Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Setelah Bapak Tiada

Gambaran orang kaya dadakan, menyelipkan nilai-nilai keluarga yang mulai hilang.

26 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Raline Shah (Tika, kiri), Derby Romero (Duta), Lukman Sardi (Bapak), Cut Mini (Ibu), dan Fatih Unru (Dodi) dalam film Orang Kaya Baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semula, Tika (Raline Shah) berniat memijit kaki ayahnya, yang tidur sambil mendengarkan lagu lawas kesenangannya. Namun sang ayah (Lukman Sardi) tak bangun saat dipanggil, tak bereaksi ketika kakinya disentuh dan diguncang. Tubuhnya dingin. Ia meninggal. Sekeluarga bingung karena tak ada lagi bapak yang menghidupi keluarga sederhana dan hangat ini. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film OKB menampilkan gambaran keluarga yang masih patriarki, menonjolkan laki-laki sebagai tulang punggung utama keluarga. Sang istri (Cut Mini) dan ketiga anaknya, Tika, Duta (Derby Romero), dan Doni (Fatih Unru), tak berdaya ketika mereka kehilangan pegangan, tiang ekonomi. Suasana berubah ketika mereka mendapat kabar gembira bahwa ternyata si bapak meninggalkan warisan uang tabungan yang cukup banyak. Almarhum selama ini berpura-pura sebagai orang miskin, yang menghidupi keluarga dari bengkel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehidupan keluarga itu pun berubah total. Kesederhanaan yang selama ini ditanamkan bapak tak membekas di hati semua anggota keluarga. Mereka yang biasanya harus berhitung untuk segala pengeluaran, terutama untuk biaya sekolah ketiga anak, makan seadanya berlauk ikan asin, tempe, dan sayur, kini bisa mengeluarkan uang sesukanya. Mereka dengan enteng membeli aneka barang hingga makan di restoran.

Hanya, harta dadakan berlimpah itu tak bisa menutup kekagetan dan kenorakan orang kaya baru ini. Mereka terkaget-kaget dengan harga es teh dan es jus di sebuah restoran mahal. Tika, yang berotak cemerlang, mendadak menjadi "bodoh" dan tak rasional. Dengan enteng dan spontan, ia membeli sepeda motor yang dipajang dan ditawarkan di sebuah bengkel ketika sepeda motor gebetannya rusak. Ia juga membeli telepon seluler termahal untuk cowoknya itu.

Perilaku lebih norak diperlihatkan si ibu, yang memakai semua perhiasan emas di dalam rumah. "Kalau di luar rumah, bahaya nanti," ujarnya saat anak-anak terheran-heran menanggapi tingkah ibunya. Saking banyaknya uang, si ibu pun dengan sangat enteng membagikan uang pecahan Rp 50 ribu kepada pengamen. Mereka memang harus menghabiskan uangnya masing-masing untuk mendapatkan jatah warisan yang tersisa.

Cerita menjadi sentimental ketika Doni, si bungsu, merasa kesepian. Tak ada lagi senda gurau dan saling berbagi cerita di keluarga itu. Ia merindukan kehangatan meja makan yang selalu diperolehnya saat sang ayah masih hidup. Sang bapak selalu menghabiskan kepala-kepala ikan yang disodorkan anak-anaknya. Biasanya, sambil makan, si bapak memberikan wejangan tentang kejujuran, kesederhanaan, kerja keras, nilai kebahagiaan, dan sebagainya. 

Meskipun jika memakai nalar, di kota besar, seperti Jakarta, betapa susahnya bisa pulang sore dan makan malam bersama semua anggota keluarga. "Mana ada keluarga yang masih makan malam bersama seperti kita," ujar bapak pada suatu waktu.

Tak ingin kesepian, Doni pun meminta para asisten rumah tangga menemaninya makan. Sebab, ibu dan kakaknya sibuk dengan urusan masing-masing. Sebuah adegan yang menyentuh meskipun hal ini jamak ditemui. Fatih Unru tampak alami memainkan peran Doni. Lihatlah saat ia sedih dijahili teman sekelasnya, ketika kehilangan sang ayah, waktu ia memamerkan sepatu mahal kepada temannya, hingga kecemplung di bak mandi. Karakter Doni diambil dari sepotong kecil pengalaman penulis naskah, Joko Anwar. 

Seperti Keluarga Cemara, film ini pun ingin menyodorkan kebersamaan, kehangatan keluarga, serta nilai-nilai baik dan kebahagiaan keluarga. Hanya, film ini berpijak pada keadaan berkebalikan. Sementara di Keluarga Cemara bangkit dalam kehangatan keluarga setelah bangkrut, film OKB memulai situasi keluarga bahagia dalam kesederhanaan dan diuji dalam gelimang harta.

Dalam OKB, sutradara Ody C. Harahap menampilkan situasi gegar budaya ketika seseorang mendapatkan sesuatu secara mendadak dan bukan hasil perjuangan, meski ini bukan hal baru alias terasa klise. Selain itu, efek drama kenorakan mereka terlalu berlebihan. Beberapa hal terkesan tak logis. Misalnya, Tika yang digambarkan pintar, tapi jadi begitu "kampungan" dalam membelanjakan uang.

Hal lain yang sulit dicerna dengan logika biasa adalah sosok pacar Tika, Banyu (Refal Hadi), yang selalu tampil sebagai penolong. Pemuda tampan anak kuliahan yang punya prinsip dan harga diri ini bekerja keras dengan mencari uang tambahan dari pekerjaan sampingan atau paruh waktu. Suatu ketika, ia ditemui sedang menjadi pekerja katering atau membantu penggali kubur, di lain waktu sebagai waitress, terkadang jadi pembersih kaca gedung bertingkat. Semudah itu dia berganti pekerjaan yang membutuhkan keterampilan 

Saking klisenya cerita ini, penonton dengan mudah menebak-nebak adegan kenorakan tokoh sebagai orang kaya baru itu, meski Joko juga memberikan sedikit kejutan pada akhir film. DIAN YULIASTUTI


OKB
Sutradara: Ody C. Harahap
Penulis naskah: Joko Anwar
Pemain: Raline Shah, Derby Romero, Lukman Sardi, Cut Mini, Fatih Unru, Refal Hadi
Genre: Drama komedi
Durasi: 96 menit
Produksi: Screenplay Films, Legacy Pictures

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus