DALAM hal lukis-melukis di negeri kita, Handrio (kelahiran Purwakarta, 1926) termasuk jenis langka. Memang Affandi pun hanya seorang. Tetapi melukis dengan coretan nervous meliuk dan mengalun tak teratur, menggambarkan sosok manusia dan benda-benda di sekelilingnya pendeknya, melukis dunia dengan semangat tegang atau resah -- ini dilakukan Affandi dan banyak pelukis lainnya. Handrio seorang diri dalam hal keteguhan menggarap corak geometris. Dalam seni lukis kita, corak ini hadir secara kadang kala, di sana-sini, dan sementara. Dipraktekkan sedikit pelukis -- umumnya hanya untuk beberapa waktu -- jarang bersifat murni, dan kebanyakan dengan sifat geometris yang tipis atau longgar. Seni Handrio geometris sejak dini, menjelang 1960. Masa itu ia melukis barang-barang yang akrab baginya, terutama alat musik. Dalam citra di bidang gambar, sosok barang itu dipipihkan, dipecah-rombak menjadi gubahan kepingan bermacam raut geometris. Dalam perkembangan kemudian, barang disingkirkan, dan ia membuat konstruksi ruang-ruang geometris yang rumit dan pelik: seri lukisan "labirin" (begitu ia memberi judul pada sejumlah karyanya). Dalam pameran tunggalnya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 18-25 November, Handrio -- keluar dari labirin -- memajang 30 buah lukisan hasil 1987 yang meledak dengan warna-warni terang-benderang dalam gubahan geometris ketat. Dari pekerjaan yang satu ke yang lain, kepada kita disajikan -- yang terbanyak -- lajur-lajur lurus besar-kecil, berpotongan atau bertumpangan. Kita melihat banyak macam segi empat, kadang-kadang segi tiga dan lingkaran. Tampaknya, Handrio menggunakan penggaris dan jangka. Bekerja dengan akrilik pada kertas linen, ia mengisi raut-raut geometris sederhana yang terjadi di bidang gambarnya itu dengan warna-warni rata: merah, hijau, kuning, ungu, jingga, biru, dan lain-lain. Seakan hendak menekankan ketertiban, ketiga puluh lukisan itu berukuran sama (85 x 55 cm) dan berbingkai seragam (kayu cokelat gelap, lebar, terasa terlalu berat dan mencolok). Handrio membuat gubahan dari raut-raut geometris sederhana dan warna-warni tak alami, dan tidak melukiskan obyek apa pun di sekitar kita. "Judul" yang ia berikan kepada karyanya ialah nomor I sampai dengan XXX. Ia tidak menghendaki judul yang menggugah asosiasi pikiran penonton kepada obyek, keadaan, maupun peristiwa dalam kenyataan. Menolak tragedi dan komedi ataupun melodrama kehidupan, seni Handrio menyajikan semacam utopia: dunia geometri yang jernih dan selaras, orkestrasi warna-warni terang, di mana perbedaan dan pertentangan diterima dan tidak membawa pada kemelut dan perpecahan. Ia menuju pada tamsil dunia lain, yang sedikit pun tak mengingatkan pada dunia kini dan di sini. "Dunia ideal" yang terbayang dalam pekerjaan Handrio tidak selama-lamanya serupa. Pelukis ini bukan saja piawai dalam hal irama, keseimbangan asimetris, serta paduan warna-warni dan berbagai unsur lukisan. Ia juga ahli variasi. Lukisannya bisa tampak diam, statis (VIII, XXVIII), atau menggugah gagasan dinamika dan kecepatan (terutama V). Bisa tegang dan perkasa, atau riang dan halus, terutama berkat jajaran laju tipis atau garis (misalnya II, VIII). Sejumlah lukisan cenderung tampak data atau memperlihatkan ruang trimatra yang dangkal sebagai akibat warna dan pertumpangan raut (VIII, X, XVIII, XXVII, XXVIII, dan lain-lain). Sejumlah lainnya memperlihatkan ruang dengan tegas (VII, IX, XV, XVI, XIX, dan lain-lain). Kesan ruang trimatra ini akibat garis atau laju miring yang berpotongan, dan warna. Dan selalu rancu: dengan satu cara "membaca", suatu bidang tampak surut ke belakang, tetapi dengan cara lain kelihatan maju ke depan. Efek optis in memperkaya lukisan Handrio: pada orkestra si raut, warna, dan garis (lajur), ditambahkan permainan ruang. Citra (representasi) ruang trimatra itu menunjukkan betapa citra tidak mudah disingkirkan seluruhnya, yaitu secara mutlak, dari lukisan. Dan sekali citra ruang (dan sosok, sekali pun sosok geometris terbentuk, sukar dihindarkan tergugah asosiasi pikiran kepada dunia nyata. Kita, yang mengenal lingkungan modern d kota besar, sulit menindas asosiasi pada pemandangan sudut kota dengan bangunan-bangunan modern dalam melihat lukisan IX, XV dan XVI, misalnya. Ataupun asosiasi pada ruangan dengan pintu-pintu dan dinding-dinding ketika mengamati lukisan XVII dan XIX. Terdapat tiga perspektif berbaur dalam seni Handrio. Pertama, amat tegas kini perspektif pada bentuk ideal atau bentuk murni, mutlak, tidak bertalian dengan pencitraan obyek dan pengungkapan emosi dari kehidupan nyata: "perspektif utopis". Lalu lebih tipis, perspektif pada bentuk bersistem dan penjelajahan efek-efek optis, perspektif seni optis. Dan, paling tipis, perspektif pada citra ilmu dan teknologi. Keluar dari labirin, ke mana Handrio pergi ? S.Y.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini