Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI halnya kebanyakan orang yang membaca obituari ini, saya terlalu muda untuk mengalami masa kejayaan Stan Lee sebagai penulis komik pada 1960-an, yang merupakan fondasi status legendaris yang dibangunnya. Saya pertama kali mengenal nama dan suaranya sebagai narator kartun Spider-Man and His Amazing Friends pada 1980-an. Lalu, ketika mulai menggemari komik, saya memperhatikan selalu ada kata-kata “Stan Lee Mempersembahkan” di atas halaman pertama komik-komik terbitan Marvel, walau tidak ada keterlibatan langsung dengannya. Tidak ketinggalan Stan Lee yang terkenal pada abad ke-21 karena kemunculannya di semua film layar lebar kolosal yang mengadaptasi tokoh-tokoh yang diciptakannya.
Tapi Stan Lee tak sekadar menciptakan Spider-Man, Iron Man, Hulk, Black Panther, dan semua tokoh super lain yang kini sudah menjadi nama populer. Dia mengubah tata cara penceritaan fiksi, di mana fiksi berperan sebagai komentar sosial dan setiap kisah membentuk anyaman yang menghubungkan unsur-unsur yang sepertinya tidak bersambung sama sekali.
Dilahirkan sebagai Stanley Martin Lieber di New York, Amerika Serikat, pada 28 Desember 1922, dia adalah penggemar cerita-cerita petualangan yang terdapat dalam film-film Errol Flynn dan novel-novel Hardy Boys. Setelah lulus sekolah menengah atas, dia mendapatkan pekerjaan serabutan di -Timely Comics milik pamannya, Martin Goodman. Sebuah posisi yang mendadak kosong membuat Lieber harus beralih menjadi penulis saat usianya baru 17 tahun. Mengingat sifat komik sebagai hiburan ringan ketika itu, Lieber, yang bercita-cita menjadi penulis serius, memilih nama pena Stan Lee dan menyimpan nama aslinya untuk nanti saat dia akhirnya menulis novel.
Setelah sempat menulis naskah untuk film pelatihan ketika sedang bertugas di Angkatan Darat selama Perang Dunia II, Lee kembali ke perusahaan lamanya, yang kini bernama Atlas Comics, dan menciptakan komik-komik yang sekadar mengikuti tren yang sedang populer: romansa, horor, fiksi ilmiah. Ketika Martin Goodman mendapat kabar bahwa penerbit pesaingnya, DC Comics, akan meluncurkan komik berjudul Justice League yang menampilkan berbagai pahlawan super dalam satu tim, dia mendesak Lee mengikutinya.
Saat itu, Lee sudah berpikir untuk meninggalkan komik demi karier yang lebih memuaskan. Adalah Joan, istrinya, yang mendorongnya menulis tipe komik yang sesuai dengan keinginannya. Dengan ilustrasi oleh Jack Kirby, yang menciptakan Captain America ketika Lee mulai bergabung dengan Timely Comics dua dekade sebelumnya, pada 1961 Lee menciptakan Fantastic Four untuk penerbit yang kini bernama Marvel Comics. Ketimbang memperlihatkan kesempurnaan sikap dan moralitas serba hitam-putih yang ditampilkan tokoh DC seperti Superman dan Batman, serta ambisi dangkal para lawan mereka, Lee berusaha menciptakan karakter yang lebih rumit dan realistis. Walau Fantastic Four memiliki kekuatan super, hal yang membuat mereka terasa istimewa adalah tim itu terdiri atas sahabat dan keluarga sehingga punya hubungan penuh kasih sayang dan ada pertengkaran antar-anggota layaknya keluarga di dunia nyata.
Edisi pertama Fantastic Four laku keras, dan mengawali apa yang disebut Lee sebagai “Era Pahlawan Marvel”. Sambil bekerja dengan laju cepat, Lee dapat menciptakan tokoh baru dalam sehari dengan mencari nama dan kekuatannya, lalu mengembangkan kepribadian tokoh tersebut, termasuk memberinya kelemahan dan kekurangan. Sementara itu, para kolaboratornya, seperti Jack Kirby, Steve Ditko, Wally Wood, dan Don Heck, mengembangkan sisi visual dan alur cerita yang kemudian diberi dialog oleh Lee.
Maka lahirlah Spider-Man, yang menyembunyikan kegelisahan dirinya yang masih remaja di balik topeng dan perawakan yang berkelakar; Iron Man, yang menggunakan kostum zirah canggih untuk menyelamatkan nyawanya sendiri sekaligus menebus dosa masa lalunya sebagai pedagang senjata; Thor, sang dewa petir yang diturunkan ke bumi sebagai manusia pincang agar belajar soal kerendahan hati; -Daredevil, yang mendapat kekuatan super lewat aksi heroik di masa kecil yang mengorbankan penglihatannya; dan The X-Men, yang bertekad melindungi umat manusia yang membenci mereka hanya karena terlahir berbeda sebagai mutan. Bahkan para antagonis turut memiliki motivasi yang lebih rumit dari sekadar kerakusan dan dominasi, seperti Magneto sang musuh X-Men yang berupaya menaklukkan manusia demi melindungi kaum mutan.
Lee juga mendukung keberagaman, sebagaimana terbukti dari terciptanya Black Panther, pahlawan super pertama dari Afrika dan raja sebuah negara yang fiktif tapi digambarkan lebih canggih dibanding dunia Barat. Dia pun menciptakan tokoh perempuan kuat seperti Black Widow, Invisible Girl, dan The Wasp, yang sanggup mengimbangi rekan-rekan mereka yang lelaki. Dia juga menyelipkan isu-isu dunia nyata ke dalam kisah-kisahnya, seperti cerita Spider-Man yang harus menghadapi sahabatnya yang kecanduan narkotik, serta menggunakan Iron Man yang mengandalkan teknologi sebagai sarana untuk menyinggung soal persaingan senjata dalam Perang Dingin.
Dia juga mencetuskan kontinuitas dalam kisah-kisahnya, di mana tokoh-tokohnya terus bertumbuh dan berkembang, bukan seolah-olah tak pernah bertambah usianya. Ini berarti Spider-Man lulus dari remaja yang canggung dan menjadi pemuda apes yang berusaha mencari nafkah sambil menunaikan tugas sebagai pahlawan super, dan Mister Fantastic bersama Invisible Girl dari Fantastic Four menuju pelaminan. Semua tokoh Marvel juga berada di alam semesta yang sama dan saling terikat, di mana kejadian dalam satu cerita dapat berdampak dan menjadi acuan di komik lain. Ini adalah fondasi dari formula dunia bersama yang diadaptasi dengan sukses oleh Marvel Studios hampir setengah abad kemudian, disusul oleh studio-studio film lain dengan properti masing-masing.
Setelah melepas tugas sebagai penulis dan editor saat menjabat penerbit Marvel pada 1972, Stan Lee menjadi lebih berfokus membawa karya-karyanya menembus televisi dan film. Kadang-kadang ia berhasil, seperti lewat film seri The Incredible Hulk yang dibintangi Bill Bixby dan Lou Ferrigno.- Namun banyak kegagalan, seperti film layar lebar yang sempat akan dibuat oleh James Cameron, yang terkenal berkat The Terminator.
Sementara itu, Lee juga menghadapi cercaan dari mantan kolaboratornya, Jack Kirby, yang menuduhnya melebih-lebihkan kontribusinya terhadap tokoh dan cerita yang mereka ciptakan bersama untuk Marvel.
Meskipun ada kontroversi itu, disusul dengan bangkrutnya Marvel Comics pada pertengahan 1990-an serta pendirian Stan Lee Media yang kurang berhasil, reputasi Lee tetap gemilang sebagai maskot Marvel dan dunia komik secara umum. Maka, ketika tokoh-tokoh Marvel akhirnya tampil dalam film-film layar lebar berbiaya tinggi pada awal abad ke-21, rasanya pantas melibatkan pria yang paling awal berjasa menghidupkan mereka itu, walau hanya untuk beberapa detik.
Bahkan, ketika usianya sudah mendekati satu abad, rasanya Stan Lee akan hidup selamanya jika dilihat bagaimana dia terus hadir di karpet merah dan menjadi duta untuk kreasi-kreasinya. Pada Juli 2018, dia masih bercerita kepada The Guardian bahwa dia “tak sabar menjalankan peluang bisnis baru dan petualangan lain yang sudah direncanakan”. Jadi, meskipun diberitakan kesehatannya menurun dalam beberapa bulan terakhir, rasanya masih mengagetkan ketika mendapat kabar bahwa dia meninggal pada Senin, 12 November lalu. Sebelum wafat, dia masih sempat menjalani syuting adegan untuk tiga film Marvel yang akan datang, yang menunjukkan betapa tinggi etos kerja Stan Lee hingga akhir hayatnya.
HASIEF ARDIASYAH, PENULIS MUSIK, PENGGEMAR KOMIK AMERIKA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo