SEPATU kulit Cibaduyut semakin berkilat. Terlebih menjelang Lebaran. Kawasan Bandung Selatan itu memang sejak 1920 sudah dikenal sebagai daerah perajin sepatu tradisional. Memasuki 1980, daerah ini kemudian semakin mekar. Dan harga tanah juga melonjak bersama ayunan langkah pengusaha untuk bersepatu ria. Sekarang di Cibaduyut ada 964 pengusaha sepatu yang bekerja sepanjang tahun. Dulunya mereka bekerja musiman, di samping ya bertani. Toko sepatu di Cibaduyut tidak semuanya mempunyai bengkel sendiri. Ada yang memesan kepada perajin sesuai dengan model dan bahan yang lagi laris. Salah satu toko sepatu yang punya bengkel sendiri adalah Ataka, yang terasa kejepang-jepangan, tetapi sebenarnya akronim dari "Alas Telapak Kaki". Memang, untuk menapaki bisnis sepatu diperlukan juga kiat khusus, sehingga terus melangkah sesuai dengan selera pembeli. Misalnya, dengan meniru mode yang lagi in. Ada yang bertopeng merk sepatu top dengan logo yang mirip. Konon, ada juga yang berani memakai logo sepatu terkenal, walau tanpa lisensi. Tapi banyak juga yang bangga dan menciptakan merk sendiri dengan mantap seperti sudah disebut tadi. Dindin Saefudin, bos Ataka itu, semula menanamkan cita-cita untuk menjadi tentara. Karena putus sekolah, dia lalu magang sebagai tukang sepatu. Dengan pengalaman ngenek 2 tahun, ditambah penataran, akhirnya Dindin jadi pengusaha. Setelah usianya 20 tahun, Ataka kini menyerap 24 tenaga kerja -- di bengkel 10 dan di toko 12 orang. Bayaran yang mereka terima rata-rata 35.000 rupiah per minggu. "Alhamdulillah, 50 pasang sepatu laku setiap hari. Hari Minggu dan hari besar bisa lebih banyak," kata Dindin. Rusmin juga turut bersyukur. Bos sepatu PT Bali Mukti Bandung itu berhasil mendapat kepercayaan pengusaha sepatu Puma Jerman Barat. Langkah pertama, dari ikatan selama 10 tahun, Bali Mukti mengerjakan 25 ribu pasang sepatu tenis. Pada akhir tahun ini kapasitasnya naik 10 ribu pasang sehari. Rusmin akan mengekspor ke AS, Eropa, dan kawasan Asia, sepatu-sepatu untuk joging, basket, dan tenis. Nilai ekspor sepatu kulit kita melonjak luar biasa. Dari 6,935 juta dolar pada 1987 hingga tahun lalu menjadi 24,026 juta dolar AS. Sudah kelihatan bahwa industri sepatu kita bisa berkembang menjadi komoditi ekspor. "Apalagi kalau mutunya itu terus dijaga dan ditingkatkan," kata Iman Sucipto Umar, Humas Departemen Perindustrian.Burhan Piliang, Ida Farida, dan Tri Budianto Soekarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini