STASIUN adalah sebuah puisi dan peluit kereta yang membelah malam berbisik tentang hati manusia. Di setiap peron ada sebuah penantian. Di setiap lubang loket ada akar yang tercerabut, ketika kampung halaman ditukar dengan sebuah impian, dan dendang ibu diganti sunyi malam. Stasiun adalah batu nisan bagi kota-kota kecil yang ditinggal pergi. Dan, bila malam turun gemeretak roda besi di atas rel membawa kabar tentang si anak hilang yang semakin jauh, semakin jauh, semakin jauh. "Rinduku untukmu, Ibu ...," demikian ia akan menyurati, dalam tulisan tangan anak-anak. Tadi, di stasiun terakhir, ia turun. Sederetan nama kota yang dilafalkannya sepanjang jalan tinggal debu di jendela kereta yang memang kusam. Kantuknya tersentak oleh coretan-coretan di dinding kumuh stasiun: Keluar Masuk, Awas Listrik!, Awas Copet!. Dipeluknya bingkisannya erat-erat. Ini awal sebuah per- jalanan, bukan akhir, bisiknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini