Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tak kalah dengan silat hong kong

Film silat indonesia mampu menembus pasar luar negeri. biasanya cerita berlatar belakang sejarah atau legenda. teknik tipuannya tak kalah dengan film silat hong kong. yang masih kurang gaya bertuturnya.

6 Oktober 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FILM silat Indonesia, ~ternyata, tak cuma laris di daerah-daerah, tetapi juga diam-diam dikagumi oleh pedagang film dari luar negeri. Film yang penuh gedebak-gedebuk ini konon secara teknik tak kalah dengan film-film silat buatan Hong Kong. Dan kelebihannya, cerita yang melatarbelakangi silat itu adalah sejarah atau lebih tepatnya mengenai legenda. Tak mengherankan kalau film Saur Sepuh sampai saat ini sudah dibuat dalam empat edisi dan mungkin masih ditambah beberapa judul lagi. Dari produser ~yan~g sama, Kanta Indah Film, muncul serial baru, Tutur Tinular, yang kini sudah mengambil ancang-ancang untuk episode kedua. Rapi Film, yang dahulu memproduksi film silat serial Si Buta dari Gua Hantu kini memproduksi serial yang lain, Pedang Nagapasa. Akan halnya Si Buta untuk episode keenam ini pindah produser. Puluhan film silat sudah lahir dan beredar di bioskop-bioskop daerah, termasuk di layar tancep. Bahkan raja dangdut Rhoma Irama yang selama ini punya merek dagang "film dakwah", ikut-ikutan bersilat dalam serial Jaka Swara, dan edisi pertamanya segera beredar. Adanya seri-seri itu membuktikan bagaimana film jenis ini mendapat sambutan & daerah "pinggiran". Yang menarik, itu tadi, ternyata beberapa film silat pribumi ini mampu menembus pasar luar negeri. Walau belum jelas berapa judul yang sebenarnya sudah laku, yang bisa diekspor agaknya yang digarap dengan kolosal. Seperti yang dikatakan produser Rapi Film, Gope T. Samtani, film silat yang bisa dijual ke luar negeri itu yang betul-betul digarap cermat dan melibatkan ribuan pemain. Biayanya juga besar. Gope mengambil contoh film Pedang Nagapasa yang pekan lalu mulai beredar serentak di beberapa kota. "~Ongkos produksi di luar mencetak ~copy lebih dari Rp 700 juta," katanya. Film yang penuh adegan perkelahian di udara ini ditawarkan untuk peredaran di Eropa dan Amerika. Gope mengaku tak punya kesulitan karena hubungan dagang dengan mitra usahanya sudah terjalin. Yang jadi persoalan adalah dubbing karena memerlukan waktu yang tidak singkat. "Semua film itu harus didubbing ke dalam bahasa Inggris sebelum ditawarkan," katanya. Menurut Gope, daya tarik film silat Indonesia adalah teknik tipuannya (~trick) yang tak kalah dan bahkan kini melebihi film silat Hong Kong yang beredar di sini. Padalhal, kata Gope, tipuan-tipuan itu sudah bisa dibuat oleh orang-orang Indonesia sendiri. "Animasi film Pedang Nagapas~a menghabiskan lebih dari Rp 70 juta," ujar Gope. Anid yang dimaksud misalnya membuat bagian-bagian tubuh lepas, cahaya gaib, adegan terbang. Pedang Nagapasa yang disutradarai Slamet Riyadi dengan bintang antara lain W.D. Mochtar, Afrizal Anoda, Aneke Putri, Advent Bangun ini juga menonjol dalam hal musik yang dikerjakan Embi C. Noer. Para musisi ternama memang kin~i tak "malu-malu" lagi menggarap ilustrasi musik film silat. Dulu, keengganan itu ada karena cerita film-film silat hanyalah gedebak-gedebuk sambil pamer darah. Selain Embi, musisi dari Bandung, Harry Roesli, pun mulai tertarik mengisi musik film silat. Garapan terakhirnya adalab film Le~mbah~ Maut yang merupakan episode keenam dari Si Buta dari Gu~a Hantu. "Banyak tantangannya, jadi saya tertarik," kata Harry Roesli. Namun, Ratno Ti~moer, produser dan sutradara yang tetap memerankan Si~ Buta, tak bernafsu menjajaki penjualan filmnya ini ke luar negeri. "Sasaran saya di dalam negeri saja. Permintaan masyarakat cukup besar, karena itu Si Buta diproduksi terus," katanya. Ia menyebutkan, filmnya kali ini lebih "manusia~wi" karena adegan perkelahian diku~rang~i porsinya. Itu berarti biaya animasi dan menciptal~an tr~ick bisa dihemat. Ratno menga~u, Si Buta episode keenam ini hanya menelan biaya Rp 200 juta. Tapi itu belum termasuk untuk men~etak 40 copy. Jika teknik dan trick-trick film silat Indonesia mulai membaik, gaya bertuturnya tetap ma~sih kedodoran. Apalagi kalau cerita itu dicantelkan pada "sejarah", misalnya, yang berlatar belakang Kerajaan Majapabit. Terasa sekali, kelemahan skenarionya terletak pada kurangnya riset kepustakaan. Putu Setia dan Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus