Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sg, mozart dan soebronto

Pergelaran requiem karya mozart di studio rri di dukung oleh paduan suara svarna gita, orkes gabungan dari anggota osj dan mahasiswa dep musik lpkj, ditangani oleh soebronto k. atmodjo.(ms)

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PILIHAN Michael Atti Bagio pada Requiem karya Mozart memang beralasan. Di Eropa, tutur musikus yang pernah duduk di sekolah tinggi musik di Greinburg, Jerman Barat ini, setiap akhir November banyak dipergelarkan musik sedih. "Dan mengapa saya memilih karya Mozart, karena ini yang banyak digemari orang," katanya--juga di Indonesia. Tak berarti dua malam itu, 2-3 Desember, Studio V RRI Jakarta memang bersuasana muram. Ada yang terasa tak tercapai dalam pergelaran Requiem yang didukung Paduan Suara Svarna Gita, orkes gabungan dari sejumlah anggota Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) dan mahasiswa Departemen Musik Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta ini (lihat boks). Atti Bagio yang bertindak selaku pimpinan pergelaran memang mengaku. "habis, latihan lengkap dengan orkes hanya dua kali," tuturnya, biasa. Ia mcmang menghadapi soal teknis: anggota OSJ yang ikut main, sebagian adalah pegawai RRI Jakarta, hanya bisa ikut latihan di luar jam kerja. Kemudian memang bisa dipaham pergelaran malam itu, yang terasa kompak tak lain paduan suaranya. Svarna Gita (SG) yang baru didirikan awal tahun ini beranggotakan para ibu yang dulu tergabung dalam Bina Vokalia 1, dan beberapa karyawan perusahaan. Bina Vokalia I sendiri, pernah beberapa kali menang dalam festival paduan suara untuk seluruh Indonesia. Bahkan Juni tahun lalu, berkat dukungan Bina Vokalia I itu, Bina Volialil pimpinan Pranadja meraih juara III dalam festival paduan suara internasional di Den Haag. SG yang mendapat tawaran kerja sama dengan orkes gabungan pimpinan Atti Bagio, lalu mencari pelatih yang dianggap mampu. Akhirnya orang yang tak asing lagi bagi dunia musik Indonesia terpilih: Soebronto K. Atmodjo. Semua itulah agaknya yang mendukung nilai paduan suara malam itu. Soebronto, 50 tahun, kelahiran Pati, Ja-Teng, memang pernah belajar di jurusan koor di sekolah tinggi musik di Berlin. Ia pun mencipta musik: nyanyian untuk piano tunggal, untuk biola, nyanyian gereja, nyanyian anak-anak dan sejumlah lagu mars--yang sampai kini belum boleh diperdengarkan. Musikus ini memang pernah ditahan sehubungan dengan peristiwa G30S--1968-1977. "Harus diakui repertoar Mozart ini sulit," tuturnya. "Tapi para anggot. Svarna Gita rajin berlatih." Menurut Soebronto latihan praktis selama 3 bulan, seminggu dua kali. Tapi dari 70 vokalis yang tergabung dalam SG, sebagian memang orang baru --dan ini menimbulkan masalah sendiri. Hanya saja, berpengalaman memimpin paduan suara sejak 1952 sampai 1962, Soebronto tak begitu khawatir: mereka yang lemah disisipkan di antara yang kuat. Hasilnya bagi pelatih paduan suara ini: belum memuaskan benar, biasa. Itulah sebabnya ia agak ragu ketika ada kabar paduan suara SG akan keliling Eropa. Soebronto sendiri kini lebih banyak melatih paduan suara gereja. Dan sangat penting: ia optimistis terhadap perkembangan paduan suara di Indonesia. "Hampir setiap instansi mempunyai paduan suara. Tiap tahun ada lomba -meski baru terbatas pada paduan suara gereja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus