Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tentang Cahaya dan Warna

Dalam pameran tunggal terbarunya, Syagini Ratna Wulan kembali ke dasar. Mengeksplorasi spektrum warna Newtonian, tekstur, dan material bahan.

23 Mei 2016 | 00.00 WIB

Tentang Cahaya dan Warna
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Empat puluh panel shaped canvas itu disusun berdampingan, rapat-rapat tanpa menyisakan celah. Masing-masing panjangnya 200 x 15 sentimeter. Karya terbaru Syagini Ratna Wulan itu membentuk gradasi warna ungu, biru, hingga putih. Tekstur tiga dimensi dari shaped canvas itu terlihat menonjol dari kejauhan. Itu berkat sentuhan warna putih kekuningan di beberapa sisi. Karya berjudul 1016 itu adalah karya terbaru Cagi-panggilan akrab Syagini-yang dipajang dalam pameran tunggalnya di ROH Project, Menara Equity, Jakarta Selatan, hingga pekan lalu.

Cagi, 37 tahun, sempat mencuri perhatian dunia seni rupa Indonesia pada 2011 ketika menggelar pameran berjudul "Love Affair pt 1: Dining Room/White Lies". Kala itu dia menciptakan ruang putih dengan benda-benda meleleh. Dalam pameran tunggal terbarunya, perupa asal Bandung ini kembali ke dasar. "Saya biasa membuat karya dengan melihat manusia, alam semesta, bentuk. Kali ini saya ingin kembali ke basic. Hal-hal yang enggak saya sadari kalau ada," katanya.

Inspirasi Cagi dalam pameran ini bermula dari cahaya. Cahaya dalam spektrum warna Newtonian bukan sekadar cahaya. Lewat prisma, keluar aneka lapisan warna yang berkelindan, berubah. Seperti karya 1016 tadi, dari sisi depan, panel kanvas biru seolah-olah berubah warna menjadi ungu dan putih, seolah-olah tertimpa cahaya tertentu. Adapun bila dilihat dari sisi kiri, akan terlihat warna ungu kebiruan yang teduh. Namun, bila dipandang dari kanan, ada guratan nuansa cerah.

Menurut Cagi, lekukan kanvas dalam karya-karya itu dirancang khusus. Dia memasukkan angka-angka Fibonacci yang disebut memiliki rasio universal. "Kanvas ini terbentuk karena hitungan matematis. Geometri alami, seperti lekuk bunga, cara menghitungnya punya sekuens sendiri," katanya. Semua karya shaped canvas dalam pameran ini terukur, terhitung secara matematis dan presisi.

Warna yang muncul adalah warna pastel yang cenderung terang dan tipis. Dalam setiap sudut, tingkat terangnya warna berbeda. Warna ini tidak muncul bila Cagi menggunakan cat minyak, yang merupakan keunggulannya. "Saya menggunakan lacquer dengan teknik semprot untuk mendapatkan warna ini," katanya. Pada bingkai karya ini, Cagi juga memberikan sentuhan warna fluorescent untuk memberikan kesan berpendar.

Pada lukisan 500 to 555 nm, Cagi menggunakan teknik yang sama. Bedanya terletak pada lekukan kanvas, warna yang digunakan dan jumlah panel yang digunakan. Karya yang disusun dari 10 panel bercelah ini menampilkan gradasi warna biru kehijauan ke warna kuning keputihan. Warna di tiap panel kanvas tidak tunggal, tapi memiliki gradasi warna yang tipis. Sedangkan pada karya 1235885321, panel aneka ukuran itu menampilkan warna-warna fluorescent yang berkesinambungan.

Tapi, dalam pameran berjudul "Spectral Fiction" ini, Cagi tidak hanya menciptakan karya yang terukur. Perupa yang pernah mengikuti program residensi di Tokyo ini juga menggunakan aspek intuisinya dalam menciptakan karya-karya berbahan dasar resin, zat kental yang dikonversi menjadi polimer, dengan semprotan lacquer untuk menghasilkan warna. "Karya-karya dengan resin ini sepenuhnya menggunakan intuisi saja, tanpa hitungan. Berbeda dengan karya kanvas," kata Cagi. Teknik ini jauh lebih sulit ketimbang kanvas yang solid.

Pada 80 inch 16:9, misalnya, Cagi menampilkan gelombang menyerupai organisme yang terbentuk dari aneka warna. Sedangkan pada 80 inch 16:10, warna kemerahan melebur dalam warna kuning, hijau-biru dengan guratan garis-garis aneka warna yang menyerupai kecepatan cahaya. "Karya ini terbentuk dengan menyemprotkan lacquer," katanya.

Satu-satunya kelemahan dalam pameran ini adalah dinding ruang pameran yang berwarna putih. Putih, dasar warna Newtonian ini, membuat warna-warna dari karya Cagi kurang keluar. Bila latar dari ruang pamer ini gelap, pengunjung akan lebih mudah terfokus pada guratan, gradasi, dan tekstur karya-karya Cagi. Menurut Cagi, karyanya dalam pameran ini merupakan perkembangan dari karya-karya yang ditampilkan di Art Stage Singapura pada Januari lalu. "Persiapan saya untuk pameran ini sekitar tiga bulan," katanya.

Amandra M. Megarani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus