Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tengoklah foto-foto itu. Sesosok kepala berwarna merah mirip jengger ayam. Judulnya Blaubard, yang dalam bahasa Belanda berarti jenggot biru. Foto lain: sesosok mata dan bibir bergincu merah. Karya ini bertajuk Bubbelbabbe lbos.
Foto-foto itu semua menonjolkan kesan tentang makhluk-makhluk aneh. Anda akan sulit menebak sosok apakah itu. Tapi bila Anda memperhatikannya lamat-lamat, maka anda akan mendapat sebentuk potongan-potongan anatomi. Ada mata, ada mulut…. Itulah pameran karya fotografer Matthijs Reppel asal Belanda yang bertajuk In de hand gehouden atau Dalam Genggaman di Erasmus Huis, Jakarta, 10 September hingga 19 Oktober. Aura surealisme sangat kuat terasa dalam pameran itu.
Di mata fotografer senior Indonesia, Firman Ichsan, terasa fotografer Belanda ini menyuguhkan pendekatan mistifikasi dalam karya-karyanya. Pada pameran ini Reppel secara khusus menampilkan foto-foto berbagai figur dan obyek karya salah satu pemain boneka terkenal di Negeri Kincir Angin, Damiet van Dalsum (63 tahun).
Damiet van Dalsum tahun lalu pernah membawa pertunjukan teater bonekanya di Jakarta. Judulnya Club Medea. Bagi siapa saja yang menonton pertunjukannya, memang sangat surealistis. Waktu itu ia menampilkan boneka-boneka dengan karakter tokoh-tokoh mitologi Yunani Creon, Merope, Medea, Jason, Agameda, Kreon, Merope, Glauke. Semua boneka itu mulanya ditutupi kain seperti burqa atau cadar. Bila ia mau menggerakkannya, baru selubung-selubung itu ia buka. Dan ketika disingkap, kita melihat raut dan sosok boneka itu sama sekali tidak konvensional. Paras tokoh itu ada seperti belalang yang memiliki sungut-sungut.
Sosok-sosok seperti inilah yang dijepret oleh Reppel. Reppel dan Dalsum merupakan seniman yang dibesarkan di kota yang sama, Dordrecht. Di Dordrecht setiap tahun diselenggarakan sebuah festival boneka terkenal. Karya fotografi sendiri ini, menurut Reppel dalam sambutan tertulisnya, merupakan permintaan khusus dari Pusat Seni Rupa Dordrecht pada Januari 2005. Reppel dipilih karena sejak pertengahan tahun 90-an ia telah menunjukkan ketertarikan pada teater boneka.
Reppel tidak sekadar mendokumentasikan sebagaimana layaknya fotografer lain memotret seni pertunjukan. Sosok-sosok topeng yang sudah aneh tersebut oleh Reppel dilepaskan dari unsur dalangnya. Dalam proses suntingan komputer, Reppel menghapus semua benang, tongkat, dan alat yang digunakan oleh Dalsum, sang dalang boneka, ketika menggerakkan obyek-obyek boneka itu, sehingga dalam foto tampak boneka-boneka itu mandiri dari dalang. Menurut Firman, banyak hal teknis untuk menghilangkan detail-detail yang tidak diinginkan, namun cara Reppel sangat teliti.
Hasilnya, memang, karya-karya Reppel mampu menampilkan sosok-sosok makhluk yang “kaya”. Ada kesan burung, ada kesan alis…. Foto tak ubahnya sebuah karya seni rupa. Reppel membebaskan tafsir penonton. Hampir semua pertunjukan Damiet Van Dalsum tentu belum kita tonton. Keberhasilan foto-fotonya tetapi menurut Reppel adalah apabila kita bisa menikmati dan memiliki penglihatan sendiri atas foto-fotonya tanpa perlu pengetahuan tentang pertunjukan Dalsum itu.
Meski telah lama menekuni dunia fotografi, nama Reppel, menurut Firman, tak ada dalam ensiklopedi nama fotografer Belanda berpengaruh. Padahal, ia layak disejajarkan dengan nama-nama fotografer terkenal Belanda lain. Keterasingan ini memang sebuah konsekuensi. Reppel di mata Firman adalah fotografer yang memilih untuk melawan arus. Ketika semua fotografer berusaha masuk dalam genre-genre tertentu, pria 59 tahun itu menolak kategori. Karena itu, Firman pun terheran-heran tatkala mendapati karya Reppel disajikan Erasmus Huis Indonesia.
Sita Planasari Aquadini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo