Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Tariq dan Reformasi Radikal

Sebuah buku yang memberikan gambaran tentang upaya membumikan Islam di Eropa dan Barat.

6 Juli 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation
Pengarang: Tariq Ramadan
Penerbit: Oxford University Press, Mei 2009
Tebal: 372 halaman

Tariq Ramadan boleh dikatakan bukan sosok semacam ”like father, like son”. Walau keturunan aktivis radikal Ikhwanul Muslimin, Said Ramadan, yang diasingkan pemerintah Mesir ke Swiss, penampilan Tariq jauh dari gambaran seorang ikhwani.

Tariq dibesarkan dalam tradisi perpaduan intelektual Eropa yang kritis dan keluarga muslim imigran asal Mesir yang taat. Ia produk hibrida Islam dan Eropa. Sebagai akademisi Eropa di bidang kajian Islam (Islamic studies), ia juga mengajar di beberapa kampus ternama, dan aktif dalam perdebatan intelektual di forum-forum ilmiah.

Tariq menolak anggapan umum bahwa seorang muslim yang datang lalu menetap di Eropa masih disebut sebagai orang asing. Di mata Tariq, muslim yang sudah lama menetap di suatu negara asing hingga beranak-cucu dan menjadi warga setempat berhak menyatakan diri sebagai bagian dari bangsa di tanah barunya itu. Dia berhak meneguhkan diri sebagai muslim Eropa (European muslim), bukan muslim di Eropa (muslim in Europe).

Buku ini merupakan sekuel pemikiran Tariq yang ingin membebaskan kajian-kajian keislaman kontemporer dari penafsiran kaku agar bisa mengikuti perkembangan kajian keilmuan, pengetahuan, dan filsafat. Tariq mengurai pemikirannya dalam tiga buku.

Buku pertamanya To Be a European Muslim menegaskan permasalahan teks yang tak bisa berubah dan dunia sekitar yang berubah. Buku keduanya Western Muslims and the Future of Islam menukik perlahan pada persoalan nyata seperti komitmen politik, pendidikan, dan sosial, yang dihadapi kaum muslim di dunia Barat. Sedangkan buku ketiganya Islam, the West and the Challenges of Modernity mempertanyakan posisi kaum muslim di hadapan keanekaragaman modernitas.

Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation terdiri atas empat bagian, 12 bab. Dalam buku keempat ini, ia menawarkan reformasi radikal. Pada bagian pertama, penulis menyatakan pentingnya reformasi penafsiran yang tidak terjebak ke dalam pembacaan teks-teks hukum belaka. Seluruh bangunan agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan juga bertumpu pada etika. Persoalannya, etika terlalu sering disejajarkan semata pada prinsip-prinsip yang memisahkan kehidupan individual dan publik, sebagaimana lazim dipahami orang awam terhadap proses sekularisasi. Bagi Tariq, sekularisasi bukan berarti meminggirkan moral, melainkan lebih terkait pada derajat otoritas.

Dalam bagian kedua buku ini, Tariq mengevaluasi karya-karya standar kajian keislaman, baik klasik maupun kontemporer. Setelah mengurai pendekatan deduktif Imam Syafii, pendekatan induktif Imam Hanafi, serta kemustahilan memutus teks suci dari konteks implementasi praktis, Tariq membuat sebuah sintesis (halaman 77-83).

Menurut Tariq, saat ini permasalahan kaum muslim sudah keluar dari wilayah geografis Timur Tengah, Afrika Utara, atau negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Permasalahan mendasar umat muslim terkait dengan kemanusiaan dan lingkungan saat ini justru muncul di negara-negara Barat, yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Padahal para penafsir otoritatif yang diakui oleh mayoritas muslim terasa masih kurang membumi ketika berhadapan dengan permasalahan di negara-negara Barat.

Produk hukum yang mengandung etika merupakan sublimasi pemikiran sang penafsir terhadap budaya, cara pandang, serta keseharian masyarakat tempat ia berada. Hal ini membawa Tariq pada keyakinan bahwa pusat perhatian dalam rangka membangkitkan etika untuk membebaskan masyarakat dari kungkungan dogma sempit kini sudah bergeser dari kawasan muslim ke kawasan mayoritas nonmuslim. Tentu saja, persoalan yang dihadapi pun jauh lebih majemuk sehingga dibutuhkan kerja sama antara para pengkaji teks sumber Islam dan para sarjana disiplin ilmu lain.

Bagi masyarakat muslim di Indonesia, tawaran Tariq ini tentu bukan barang baru. Sebab, jalan pembebasan etika Tariq mungkin sama dengan jalan pembumian Islam konteks Indonesia, seperti dipelopori Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid. Lalu perkara kerja sama antara sarjana agama dan sarjana non-agama juga sudah dilakukan oleh sejumlah ormas keislaman sebelum mereka berpendapat atau menjawab suatu permasalahan. Namun posisi Tariq, yang lahir dari keluarga imigran di lingkungan masyarakat sekuler Eropa, mungkin menjadikan buku ini layak disimak. Setidaknya ada perbandingan antara proses pembumian Islam di Indonesia dan upaya membumikan Islam di Eropa dan Barat.

Rosdiansyah, Direktur Surabaya Readers Club

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus