SEBAGIAN jamaah haji Indonesia, yang sekarang ini sedang dalam
saat akhir ibadat, barangkali Nrut menyaksikan peristiwa di
Mekah itu. Sebuah "demonstrasi revolusioner", digerakkan
orang-orang Iran, kembali mengganggu suasana ibadat di sana.
Dengan membawa gambar-gambar Khomeini dan slogan-slogan, para
"jamaah demonstran" itu mula-mula berkumpul di luar sebuah
apartemen. Tanggal kejadiannya 6 Zulhijjah, alias 24 September,
menjelang salat Jumat. Di bangunan itu, sebelah atas, sudah
dipersiapkan sebuah mimbar persis menghadap ke jalan. Lalu
terjadilah keributan itu.
Radio Teheran sendiri memberitakan, para jamaah revolusioner itu
sudah bergerak untuk mencapai Masjidil Haram ketika polisi Saudi
membabat mereka dengan penNngan dan gas airmata.
"Tapi itu tidak benar," kata seorang juru bicara Departemen
Dalam Negeri Arab Saudi yang dikutip koran International Herald
Tribune. Yang benar, mereka sedang siap-siap mendengar pidato
(sebelum bergerak, tentunya) ketika polisi datang dan membikin
bubar. Gabar-gambar dan seluruh spanduk, mikrofon, disita. Dan
semua yang berada dalam gedung diusir.
"Puluhan jamaah terluka," kata Radio Iran. "Dan lebih dari 100
ditahan". Pemerintah Saudi sendiri diam mengenai penahanan itu.
Mungkin juga karena, Bila berita Radio Iran benar, di antara
yang ditahan termasuk Hujjatul Islam Muhammad Musawi Khoeiniha,
"utusan khusus" Khomeini. Cukup penting, jadinya.
Setidak-tidaknya, Khoeiniha ini dikatakan sebagai tokoh yang
mempimpin pendudukan Kedubes AS di Teheran dulu. Dan untuk musim
haji tahun ini, Khoeiniha, 44 tahun, dikabarkan memang ditunjuk
Khomeini untuk menjadi amirul hajj, pemimpin jamaah. Atau,
menurut majalah Time, diNnjuk menjadi 'agen Khomeini' bagi
"promosi kebangkiun agama" yang memang pernah dikaukan Ayatullah
akan diekspor ke Saudi dan negeri-negeri kaya minyak lain.
Time malah, dengan gayanya yang khas, mengaku mendapat laporan
tentang pesan Khomeini kepada sang Hujjatul Islam. Yakni: jangan
sampai ia "bisa diintimidasi" oleh para mullah yang lebih
moderat, di antara 89.000 jamaah Iran itu "Tidak menurut kepada
kamu," konon kata Sang Ayatullah, "berarti tidak menurut
kepadaku". Khomeini menugasi mempebarui kekuatan Islam"
di sana, yang telah "dibikin lupa oleh para Nkang catut dan
pemikir aliran-aliran bengkok".
Para pemimpin Saudi sendiri, yang selalu hati-hati terhadap
kemungkinan keresahan di antara wara minoritasnya yang Syi'ah,
memang menakuti pengaruh yang bisa ditimbulkan 'utusan Khomeini'
itu. Apalagi karena Kedutaan Iran di Jiddah dilaporkan--menurut
Time --telah mencetak dan menghimpun jutaan brosur propaganda.
Isinya rezim-rezim "reaksioner" seperti Arab Saudi adalah sekutu
musuh-musuh Islam, dan karenanya kaum muslimin di segala penjuru
harus bersatu menendang segala pemerintahan yang "antek".
Tentunya karena Saudi, misalnya, sekutu akrab AS, "musuh lslam"
pendukung utama Syah dulu. Atau juga karena pemerintahan model
Saudi, sebuah kerajaan keluarga, memang tidak berkenan di hati
para "ideolog" Syi'ah yang meluap-luap. Tapi tak kurang kuatnya
adalah alasan perbedaan paham keagamaan: di antara seluruh
negeri Sunni Saudilah yang terhitung paling keras terhadap
Syi'ah.
Paham Wahhabi mereka, yang sangat protestan, anti-hirarki
keagamaan (termasuk model Syi'ah) dan segala "bid'ah", adalah
satu-satunya yang mencatat perlawanan paling sengit terhadap
Syi'ah di zaman mutakhir. Dalam ekspansinya di abad lalu,
pasukan Wahhabi misalnya merasa perlu menyerbu Najaf, pusat
Syi'ah di Irak, dan menhancurkan bangunan-bangunan megah di
berbagai "makam suci" di sana.
Tapi itu dulu. Kini, terhadap ancaman Iran khususnya sehubungan
dengan jamaah haji, Saudi memilih jalan melarang jamaah Iran
mengunjungi pusat-pusat kaum Syi'ah di daerah pantai timur
Jazirah Arab itu--dalam perjalanan darat mereka ke Mekah. Ini
tentu saja membikin mengkal pihak Iran, yang menurut Time telah
menyertakan para anggota kelompok keras Hizbullah di antara
rombongan besar yang beribadat.
Tapi pihak pers Iran sendiri mengabarkan, dalam kasus
demonstrasi keras kemarin ini Hujjatul Islam Musawi Khoeiniha
hanya ditahan beberapa jam. Konon, seperti diberitakan Tbe
Straits Times, sesudah diporak-porandakan polisi, para jamaah
demonstran Iran lantas"mogok duduk" di Masjidil Haram. Bukan
i'tikaf--mengheningkan diri di masjid, salah satu bentuk ibadat.
Tapi mengancam akan terus di situ sampai kawan-kawan mereka
dibebaskan. Itu dikatakan Radio Teheran.
Lebih dari dua juta manusia berkumpul tahun ini di Tanah Suci.
Dalam pakaian ihram yang sama, mereka bergerak dalam keadaan
yang paling damai dan menyerukan talbiah yang terkenal bondongan
orang, dari negeri yang konon menandai "kebangkitan Islam",
mengangkat potret dan spanduk dan berteriak-teriak, dengan
pikiran mereka di tanah Iran. Akankah itu menjadi tontonan
setiap tahun?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini