Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Seni Poster (Politik) Masih Ada

Di tengah gemuruh biennale di Indonesia (Jakarta, Yogya, Bali), ada pameran poster Rusia. Sebuah ”selingan” yang enak dinikmati.

12 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMUNIS atau Mati.” Dengan latar bendera merah, seorang berjenggot mengacungkan senapan dengan tangan kanannya. Tangan kirinya yang tampak perkasa lurus ke bawah. Di belakang atas bendera merah, sketsa wajah (perempuan?), membelalak, dengan mulut (tentunya) berteriak. Keseluruhan dasar poster, putih.

Setuju atau tidak dengan slogan itu, dalam pameran poster Rusia di Galeri Lontar hingga 15 Januari tahun depan, inilah poster paling provokatif di antara seratusan yang lain. Ini karya V. Volikov, tahun 1970. Bayangkan, kala itu Perang Dingin menguasai dunia. Pihak Soviet dan Amerika Serikat saling berebut pengaruh. Mestinya, poster ini bisa menjadi alat propaganda yang menarik dan langsung memikat: slogan yang singkat, warna mencolok, dan gambar hadir dengan garis yang kuat.

Kekuatan poster ini makin terasa bila dibandingkan dengan poster peringatan 60 tahun kemerdekaan Rusia. Padahal poster perayaan kemerdekaan ini dibuat ketika Uni Soviet sudah 10 tahun tiada, dan pemerintah Rusia bukan lagi komunis yang mengekang kebebasan. Tapi poster ini terasa ”dingin”, salah satunya bergambar dua orang lelaki yang memamerkan segala tanda penghargaan di dadanya. Sebuah sindiran? Kalau toh dimaksudkan seperti itu, sindiran itu tak muncul dari gambar.

Sebagian besar poster yang dipamerkan ini tak lagi seperti poster di abad ke-19, yang cenderung dekoratif, kadang ornamentik, sebagai pengaruh dari art noveau, seni rupa yang berbunga-bunga gambarnya. Juga sudah sulit ditemukan jejak ”lubok” (cukilan kayu) yang hidup di Rusia sejak abad ke-17 hingga ke-19. Lubok bisa dibilang ”seni rakyat”, mirip cukilan kayu di Jepang. Seni inilah kiranya yang meluaskan apresiasi gambar ke masyarakat.

Lubok bisa ”ilustrasi dengan teks, bisa berisi cerita rakyat, kisah religius atau komentar sosial. Bisa juga lubok berisi teks lagu, puisi, satire sosial, pengumuman...” demikian ditulis oleh Susanto Pudjomartono, Duta Besar RI di Moskow, pemilik poster-poster yang dipamerkan ini, dalam katalogus.

Adalah Mikhail Cheremnykh, seorang ilustrator dan penggambar karikatur yang bekerja untuk ROSTA, kantor telepon dan telegraf yang dibentuk oleh Dewan Komisariat Rakyat. Kantor ini sejak 1919 memproduksi poster propaganda dan dianggap poster-poster itu, terutama buatan Cheremnykh, memelopori gaya baru (lihat, A Concise History of Posters, John Barnicoat, Thames and Hudson, 1972).

Mungkin poster ROSTA disebut sebagai pelopor gaya baru karena dengan tegas dan lugas menyatukan politik dan seni poster. Pemikir di balik ini adalah Mayakovsky, sang penyair. Dialah konseptor ”poster jendela” ROSTA. Poster bukan lagi sebuah gambar yang mewakili ide poster, melainkan ide itu diceritakan seperti komik, lengkap dengan pembagian bidang menjadi beberapa kotak, kemudian selain gambar disertakan teks di tiap kotaknya. ROSTA dikatakan sebagai pelopor mungkin juga karena tak lagi sekadar menempel poster di jendela toko-toko, melainkan posternya menyerbu ke segala tempat. Termasuk, ROSTA mengirimkan poster-poster itu ke media massa (dalam hal ini, ROSTA seperti agen foto berita, namun yang disebarkan poster—juga karikatur).

ROSTA konon selesai pada tahun 1920, namun jalan yang dirintisnya tak lalu sepi, bahkan berkembang. Bila di zaman ROSTA karena materi dan teknik menjadikan poster-poster itu berumur singkat (karena disebarkan ke semua tempat, poster itu banyak yang segera hilang karena angin atau hujan, juga karena tangan-tangan musuh Bolshevik yang kala itu masih bergigi), perkembangan teknologi yang menyentuh seni rupa membuat poster bisa tahan lama. Dan karena para musuh Bolshevik makin hancur, poster politik (pemerintah komunis Uni Soviet) pun menjadi aktor tunggal. Dan muncullah sosok pria-pria tanpa cacat, dengan tubuh kukuh, namun bila diamati wajah mereka ”dingin”.

Peringatan 1 Mei menyodorkan optimisme yang khas. Gambarnya sepasang muda-mudi berboncengan sepeda motor, digambar frontal dari depan. Tak ada wajah penderitaan di situ (tapi kayaknya juga tak ada kegembiraan yang meriah). Dan kata-kata Rusia di situ diterjemahkan seperti ini: ”Siapa bekerja baik, rajin, akan merayakan pesta yang indah.” Anda percaya?

Dan lihatlah bagaimana pemerintah Moskow mencoba membasmi pemabuk (konon orang Rusia terkenal pemabuk; ingat saja Presiden Boris Yeltsin, presiden reformasi itu, yang pernah diberitakan pagi-pagi ia ditemukan di sebuah tempat yang tak semestinya). Mabuk, agar benar-benar perbuatan ini bertentangan dengan revolusi, dikontraskanlah dengan produksi. Sebuah poster menggambarkan gelas dan botol minuman tertuang, dan minuman itu mengalir menggenangi pabrik. ”Dari gelas kecil, bisa tenggelam pabrik besar,” bunyi slogan di situ.

Lalu, di manakah kreativitas para perupa Eropa Timur yang dikenal piawai untuk tetap kreatif tanpa membahayakan diri sendiri dan keluarga? Seperti pernah dipamerkan di Jakarta poster-poster film Polandia dulu, yang demikian ”abstrak”?

Ada. Sebuah poster, begitu Anda memasuki lantai II Galeri Lontar, menyambut: sesosok tubuh duduk di kursi, berjas, berdasi, tanpa kepala. Bukan hanya itu, tubuh itu ternyata sudah menyatu dengan kursinya. Dan bagaimana cara mempropagandakan banyak bicara banyak bekerja? Sebarisan skop yang tegak, dan di kayu pegangan skop itu terpasang corong suara. ”Dalam kata-kata juga dalam kerja,” begitu kira-kira. Juga sebuah sendok yang di ujungnya berupa kalkulator. ”Inilah keuntungan kami.”

Dibandingkan dengan ”Komunis atau Mati”, tiga poster yang ”surealistis” itu memang tak memprovokasi orang. Ketiga poster itu mengundang pelihatnya untuk lebih merenungkan benarkah slogan di bidang gambarku ini. Jenis poster seperti inilah yang konon banyak ditemui di Polandia, yang sebagai negara Eropa Timur (dulu) berbeda dengan yang lain karena Katolik-nya yang kuat.

Lalu, di mana Rusia yang berubah setelah komunisme bangkrut? Ada di lantai III Galeri Lontar, sebiji. Sebuah poster (atau iklan?) Coca-cola dengan kepala Lenin sang pemimpin Revolusi Bolshevik itu. Tulisan di poster ini pun bahasa Inggris: ”It is real thing!” Coca-cola yang nyata, bukan Lenin, mungkin begitu. Soalnya, generasi sekarang di Rusia konon jarang yang mengenal siapa Lenin.

Lalu sebuah poster, reproduksi agaknya, menggambarkan meja dengan taplak yang membentuk peta Rusia, dan di meja itu sebotol gelas. Ini memikat. Tapi, karena informasi yang kurang di pameran, sulit menduga apakah ini poster baru atau lama, dan apa pula konteksnya. Inilah yang kurang dari pameran ini: keterangan sekitar poster. Meski pameran ini, kecil atau besar, mengingatkan kita, di dunia seni visual masih ada seni poster, bukan cuma ada instalasi, seni pertunjukan, dan yang gemuruh-gemuruh itu.

Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus