TAK banyak yang disiarkan Saddam Hussein di Kuwait. Buktinya berceceran sepanjang jalur utara: televisi, lemari es, dan mobil hangus, di samping mayat-mayat serdadu Irak yang dihantam roket sekutu. "Ibu Segala Perang" sudah hengkang, tapi diam-diam ia meninggalkan sepasang anak: yang satu bernama "Dendam", lainnya adalah "Demokrasi". Dendam hidup dari api 700 sumur minyak Kuwait yang dibakar Irak. Siang malam wajahnya yang hitam membuat langit gelap. Ratusan juta dolar mengalir dari kantung Emir untuk memadamkannya, tapi ia belum puas. Karena tentara Irak sudah lebih dahulu kabur atau mati, 400 ribu bangsa Palestina di Kuwait jadi kambing hitam. Alasannya, PLO mendukung Saddam. Mereka yang berkomplot dihukum. Mereka yang kabur dilarang kembali. Bahkan mereka yang berjuang melawan Irak diusir. Demokrasi lahir di luar rencana. Kakinya kerempeng dan mulutnya rewel. Saddam mengakuinya sebagai anak, tapi di luar rumahnya. Sementara itu, Sheik Jaber al-Sabah, Emir Kuwait, bersedia mengadopsinya. Nanti dulu. Tunggu tahun 1992, saat parlemen yang dulu dihapusnya didirikan kembali. Untuk sementara, hak pilih terbatas pada 65 ribu pria Kuwait yang keluarganya sudah menetap di negeri minyak itu sebelum 1920. Nenek moyang Emir sendiri berkuasa 300 tahun. Tanggal 2 Agustus lalu, rakyat Kuwait memperingati satu tahun penyerbuan Irak ke negerinya. "Dendam" tetap merajalela. Kabar tentang penganiayaan dan pengusiran orang Palestina masih terdengar. Sementara iuu, "Demokrasi" masih yatim piatu. Uang adalah segala-galanya di sini Lima bulan setelah Irak mengundurkan diri, kehidupan kembali seperti biasa di Kuwait. Supermarket penuh barang murah. Penjual mobil mengeruk untung karena sheik-sheik Kuwait memborong mobil mewah untuk mengganti seperempat juta mobil yang dicuri atau dirusakkan serdadu Irak. Di sisi lain, Kuwait masih belum membangun. Tumpahan minyak membentuk danau yang menutupi satu juta ranjau Irak dan merusakkan 35 juta m3 tanah. Air dan listrik masih sulit. Pantai sepi karena ranjau belum dibersihkan. Ada yang menuduh penguasa Kuwait terlalu berbelit-belit dan mencari untung dalam pembangunan. "Uang adalah segala-galanya di sini, " ujar seorang warganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini