"ADALAH seorang kelana, mengunjungi desa demi desa, bernyanyi
dan membawa berita segala yang terjadi di dunia. Bagai surat
kabar ia mengisahkan perang, revolusi, perkelahian, hukuman mati
dengan pancungan gilotin, gosip, mode dan betapa sempitnya waktu
untuk cinta", ujar wanita itu sambil memeluk gitarnya. Memakai
celana hitam dan baju putih, ia duduk di sebuah trap di Teater
Terbuka TIM -- 18 Mei yang lalu--menghadapi dua buah corong dan
sejumlah besar penonton. Mereka rupa-rupanya begitu tertarik
oleh publikasi tentang seorang wanita pengembara yang akan
membawakan lagu-lagu cinta dari seluruh dunia.
Claude Akire, asal Jerman Barat--sulit ditebak berapa
umurnya--berbahasa Inggeris dengan fasih dan jelas untuk ukuran
telinga pribumi. Suaranya bersih dan memiliki warna sebagai
umumnya suara para pengembara, menyimpan semacam kelelahan yang
lebih baik dianggap kerinduan, likat, dan pada akhirnya
membersitkan semacam semangat perdamaian yang sederhana.
Gerak-geriknya tenang tetapi tidak kehilangan kehidupan, apalagi
ia seorang tukang cerita yang baik, yang berhasil memberikan
humor-humor segar sebelum mulai menarik setiap lagu. Orang akan
segera terkenang pada Joan Baez yang pernah dikenal membawakan
lagu-lagu protes terhadap perang--tetapi seorang wanita muda
Amerika berkata: "Joan memang bagus, tapi hanya pada suatu masa
dan jenis lagu-lagu tertentu. Claude ini merangkum semuanya".
Balada
Ditemani sebuah pot dengan tanaman yang hijau, wanita yang konon
mengerti 13 bahasa ini awal-awal sudah mengumumkan bahwa,
manakala ia undur ke belakang pentas, pertunjukan belum berarti
berakhir. 3 model pakaian rupanya telah dipersiapkan untuk
melemparkan 3 babak penampilan gitar dan lagu-lagu dari beberapa
pelosok dunia yang diterima dengan baik oleh hadirin. "Memang
sulit", ujar wanita itu. "Sulit untuk anda kapan harus bertepuk
tangan untuk lagu-lagu yang bahasanya asing ini". Ia tertawa.
"Tapi mari kita bertepuk bersama-sama sekarang"sambil memberi
contoh. Para penonton mula-mula dengan ragu menirukan, tetapi
setelah Claude mulai menyanyi banyak orang dengan senang hati
ikut bertepuk tangan. Ini sudah cukup menggambarkan bahwa
penampilannya berhasil baik -- walaupun tidak membuat banyak
orang terlalu gandrung seperti tatkala mendengarkan gitar dari
tangan Charlie Byrd beberapa waktu yang lalu.
Seorang gitaris terkemuka ibukota mengatakan, petikan gitar
Claude malam itu hanya embel-embel saja. Karena yang penting
adalah suaranya. Untuk ini pengembara itu hanya tersenyum. "Anda
lihat sendiri", katanya kepada TEMPO . "Apakah saya lebih banyak
seorang penyanyi atau penyanyi dan pemetik gitar sekaligus".
Pianis Irawati Sudiarso menyebutnya seorang penyanyi balada. "Ia
ekspresif sekali. Terasa dalam setiap lagu rakyat yang
dibawakannya. Sulit membayangkan, dapatkah penyanyi lain berbuat
begitu". Caranya mendekati setiap lagu membayangkan bahwa ia
mengenal lingkungan masyarakat dari mana lagu itu dicabutnya.
"Dalam cinta, orang-orang Sepanyol lebih banyak ngomong dan
tidak berbuat apa-apa, tetapi orang-orang Inggeris lebih suka
menutup mulut tetapi langsung melakukan", kata Claude memberi
bumbu sebuah lagu cinta. Selorohhya ini sama sekali tidak berbau
menyakitkan bagi yang kena timpa -- ini agaknya yang membuat
wanita ini dianggap tokoh yang penuh potensi dalam berkomunikasi
dengan setiap orang--dalam Folk Festival di Penn State College
pada 1973. Belum lagi kontrolnya yang sedemikian rupa, sehingga
- balada-balada yang dibawakannya tetap merdu dan tetap
mengingatkan kita bahwa ia dinyanyikan seorang wanita.
Tak Punya Anak
Hampir 5 buah lagu dihamburkan Claude dengan lirik-lirik asli.
Lagu-lagu rakyat tradisionil, lagu-lagu cinta yang telah
mengendap dalam hati rakyat berbagai negara, serta juga
lagu-lagu dengan lirik-lirik puitis yang lebih modern. "Yang
terakhir ini bukan lagu-lagu yang sifatnya politis", kata
Claude. Ia sempat menampilkan betapa bedanya anggapan beberapa
negara Eropa tentang cinta -- dengan menggambarkan betapa di
Jerman pada masa yang lalu, seorang penyanyi hanya memperoleh
tempat di sudut kecil dan makanan-makanan sisa. Sementara di
bumi Perancis yang romantis itu, cinta idak dimulai dengan
cerita-cerita ibarat tiga ekor kucing misalnya, tetapi -- lalu
Claude menyanyikan sebuah lagu yang rupanya sangat dikenal oleh
hadirin: Plaisir d'Amour.
Pada akhir penampilannya, setelah Hazil Tanzil naik ke pentas
menyerahkankan bunga, Claude suka duduk kembali dan mencoba
menyanyikan sebuah lagu pribumi. Penonton keplok, Dengan
kata-kata yang kaku, segera ditarik lagu Soleram yang bolehlah
membuat banyak penonton tersenyum simpul. "Hari ini saya hadir
di sini, esok entah di mana lagi. Saya hanya bisa memberikan
lagu, dan tak ada waktu untuk menjalin persahabatan", kata
Claude. Ucapan yang cukup mengharukan, yang membayangkan betapa
panjang jalan yang masih mau ditempuhnya, Mengaku kagum pada
gitaris Jacques Doui dari'Perancis serta mendiang Atahualpa
Yupanqui--gitaris Ponco asal Argentina ' wanita ini meninggalkan
kesan yang cukup dalam. "Saya datang dari negara yang berhawa
dingin. Negara anda panas sekali", ujarnya kepada TEMPO. "Saya
sudah memetik gitar 20 tahun Dengan kerut merut di muka sya anda
jangan mencoba menebak umur saya. Saya telah bercerai dengan
suami saya dan saya tak punya anak". Apakah orang ini bahagia?
Oho, itu tidak penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini