Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Doctor Strange, Semesta Jamak, dan Ancaman Tabrakan Kosmis

Film superhero Marvel ini berkisah tentang alam semesta paralel. Kehancuran kosmis alam semesta bakal terjadi bila Doctor Strange tidak campur tangan.

14 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Film superhero Marvel yang berkisah tentang alam semesta paralel.

  • Kemungkinan terjadinya rangkaian kehancuran kosmis alam semesta.

  • Sihir Doctor Strange menyelamatkan ancaman kehancuran alam semesta.

SEPULUH hari menjelang Stephen Hawking wafat pada 2018, artikelnya yang berjudul “A Smooth Exit from Eternal Inflation” dipublikasikan di Journal of High Energy Physics. Itulah artikel terakhirnya. Dalam artikel tersebut, Hawking, yang meninggal pada usia 76 tahun, mengemukakan sebuah pandangan yang selama ini tak pernah dinyatakan tapi terus-menerus menghantuinya, yaitu tentang alam semesta paralel atau multi-alam semesta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam artikel terakhirnya itu ia sekali lagi membahas masalah Big Bang dan munculnya alam semesta. Tapi kali ini ia tertarik memahami pendapat bahwa sesungguhnya Big Bang hanyalah satu dari sejumlah ledakan besar yang menghasilkan alam semestanya sendiri. Artikelnya berisi rintisan atau uji coba penghitungan atau model matematika yang dibutuhkan untuk mencari bukti atas pandangan demikian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Elizabeth Olsen dalam Doctor Strange in the Multiverse of Madness . Marvel Studio

Empat tahun sesudah kematian Hawking, dunia akademis agaknya masih berhati-hati terhadap cara pandang baru mengenai alam semesta jamak karena teleskop-teleskop bumi memang belum mampu mendapatkan data dari ruang angkasa mengenai hal itu. Tapi, dalam novel pop dan sinema, kemungkinan adanya alam paralel sudah berlari liar. Fantasi-fantasinya radikal. Dalam keliaran itu mengemuka pandangan: diri kita ternyata tidak hanya satu. Di alam semesta lain, yang entah di mana, ternyata terdapat diri kita lain yang perilakunya sama persis tapi bisa memiliki nasib yang jauh berbeda dengan diri kita di bumi.

Film Doctor Strange in the Multiverse of Madness adalah yang paling aktual mengeksplorasi alam semesta paralel dan “diri ganda” itu. Bahkan imajinasinya “ngeri-ngeri sedap”:  alam semesta jamak ini bisa bertumbukan dan menimbulkan kaos kosmis. Dalam film ini kita diberi dongeng: kisah seorang gadis kecil bernama America Chavez (Xochitl Gomez) dari alam semesta lain. Ia memiliki kekuatan yang tak bisa dikontrol, membuatnya bisa berpindah-pindah dari satu alam semesta ke alam semesta lain. Lebih dari 72 alam semesta telah ia jelajahi. Begitu ia sampai di alam semesta kita, tepatnya di New York, gurita raksasa yang dikirim seorang penyihir ternyata mengejarnya. Penyihir itu memburunya karena ingin merampas kekuatan gaib yang ia miliki.

Doctor Strange, yang menghadiri pesta perkawinan Christine Palmer (Rachel McAdams), mantan kekasihnya, sigap meninggalkan resepsi dan menyelamatkan gadis itu. Anehnya, ia seperti pernah melihat sosok gadis kecil yang diburu gurita raksasa tersebut dalam mimpinya. Doctor Strange kita tahu adalah dokter bedah yang memiliki kekuatan sihir tiada tara. Ia bisa melayang. Sihirnya mampu memanipulasi perubahan bentuk dan waktu. Ia bisa mengolah energi alam menjadi senjata mahadahsyat. Ia memiliki kekuatan teleportasi yang mampu membuatnya sampai di mana saja di planet ini dalam sekejap. Film Doctor Strange (2016) menjelaskan bagaimana semua kemampuan tersebut ia peroleh setelah mendapat perawatan dan mempelajari ilmu sihir di Kamar-Taj, kuil tersembunyi di Pegunungan Himalaya, Tibet.

Dalam film baru ini, Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) awalnya tak paham akan alam semesta jamak. Tapi kemudian dia sadar bahwa mimpinya tentang gadis kecil yang menjadi nyata adalah bagian dari dreamwalking, kemampuan melintasi alam semesta melalui mimpi. Ia lalu mengunjungi mantan pahlawan super Avengers, Wanda Maximoff (Elizabeth Olsen), yang hidup menepi di sebuah pertanian, seolah-olah ingin meninggalkan dunia superhero yang hiruk-pikuk. Wanda dianggap sebagai jagoan yang paham akan seluk-beluk multiverse. Ia juga penyihir besar yang memiliki kemampuan telekinetik tinggi. Ia dikenal dengan julukan Scarlet Witch.  

Di sinilah fokus film sesungguhnya. Wanda adalah tokoh sentral yang menjadi pangkal dramaturgi. Dialah penyebab kegaduhan lintas alam semesta. Wanda ingin Doctor Strange menyerahkan America Chavez kepadanya agar dia bisa mengambil kekuatan gadis itu. Doctor Strange menolak. Sebagai akibatnya, Wanda mencari kitab terlarang Darkhold— kitab black magic yang mantra-mantra tenungnya memiliki efek mematikan di semesta mana pun. Yang bisa menandingi dan memblokir mantra Darkhold hanyalah mantra Kitab Vishanti (Book of the Vishanti). Kedua kitab itu ibarat hitam dan putih.

Plot film ini secara sejajar mengajak kita menyaksikan bagaimana Doctor Strange dan Wanda berpacu mencari kedua kitab yang bertentangan tersebut. Doctor Strange dan America berkelana dari satu alam semesta ke alam semesta lain mencari Kitab Vishanti. Sedangkan Wanda dengan memaksa Wong, sahabat seperguruan Doctor Strange, menuju Gunung Wundagore, tempat Darkhold terpahat. Doctor Strange tiba di sebuah New York yang lain. New York yang memiliki alam flora berbeda. Tapi di metropolitan itu justru dialah yang dianggap para superhero “kembaran di bumi”, seperti Fantastic Four, Captain America, dan pengkhianat Kamar-Taj, Baron Mordo, berpotensi menghancurkan banyak alam semesta. Secara menakjubkan, ia juga bertemu dengan Doctor Strange lain yang bervisi jahat dan monumen Doctor Strange lain yang telah mati.

adegan dalam Doctor Strange in the Multiverse of Madness. Marvel Studio

Akan halnya Wanda, saat tiba di Gunung Wundagore, ia disambut raksasa-raksasa ganjil. Ia seolah-olah Dewi Durga yang telah lama dinanti. Sebuah takhta dengan latar pahatan relief seorang panteon perempuan bertangan banyak untuknya telah lama disiapkan. Di sekeliling takhta itu, ayat-ayat dan mantra-mantra Darkhold termaktub pada sekujur dinding bak prasasti. Wanda membaca mantra itu hingga ia memiliki kekuatan dreamwalking, menembus alam semesta, mengejar lagi America. Doctor Strange, demi mencegah Wanda, sampai memindahkan jiwanya untuk membangkitkan Doctor Strange lain yang telah mati.

Film ini secara kreatif mengelindankan (yang juga merupakan strategi bisnis cerdas) adegan-adegannya dengan seri film Marvel lain yang tengah tayang. Semenjak Januari lalu, misalnya, Marvel Studios memproduksi miniseri televisi web WandaVision. Mereka yang tertarik pada sosok Wanda dalam film Doctor Strange bisa lebih jauh melacak riwayatnya dalam miniseri ini. Kejenialan Marvel adalah mampu membuat “teks” dalam satu film bertautan dengan “teks” dalam film lain. Dalam film Spider-Man: No Way Home (2021), misalnya, saat jati diri Peter Parker terbuka, Doctor Strange diminta Spider-Man menyihir publik agar lupa akan hal itu. Tapi sihir Doctor Strange tak sengaja membuat portal antar-alam semesta terbuka, menyebabkan makhluk jahat semesta lain berdatangan.

Tapi baru di New York lain itulah Doctor Strange sadar akan bahaya inkursi, yaitu tubrukan antar-alam semesta. Tubrukan ini bisa berakibat sangat fatal: kedua semesta hancur atau melenyapkan alam semesta lain. Ketakseimbangan kosmis akan terjadi di seluruh alam semesta lain. Dampak tubrukan ini selanjutnya akan merembet bak kejatuhan kartu domino, menyebabkan kehancuran berantai. Suatu prahara kosmis skala besar terjadi.

Di titik ini, secara sinematik film tersebut meramu spekulasi-spekulasi kaos kosmologi mutakhir dan shamanism dengan cita rasa horor. Para astronom kontemporer, misalnya, mengatakan bukan tidak mungkin dalam sebuah waktu jutaan tahun lalu dua planet di galaksi saling menghantam hingga salah satunya kehilangan atmosfer. Spekulasi-spekulasi katastrofe demikian diadopsi dalam film ini, dibubuhi aksesori bernuansa arkeologi dan kepercayaan ritual tradisi kuno.

Lihatlah bagaimana Kamar-Taj lebih seperti kompleks kuil Buddhis. Lihatlah bagaimana keyakinan akan mujarabnya mantra-mantra dalam Kitab Vishanti atau Darkhold hampir mirip kepercayaan para datu (dukun) Batak terhadap lontar-lontar kuno kitab Pustaha Laklak. Adapun ihwal cara Wanda memusatkan pikiran agar mampu menembus semesta, tidakkah itu mengingatkan kita pada kisah kemampuan meditasi para pertapa kuno yang punya teknik menelusuri siklus reinkarnasinya sendiri atau melakukan perjalanan ke dimensi lain sebagaimana relief kitab Kuñjarakarna di Candi jago, Tumpang, Malang, Jawa Timur, menceritakan perjalanan ke neraka?

Benedict Cummberbatch dan Benedict Wong dalam Doctor Strange in the Multiverse of Madness. Marvel Studio

Sam Raimi, sutradara film ini, dikenal sebagai sutradara trilogi film Spider-Man. Sebelumnya, ia juga banyak membesut film horror. Tak aneh memang bila adegan bangkitnya Doctor Strange di alam semesta lain lebih mirip adegan zombie gentayangan. Di mata penggemar film horor, film ini juga banyak menggunakan sudut pengambilan kamera dari samping ala film setan-setanan untuk menciptakan ketegangan. Tapi, betapapun visualnya spektakuler, adu sihirnya membikin kita tersihir hingga “tak bisa bernapas”, saya melihat problem utamanya sebenarnya sepele. Bila kita amati, seluruh kekacauan alam semesta ini sesungguhnya bertolak dari keinginan Wanda menjadi seorang ibu.

Wanda selama ini mengkhayalkan memiliki dua anak dan mengasuh mereka dengan kasih sayang. Padahal faktanya dia tak mempunyai anak. Dia ingin merebut kekuatan America yang bisa berpindah-pindah secara fisik ke semua semesta agar bisa pergi mencari anaknya—siapa tahu di alam semesta lain anaknya betul-betul ada. Apakah karena masalah yang sedikit berbau telenovela itu kemudian logis bila seluruh alam semesta dihancurkan? Mungkin Wanda gusar seperti Calon Arang, yang demikian sayang kepada putrinya, Ratna Manggali, sehingga, tatkala Ratna Manggali yang cantik itu tak mendapatkan jodoh, ia marah dan kemudian meneluh, menyebarkan wabah agar semua orang mati.  

Tentu itu bukan satu-satunya “kelemahan” film ini. Hal lain yang sedikit berbau kenes: ternyata, di alam semesta mana pun yang dikunjungi Doctor Strange, yang hendak ia ketahui adalah apakah kembarannya “berpura-pura” seperti dirinya. Di bumi, sebagai superhero yang perkasa, sesungguhnya dia “membohongi diri”. Dia gagal dalam percintaan. Dia ditinggalkan kekasihnya. Dan dia menutupi dirinya sendiri bahwa ia sesungguhnya lelaki yang “tak bahagia”. Makanya, saat dia bertemu dengan Doctor Strange lain di alam semesta lain, pertanyaan yang dipendam dan hendak ia lontarkan adalah: apakah kau bahagia? Oh, Doctor Strange….

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Seno Joko Suyono

Seno Joko Suyono

Menulis artikel kebudayaan dan seni di majalah Tempo. Pernah kuliah di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Pada 2011 mendirikan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) dan menjadi kuratornya sampai sekarang. Pengarang novel Tak Ada Santo di Sirkus (2010) dan Kuil di Dasar Laut (2014) serta penulis buku Tubuh yang Rasis (2002) yang menelaah pemikiran Michel Foucault terhadap pembentukan diri kelas menengah Eropa.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus