Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Baru dua bulan memimpin Shell Indonesia, Dian Andyasuri dihadang pandemi Covid-19.
Dian mengamati perkembangan setiap anak buahnya.
Mendorong anak buahnya mengambil peran di tingkat global.
SATU tahun menduduki kursi Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia, Dian Andyasuri tak berhenti memikirkan efek pandemi Covid-19 pada semua karyawan Shell Indonesia. Sejak pagebluk bermula awal tahun lalu, ia membuat berbagai kebijakan agar semua pegawai bisa bekerja dengan nyaman dan aman dari sergapan virus corona. “Sekarang kami sedang memikirkan bagaimana mengurangi stres, karena sepuluh bulan bekerja dari rumah tentu ketahanan mentalnya sudah berbeda,” kata Dian, Selasa, 19 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian, 49 tahun, menempati posisi barunya di perusahaan asal Belanda itu pada 1 Januari 2020. Ia menjadi perempuan pertama yang menduduki posisi tertinggi itu di Indonesia. Dia juga masih menjabat Managing Director Shell Lubricant Indonesia, yang sudah ia jalani sejak Januari 2016. “Saya cukup senior di Shell. Jadi, ketika ada peluang menjadi Presiden Direktur dan Country Chair untuk Indonesia, nama saya masuk dan saya mengikuti proses seleksinya,” tutur Dian, yang sudah 13 tahun bekerja di perusahaan energi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian semula bekerja mengurus masalah keuangan di perusahaan air asal Inggris, Thames Water. Kemudian ia berpindah ke perusahaan telekomunikasi yang juga berasal dari Inggris, Three. Ia lalu melamar pekerjaan di Shell Indonesia setelah melahirkan anak semata wayangnya, Sophie, pada 2007. Pada Januari 2008, ia diterima dengan posisi manajer keuangan retail yang mengurus bisnis stasiun pengisian bahan umum (SPBU) Shell yang masih baru saat itu. Tugasnya antara lain membuat analisis keuangan untuk membantu perencanaan pengeluaran ataupun investasi agar bisnis mereka berkembang. “Tiga tahun saya di sana, jumlah SPBU berkembang dengan pesat,” ujar lulusan magister keuangan dari Brunel University London itu.
Setelah ia mengurus bisnis dan keuangan, perusahaan menyodorinya peran baru. Ia ditawari posisi senior konsultan strategi dengan basis kantor di Singapura. Dian mesti hijrah ke negeri jiran tersebut dengan memboyong Sophie, yang masih berusia empat tahun. Suaminya, yang berkarier di Jakarta, tetap tinggal di Ibu Kota.
Ia bekerja bersama tim kecil yang berasal dari beberapa negara untuk menganalisis bisnis Shell di berbagai wilayah. Mereka hanya diberi waktu tiga bulan untuk menemukan masalah dan memberikan solusi atau menyodorkan ide segar guna mengembangkan bisnis. Dian antara lain ditugasi mengatasi masalah di Thailand, Cina, Australia, dan Amerika Serikat. Dia sempat puyeng dengan tugas baru yang harus ia pelajari dengan sangat cepat itu. Terlebih pekerjaan itu membuat dia sering berpisah dengan Sophie, yang bersekolah di Singapura. “Ada saat-saat di mana saya merasa sangat lelah,” ucapnya.
Namun semua kesulitan itu bisa ia lalui. Dian ditempatkan kembali di Indonesia dengan jabatan manajer pemasaran untuk bisnis pelumas pada Juni 2014. Tugas baru itu membuat ia mendatangi bengkel-bengkel yang menjual pelumas Shell. Menurut Ghiandi Utoyo, yang ketika itu menjabat National Route-to-Market and Indirect Channel Excellence Manager Shell, Dian berkeliling ke hampir semua wilayah Jawa untuk bertemu langsung dengan penjual dan mendapat cerita dari mereka. “Saya belum menemukan pemimpin yang sering menemui penjual seperti dia,” tuturnya.
Ghiandi mengatakan Dian sangat detail dalam bekerja. Dia membedah semua angka penjualan dan berdiskusi dengan semua bawahannya untuk meningkatkan pemasaran. Mau tak mau anak buahnya terpacu untuk lebih mendalami pekerjaan. “Saya harus lebih tahu dari dia,” kata Ghiandi. Dalam dua tahun, bisnis mereka berkembang sampai dua kali lipat. Dian kemudian dipromosikan menjadi Managing Director Shell Lubricant.
Dian Andyasuri, Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia (tengah), saat peresmian perluasan pabrik di Marunda, Jakarta, Februari 2020. Dok. Shell
Selama menjadi pemimpin, Dian tak cuma menargetkan setiap pekerjaan yang ditugaskan kepada timnya selesai dengan memuaskan. Ia juga memantau perkembangan setiap anak buahnya. Ia rutin meluangkan waktunya untuk membimbing mereka satu per satu. Sebab, menurut dia, manusia adalah sumber daya paling potensial dalam sebuah organisasi, termasuk dalam perusahaan. “Ketika orang bekerja dengan bergairah, dengan baik, secara alami perusahaan akan berkembang dengan bagus,” ujarnya.
Dian ingat pengalamannya ketika baru meniti karier. Ia bekerja di Thames PAM Jaya, Jakarta, sebagai analis bisnis. Ketika itu, ia ditugasi mengerjakan proyek pembaruan sistem penagihan. Presiden direkturnya, Pierre Jacobs, yang melihat dia kesulitan menyelesaikan tugas tersebut, turun tangan memberikan bimbingan.
Setiap satu-dua pekan, Jacobs memberinya bahan bacaan untuk ia pelajari dan mengajaknya berdiskusi, termasuk memberikan beberapa petuah. Salah satu nasihat yang ia ingat adalah tentang kewajiban seorang pemimpin. “Pemimpin yang tidak memberikan waktunya untuk mengembangkan timnya atau memberikan waktu tapi tidak melihat perkembangan yang signifikan dari tim itu berarti ia masih punya pekerjaan rumah,” Dian menuturkan.
Petuah Jacobs itu ia pegang sampai sekarang. Dian ingin memastikan setiap anggota timnya berkembang dengan baik. Ia mengamati potensi setiap individu dan merancang rencana karier mereka satu per satu, termasuk menyorongkan pelatihan yang harus mereka ikuti. Ia juga meluangkan waktunya setiap pekan untuk memberikan arahan atau sekadar mengobrol dengan mereka. “Ia sosok yang tak pernah berhenti menyuruh kami belajar,” ucap Kartika Indah Pelapory, yang pernah bekerja dengan Dian di divisi pemasaran.
Menurut Indah, Dian menghubungkan para anak buah dengan orang yang jago di bidangnya. Indah, misalnya, pernah dihubungkan dengan beberapa mentor, baik yang berada di Indonesia maupun di negara lain. “Mbak Dian sangat memperhatikan baik urusan personal maupun profesional anak buah,” tuturnya.
Ketika merasa anak buahnya siap untuk tantangan berikutnya, Dian akan mendorong mereka mengambil peran lebih, termasuk mempromosikan mereka kepada petinggi Shell tingkat global. Beberapa eks anggota timnya sudah bekerja di kawasan Asia-Pasifik, Inggris, dan negara lain. “Saya ingin talenta Indonesia bisa mendunia,” ujar Dian.
Ghiandi Utoyo adalah salah seorang karyawan yang ia promosikan kepada petinggi Shell pusat. Ghiandi ditarik ke San Francisco, Amerika Serikat, guna membangun marketplace Shell untuk 2019-2021. Namun, baru satu tahun dia di Amerika, pandemi menerjang. Dia harus buru-buru pulang ke Indonesia dengan bantuan Dian. “Beliau memastikan saya bisa kembali ke Tanah Air dalam keadaan baik,” kata Ghiandi.
NUR ALFIYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo