaran honor itu shooting film dilanjutkan, sebisa-bisanya. Itulah salah satu keharuan yang diceritakan Eros kepada Teguh P. dari TEMPO. "Kami menyadari, untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, harus ada timbal balik pengorbanan," kata Eros, pemegang tiga Citra untuk penata musik film. Dana selalu jadi sandungan. Bahkan ide film itu nyaris terjegal, lantaran tak ada produser yang mau menyediakan dana. Banyak yang mencemooh film itu tak lebih dari proyek buang duit. Kekuatan menembus pasar disangsikan. "Bahwa akhirnya ada produser yang menyediakan dana itu sudah amat beruntung," katanya. "Tidak banyak orang yang bersedia mengorbankan uangnya untuk kemajuan film nasional". Pada akhirnya, Kanta Indah memang menyumbat dananya setelah mengeluarkan Rp 300 juta. Eros kebingungan karena kelanjutan film sangat suram. Beberapa saat ia berjumpa dengan Alwin Abdullah, pengusaha muda Aceh. Alwin semula tak mengenal Eros, ia hanya tahu nama Eros lewat musik film Badai Pasti Berlalu. Pengusaha inilah yang kemudian memberi uang Rp 300 juta untuk melanjutkan Tjoet Nya' Dhien, jumlah yang diperkirakan Eros cukup. "Saya sebetulnya buta dengan masalah perfilman, tapi saya melihat kerja Eros lain dari yang lain," kata Alwin Abdullah kepada Gunung Sardjono dari TEMPO. Perhitungan Eros kemudian meleset, suntikan ini ternyata masih kurang. Muncul kemudian pengusaha Alwin Arifin, putra Menteri Koperasi Bustanil Arifin. Dengan uang dari Arifin, juga Rp 300 juta, film ini dirampungkan. Inilah film yang dibuat dengan semangat besar, sebesar semangat Tjoet Nya' Dhien. Untuk riset saja Eros perlu waktu 10 bulan melibatkan pakar sejarah dan pakar budaya Aceh. Wawancara dengan sanak keluarga Tjoet Nya' Dhien dan Teuku Umar dilakukan secara intens. Untuk merancang kostum, 1500 lembar foto dari berbagai museum di Indonesia dan Belanda dipelototi teliti. Untuk mencapai penghayatan total, pendukung film ini menelusuri rute gerilya Tjoet. Berbulan-bulan mereka keluar masuk hutan, naik turun gunung, sebagaimana yang dilakukan Tjoet tempo dulu. Mereka bergulat melawan sunyinya rimba dan hujan yang mengguyur. Menahan haus, lapar, dan udara dingin yang membekukan tulang. Christine Hakim, artis yang beberapa kali meraih Citra, yang memerankan Tjoet Nya' Dhien, tak luput dari kewajiban itu. Selain napak tilas, ia juga melakukan riset, dan empat bulan hidup di tengah masyarakat Aceh, di antara kerabat Tjoet Nya' Dhien dan Teuku Umar yang masih hidup. Tak heran akhirnya Christine mengisi sendiri suara Tjoet dalam bahasa dan logat Aceh. Dan itu dilakukan dengan fasih. Betapa beratnya "perjuangan" Christine. Adegan terakhir -- menjelang Tjoet ditangkap -- makan waktu 17 hari, karena diulang-ulang untuk mencapai yang terbaik. Padahal, ini adegan Tjoet diguyur hujan deras. "Kulit Christine sampai keriput dan kencing terus-menerus lantaran kedinginan," kata Eros. Pengambilan gambar memang tak mulus. Selain pengulangan, peralatan sering ngadat. Dua kamera pernah rusak dalam waktu bersamaan, dan di tengah hutan itu sulit diperbaiki. Kesulitan lain datang silih berganti. Ketika Eros membutuhkan 100 kuda untuk sebuah adegan, yang ada hanya 3 ekor kuda. Pada adegan di Volksraad Belanda, Eros bermaksud menampilkan figuran yang ribuan, yang ada hanya puluhan. Untunglah, kata Eros, adegan itu bisa diakali dengan camera trick dan setelah shooting selesai, kepandaian editing "Kalau saja yang mendukung bukan seniman-seniman kawakan, mungkin botak saya tambah luas," kata Eros. Penata kamera dan penyunting film ini masing-masing George Kamarullah dan Karsono Hadi, keduanya mendapat nominasi Slamet Rahardjo yang terus menemani adiknya -- selain sebagai Teuku Umar, Slamet bertindak sebagai penyelia (supervisor) -- kagum dan sekaligus cemburu. "Saya cemburu melihat betapa kasmarannya Eros terhadap filmnya," kata Slamet. Apalagi film ini dibayangi kekhawatiran tidak komersial. Tjoet Nya' Dhien akhirnya rampung setelah dua tahun. Akhir pekan ini jutaan orang akan menonton di layar televisi bagaimana peruntungan film ini di forum FFI. Tapi kesuraman masih membayang. Siapakah "pemilik" dan yang mengedarkan film ini? Ketika masuk jadwal kampanye di gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, tak seorang pun produser datang. Bahkan sampai ia diumumkan meraih 13 nominasi, poster Tjoet Nya' Dhien tak pernah ada. Kabarnyal film itu masih di tangan Eros. Mengharukan, sebagaimana nasib Tjoet Nya' Dhien yang diingkari Belanda dan mati dalam buangan. Budiono Darsono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus