MASALAH pokrol sudah dibicarakan Para ahli hukum nampaknya agak
kurang sependapat kalau pokrol diberi kesempatan berpraktek.
Alasannya, para pokrol lebih banyak merusak mental para hakim.
Karenanya timbul seminar tentang profesi hukum.
Saya sependapat atas prakarsa ahli-ahli hukum tersebut' sesuai
dengan tuntutan kemajuan zaman dan perkembangan hukum. Kalau
sekiranya dianggap perlu pokrol berpraktek di pengadilan, karena
kurangnya ahli-ahli hukum yang berminat terutama di
daerah-daerah, sebaiknya sebelum memberi ijin kepada para pokrol
yang akan menempuh ujian sebagai pengacara, benar-benar diteliti
beberapa hal antara lain: (1) ijazah, (2) pengalamannya terutama
yang menyangkut bidang hukum, (3) biografinya, (4)
pendidikannya, (5) itikad baiknya, (6) profesi yang sedang
dilaksanakannya. (7) visi nasionalnya.Persyaratan tersebut
sangat banyak menentukan perlu-tidaknya oknum tersebut diberikan
kesempatan mengikuti ujian pengacara praktek
Sebagai contoh: di Kaltim ada sementara pengacara praktek yang
menurut kenyataan tidak memiliki sekolah atau pendidikan
Indonesia apalagi pengetahuan hukum. Oknum tersebut menganggap
para hakim teman akrab. Tidak mengherankan ia selalu,berhasil
membela perkara. Ini disebabkan mungkin karena ada permainan
yang diatur,terlebih lagi para oknum hakim hampir setiap hari
silih-berganti rekreasi di tempatnya. Kita khawatir kalau
oknum-oknum seperti ini dibiarkan ia akan berubah manja dan
berlagak, seperti halnya yang diungkapkan TEMPO 6 Maret 76
halaman 35, Sidang Pendapat.
Hendaknya fihak yang kompeten, sebelum memberi izin dan
penilaian dapat bersikap tegas sebelum terlambat. Karena
effeknya sangat besar dalam usaha Pemerintah menuju masyarakat
hukum dan tegaknya keadilan. Jangan sampai mental aparat kita di
dalam ruang lingkup yudikatip pun kebobolan, seperti halnya
bidang-bidang ekonomi dan industri dan lain-lainnya sudah
dikuasai dan dirusak. Terima kasih.
(Nama dan Alamat pada Redaksi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini