Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sensualitas Sophia Charai

Sophia Charai menyuguhkan konser jazzy ”cross-cultural”. Berbalut nada-nada Arab, kocokan gitar gipsi, flamenco, dan groove Brasil.

16 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBALUT gaun asimetris hitam dengan korsase merah dan bandana merah, kakinya dibiarkan telanjang tanpa alas, hanya ber-stocking hitam tipis. Perempuan itu, Sophia Charai, tampak sensual di panggung Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa malam pekan lalu. Tubuhnya terus bergoyang, terkadang pelan, lembut, memabukkan. Namun sesekali dia berlari-lari kecil hingga melompat-lompat energe­tik mengikuti irama musik flamenco dan ­groove Brasil.

Tak ada panggung wah malam itu, hanya berlatar tembok hitam dan alas karpet hitam. Tapi penyanyi jazz kelahiran Casablanca, Maroko, ini berhasil menghadirkan suasana ”glamor”. Wajahnya yang ekspresif dan suaranya yang bergaya Spanyol mengesankan. ”Selamat malam, Jakarta. Lagu kedua ini spesial untuk nenek tercinta. Habiba,” sapa Sophia setelah menyanyikan lagu pertamanya, Dokhak.

Ia tinggal lama di Paris. Lagu ketiganya, Un Petit Chouia, bertempo musik lebih nge-beat. Tubuh Sophia tak berhenti bergoyang, sangat ekspresif, melantunkan tembang berbahasa Arab-Prancis. Sosok Sophia dengan jiwa seninya yang bebas, yang memadukan Timur dan Barat, terlihat jelas lewat lagu keempat.

Inilah tembang berjudul Raksa. Iringan gitar gipsi dari Mathias Duplessy, akordeon oleh Bastian Charlery, gesekan biola dari Yann Sury, kontrabas Stephen Bedrossian, dan tabuhan drum Herve Lebouche terasa bergairah. Wanita yang dijuluki Catherine Ringer dari Maghreb atau Rita Mitsouko dari Maroko ini lalu tampil lepas. Sophia melompat-lompat, berlari kecil, berinteraksi dengan pemusik, hingga melepaskan bandana yang mengikat rambut dan pinggulnya seraya bergoyang bak penari India. Duh, sensual!

Interaksi yang apik dengan penonton terlihat lewat penampilannya di lagu ke-9 dan ke-10, Mele Ta Langue dan Ash Kat Dir. Pemain gitar, violin, dan akordeon berkumpul di tengah panggung bersama Sophia. Sontak musik berhenti, berganti dengan irama tepuk tangan. Penonton seolah terhipnotis dan ikut antusias bertepuk tangan selaras dengan tembang yang dinyanyikan Sophia. Di sini Sophia berhasil menyatukan rasa dan irama dengan penonton. ”Thank you,” ujarnya dengan mata berbinar.

Hal itu berulang saat Sophia melantunkan tembang andalannya di album keduanya, Pichu. Penonton kembali tersihir dan ikut bertepuk tangan membentuk sebuah irama yang mengiringi Sophia bernyanyi. Album terbaru yang dirilis Oktober lalu itu merupakan kolaborasi artistik dan kisah cintanya dengan produser dan arranger sekaligus gitaris Mathias Duplessy. Album ini juga disebutnya sebagai hasil dari petualangannya menyelami tradisi kota-kota yang pernah disinggahinya selama perjalanan hidupnya.

Selama satu setengah jam, 13 lagu dilantunkan wanita ini. Warna gipsi, Arab, Prancis, Spanyol, dan India berhasil membius dan mengajak penonton ikut masuk ke memori-memori perjalanannya. ”Casa ini sebuah lagu yang menceritakan perjalanan saya saat harus meninggalkan kota kelahiran saya, Casablanca,” ujarnya sebelum melantunkan tembang Casa.

Inilah konser yang membekas. Malam itu ada senyum, tawa, keceriaan, dan erotisme, tapi juga suasana keperihan.

Suryani Ika Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus