Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sembilan Kaidah Seputar Espreso

1. Di tukak lambung Tempat menanam getir Asam pun bangkit

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurnia Effendi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1.
Di tukak lambung
Tempat menanam getir
Asam pun bangkit

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

2.
Kasar lidahmu
Jadi tempat terindah
Kenangan pahit

3.
Rehatlah, Kawan
Bebaskan keresahan
Seperempat mug

4.
Putih nyalimu
Perlu keseimbangan
Gelap kopiku

5.
Ia menyala
Membakar mematangkan
Hasrat dan debar

6.
Secangkir kecil
Untuk seluruh hari
Sebelum takluk

7.
Mantra barista
Serupa upacara
Bagi waktumu

8.
Tiada walnut
Dalam sesat gulita
Hitam kopimu

9.
Berahi reda
Beralih sihir pagi
Di bibir cangkir

Jakarta, 2018-2019

Meditasi Kopi
– Yayuk Arifin

Tidak dalam gua ini sunyi menepi
– sementara ghibah terus mencipta bunyi –
Mengikuti langkahku memasuki arteri

Aku selalu menimbang di antara waktu
Yang tak pernah lapang. Aku selalu mengukur
Cinta dan syahwat yang saling tarik ulur

Kukenali suhu awal sesapan pertama:
Genangan kopi di pisin putih
Juga sekelopak bibir yang seolah berbuih

Di jantung paling padat kubiarkan debar
Mengendap. Kita telah hampir sampai
Pada dasar cangkir – terperangkap sihir

"Maukah sekali lagi, sebelum Padma terjaga?
Maukah secangkir lagi, sebelum kebaya dibuka?"
Kutangkap isyaratmu, meski aku terpejam

Jakarta, 2019

Jalan Kaliurang Kilometer 16

Di tepi jendela, mengharap cahaya Asar
Membagi wajah kepada sisi terang dan gelap
Asap yang menari dari gelas kopi seperti
Selendang yang ditarik perlahan oleh
Tangan bidadari

"Jangan jauh-jauh dari jangkauanku, Tia."
Mungkin dia ingin membuatku sakaw, lalu
Melipurku dengan rebusan kopi dari dandang
Yang disajikan tanpa gula

Kudengar bermalam-malam bunyi klotok-klotok
Didih air yang membuat molekul bermain musik
Menjadi irama gerakanmu di atas tubuhku
Sebelum tiba di kedalaman, tak akan kuganggu

Bersandar dinding kayu, menanti Magrib tiba
Tak ada lagi cahaya untuk saling memandang mata
Namun selalu terasa kapan bibirmu mendekat
Ruap arabika itu terhidu lebih cepat

"Jangan buru-buru pulang, Tia."
Ingin kulupakan sejumlah alamat
Hanya kedai ini yang ingin kucatat

Jakarta, 2019


Kurnia Effendi lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Telah memiliki lima kumpulan puisi, terbaru adalah Percakapan Interior (2018) dan Mencari Raden Saleh (2019), yang merupakan himpunan puisi selama residensi di negeri Belanda pada 2017.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus