Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Senandung dalam kamar

Daniel sahuleka, asal ambon dan bermukim di belanda datang ke indonesia untuk mengadakan show dan kontrak rekaman. kasetnya laris di indonesia dan ia merasa heran. (ms)

2 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYANYI Ambon-Sunda kelahiran Semarang, yang kini jadi warga Belanda itu, heran: lagu-lagunya laris di sini. Sedang ia tak memperoleh apa-apa dari penjualan kaset yang membajak karya-karyanya itu. Tapi, dengan rendah hati, ia mengaku cukup berbahagia: karyanya, disukai bangsanya sendiri. Sukses itu tak membuat ayah 2 orang 'anak itu (diperoleh dari Alice, cewek Belanda yang dinikahinya 8 tahun lalu) jadi angkuh. Sebaliknya malah. Dia bilahg, "sambutan besar, sambutan kecil, talksoal. Kita orang harus tetap respek." Itulah pula sikapnya pada penampilannya di Balai Sidang, Senayan, Jumat pekan lalu. Sayang, pada pertunjukan pertama pukul 20.00 (rencananya pukul 19.00) pengunjung gedung hanya 2/3 dan pertunjukan kedua pukul 23.00 (rencananya pukul 22.30) hanya 1/4, kurang dari seribu orang. Berkaus hitam kemerlip dan celana putih gombrong, sejak awal Daniel berusaha menghilangkan jarak dengan penonton. Sebagaimana dikatakannya kepada TEMPO, "aku ini orang biasa. Orang kecil. Jangan sebut aku bung atau oom." Dia kira sebutan bung atau oom menunjukkan orang besar. Orang selalu menganggap artis terkenal itu orang besar. "Itu tidak benar," katanya. Penampilannya memang terasa akrab: Kecuali lagu-lagunya sudah sangat dikenal dan dihapal banyak orang, ia juga kocak. Mungkin karena bahasa Indonesia yang dipakainya terdengar aneh, di samping campur baur dengan bahasa-bahasa Ambon, Inggris dan Belanda. Tentu saja penonton tertawa. Dan Daniel tersipu-sipu. Sebelumnya, Achmad Albar dkk. muncul dengan lagu-lagu rock yang tak menarik -- meskipun nomor Brother to Brother dari Gino Vanelli diupayakannya sebagai klimaks, dengan asap segala. Sesudah Broery, tiba-tiba sebuah grup kaum wadam nongol dengan tari perut dan lagu India. Entah apa maksudnya. Ada juga Marini. Diiringi grup Jopie Item dan kelompok orkestra, ditingkah paduan suara Lex's Trio pada antara lain nomor Long Distance Highway, Daniel merebut simpati. Dalam usia hampir 31 tahun, ia nampak masih lugu. Tapi mudah bersahabat -- dengan kesederhanaannya itu. Ia bicara terbata-bata, cengar-cengir dan salah tingkah sambil menggaruk-garuk kribonya. Kadang tertawa meletup, atau melompat menghentakkan petikan gitarnya atau menghempaskan kelelahannya di kursi dengan bebas. Seperti melodi lagunya, ia menyanyi dengan perasaan tumpah dan menyebarkan kesedihan atau kesunyian ke seluruh wajahnya yang lebar segi empat. Matanya yang sipit dan mulutnya yang jebleh, dengan tarikan sedikit saja memang mudah dimanfaatkan untuk merengek. Tapi kecengengannya seperti tercermin pada lirik-lirik lagunya -- tak menyebalkan benar. Setidak-tidaknya ungkapannya tak terlalu klise. In The Sun, You Make My World So Colourfull, Reflection, Love to Love Finally Home Again, Judy dan Don't Sleep Away The Night -- yang paling populer dan disambut keplok riuh - memang nomor-nomor manis. Bagai senandung dalam kamar para remaja kasmaran atau kesepian. Warga kota kecil Winterswijk itu dekat perbatasan Jerman -- bersama ibunya, Ny. Juariah alias Shallotta Wilhelmintje Muhanap, 58 tahun, asal Serang Ja-Bar, buka rumah makan Sunda. Sang ayah Pieters Simon Sahuleka, meninggal 10 tahun lalu, setelah memberikan 2 orang adik pada Daniel. Daniel sendiri dibawa ke Belanda ketika berusia 3 bulan. Belajar main gitar sendirian, tanpa guru, sejak umur 10 tahun. Sesudah bisa, ngamen di klub malam di Jerman -- yang bisa ditempuhnya dengan sepeda dari Winterswijk. Rekaman single-nya yang pertama, 1974, You Make. World So Colourfull -- oleh perusahaan rekaman Polydor, dan sukses di Belanda. Lebih Tinggi. Yang kedua, Long Distance Highway -- berirama reggae -- dan jadi hit di disko-disko di sana. Maklum belakangan orang Eropa keranjingan irama itu lagi, sesudahbosan ajojing dengan musik disko ala Bee Gees. Toh Daniel belum memperoleh piringan emas--yang menurut Daniel sendiri biasa diberikan Polydor untuk omet 150 ribu ke atas. Kini ia punya 7 single dan 3 LP. Kabarnya penyanyi yang banyak merokok, minum alkohol dan gemar main bola serta lebih suka bertelanjang badan jika di kamar itu, belum pernah nongol di televisi sana. Di majalah memang pernah, antara lain Panorama, yang memasang gambarnya satu halaman: hanya bercawat merah. Di sini, sejak kedatangannya akhir Maret lalu, ia disambut publisitas yang gencar dan serta merta muncul di TVRI, lengkap dengan reportase perjalanan rindu kampungnya. Tak cuma itu. Sebuah perusahaan rekaman langsung mengontraknya untuk menyanyikan lagu-lagu ciptaan Barce van Houten (pimpinan kelompok D'Lloyd) seru terjemahan lagu-lagu Daniel sendiri. "Soalnya aku tak sempat bikin lagu di sini," kata Daniel. "Nanti aku akan kembali lagi dengan lagu-lagu baru untuk rekaman di sini," sambungnya. Dengan menyanyikan lagu orang lain, padahal ia biasa menyanyikan lagu dan lirik cipuan sendiri, Daniel tak takut cita rasa musiknya sendiri 'rusak'. "Aku pikir lagu-lagunya tak jauh berbeda dengan warna musik aku punya," katanya tentang lagu-lagu Barce itu. Barce sendiri mengaku menciptakannya khusus untuk Daniel. Ia menyesuaikannya dengan warna Daniel sambil menyisipkan warna yang kini lagi disukai di sini. "Tapi, lebih tinggi dari lagu-lagu Indonesia umumnya," kaunya. Entah sampai seberapa tingginya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus