THE STORY OF ADELE
Pemain: Isabelle Adjani, Bruce Robinson
Skenario: Francois Truffaut, Jean Gruault, Suzanne Schiffman
Sutradara: Francois Truffaut
SEBUAH perahu keluar dari kabut dan kegelapan malam. Merapatke
pelabuhan yang lebih mirip timbunan barang. Di antara
penumpangnya yang mengenakan baju tebal panjang, terselip
seorang wanita muda. Dia bepergian sendiri--tidak lazim untuk
zaman itu, tahun 1863 juga tidak untuk tempat itu, Halifax,
pelabuhan kecil di pantai timur Kanada. Tapi yang lebih menarik
adalah sepasang mata wanita yang indah itu, yang nyalang mencari
ke sana ke mari. Sampai ia terbaring gelisah di sebuah kamar,
penonton belum juga tahu siapa dia.
Sutradara Truffaut mungkin sengaja menggantung rasa ingin tahu
penonton lewat gambar-gambar suram kecokelatan. Dari situ
kemudian, seperti merayap, drama. Dan misteri. Memang, pada
credit title disebutkan cerita ini merupakan kisah nyata
tentang tokoh yang pernah ada Adele Hugo. Diakah wanita yang
turun sendirian dari perahu itu? Bukankah dia mengaku sebagai
Nona Lewly, kepada kusir O'Brian? Dan, juga, sebagai nyonya yang
dikirim keluarganya untuk mencari seorang letnan Inggris bernama
Albert Pinson?
Lewat monolog yang tiap kali muncul, terutama di saat wanita itu
menulis surat, berkata-kata sendiri atau membuat catatan harian
di kamar, barulah bisa diketahui bahwa dialah memang Adele Hugo,
putri kedua penyair - pengarang - politikus Prancis kenamaan
Victor Hugo. Dan Letnan Pinson itu, oh -- demi Pinson, Adele
memutuskan pertunangan dengan seorang penyair terkenal. Malah
menyeberangi Lautan Atlantik, memburu letnan itu di Halifax,
ribuan mil jauhnya dari Guernsey, pulau kecil tempat pengasingan
ayahnya. Perburuan itu memang digerakkan oleh gairah yang
berkobar, yang membuat Adele sanggup menulis kalimat: "Aku
beragama cinta" -- dalam catatan harian.
Lewat dua cara Truffaul berusaha mengembangkan cerita. Pertama,
catatan dan monolog Adele. Juga gangguan gangguan yang muncul
kala tidur akibat pengalaman traumatis karena kematian
Leopoldine, kakaknya yang tenggelam di telaga bersama suaminya.
Semua itu mengambil tempat dalam sebuah kamar. Di sini juga
Adele membuat altar kecil meletakkan foto Pinson di atasnya.
Dan kedua berbagai peristiwa lain yang terjadi di luar kamar.
Cerita baru mulai ketika surat Adele dititipkan pada Pinson.
Berlanjut pada dialog pertama antara si wanita pemburu dan
kijang jantan buruannya.
Sejak mula Pinson nampak dingin. Bahkan menasihatkan agar Adele
pulang saja ke orang tuanya. Perihal kisah cinta mereka, lupakan
saja.
Adele terperanjat. Ia tidak percaya. Kemudian ia mendebat.
Mengancam. Namun pada akhirnya menyodorkan uang, kepada Pinson.
Untuk membayar utang dan untuk apa saja yang disenangi lelaki
itu.
Adakah ini cinta yang menghamba? Atau takdir dewata? Pada suatu
malam, Adele menguntit Pinson ke sebuah rumah. Dilihatnya
kekasihnya itu berciuman di ambang pintu, berlanjut sampai ke
tangga. Menyaksikan "pengkhianatan" semacam ini biasanya seorang
wanita segera lari atau pingsan. Adele tidak. Diawasinya
saat-saat mesra itu dengan mata terbuka. Pinson dan pacarnya
naik tangga. Adele tidak melepaskan mereka: ia ikut naik ke
pondok. Pergumulan kedua makhluk itu pun ditatapnya dengan
nanap.
Truffaut menghidangkan adegan pengintipan Adele dan adegan
hubungan mesra itu (dari jauh) cut-to-cut, bagus sekali. Dan
diakhiri dengan close-up wajah Adele: bibir mengatup, mata
menantang, tarikan wajah meneras. Segala perasaan menggumpal di
sana.
Adele kemudian berbuat yang aneh-aneh. Dia membayar seorang
wanita P, mengirimkanya ke Pinson untuk melayaninya. Dan dia
menulis dalam catatan hariannya: "Sekarang saya mengerti,
mengapa wanita lari ke rumah pelacuran." Kepada ayahnya dia
minta izin untuk menikah dengan tentara itu (dulu ayahnya
menolak letnan ini), juga minta uang untuk gaun pengantin.
Sebuah siasat yang amat mengecewakan ayahnya kemudian.
Izin dan uang ia dapatkan. Tapi cinta Pinson tidak. Adele
memohon, meratap: "Setelah kita kawin, kau bebas berkencan
dengan wanita mana saja yang kau suka," katanya putus asa.
Pinson tidak bergeming.
Terperangkap dalam cinta yang ditolak, Adele semakin rusak. Pada
suatu saat ia bermaksud menyewa seorang ahli hipnotis untuk
mempengaruhi Pinson. Tapi letnan itu keburu menikah dengan putri
hakim di Halifax. Putus asa, Adele menyerbu ke rumah si hakim,
membeberkan rahasia pujaannya, bahkan mengaku sedang mengandung
anak lelaki itu. Dalam tingkat keranjingan yang lebih parah, ia
menghadang Pinson di sebuah lapangan rerbuka, menaburkan uang,
lalu mencopot bantal yang tadinya disembunyikan di balik
gaunnya. Entah apa maksudnya.
Adele tidak tertolong. Meski masih waras, wanita ini tidak
sekuat Scarlett O'Hara dalam Gone with the Wind, yang tiap
menghadapi kemelut selalu berkata, "I'll think about it."
Kesehatan mental dan fisiknya semakin parah, toh ia menolak
bujukan ayahnya untuk pulang. Berita tentang ibunya yang sakit
pun tidak mencairkan perasaannya. Jiwanya membeku, tanpa kemauan
dan tujuan.
Tidak digambarkan bagaimana, namun tatkala Pinson dipindahkan ke
Barbados, Adele juga memburu ke sana. Dan di pulau inilah ia
kehilangan ingatannya yang benar. Tak ubahnya orang gila, ia
berjalan-jalan di pasar, dengan rambut kusut-masai, baju
compang-camping, dipermainkan anak-anak.
Seorang wanita kulit hitam menyelamatkan dan merawatnya. Dalam
keadaan seperti ini, Adele sudah tidak lagi mengenali Pinson.
Dan jauh sebelumnya sudah tidak lagi membuat catatan harian.
Truffaut menutup film ini dengan penuturan panjang tentang nasib
Adele kemudian: diantar ke Prancis oleh wanita Negro itu,
dirawat di rumah sakit jiwa, tidak menikah seumur hidup, dan
mengisi sisa hidupnya konon dengan main piano.
Apakah cinta sebuah kutukan? Truffaut, yang membangun cerita
berdasar catatan asli Adele, yang bahasanya menurut dia
mengandung rahasia itu, agaknya telah melihatnya demikian.
Sepati yang mungkin persis terjadi, asmara di sini adalah
kekuatan yang tidak dapat dilawan. Adele sebagai korban, nampak
tak berusaha sama sekali membebaskan diri dari pesona. Pinson
sendiri, kecuali sikapnya yang dingin dan pasif, tidak pernah
ditampilkan sebagai jagoan cinta yang hangat yang setidaknya
memperkuat motivasi kegilaan Adele. Atau apakah Pinson
(dimainkan Bruce Robinson) sejenis mesin cinta yang tanpa jiwa.
Segi perwatakan di film ini amat terabaikan kecuali, sekali lagi
Truffaut menafsirkannya hitam putih.
Dan menampilkan sosok cinta yang menakutkan itu, yang pada
penonton bisa merupakan obsesi, dalam kecermatan visualisasi
yang luar biasa. Sekaligu sutradara besar Prancis itu tak
langsung mengingatkan bahwa Kisah cinta tidak cuma
Romeo-Yuliet, Scarlett-Rhet Butler atau Pranacitra-Rara Mendut.
Ada Pinson-Adele, terakhir diperankan Isabelle Adjani -- yang
aktingnya kurang meledak dan menghempas, meski ekspresi wajahnya
amat kuat.
Isma Sawitri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini