Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Teror di Pan Am 73

Bollywood mengadaptasi kisah nyata Neerja Bhanot dalam drama biopik 122 menit. Kisah perempuan yang menemukan keberanian dalam teror dan rasa takut.

29 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Neerja
Sutradara: Ram Madhvani
Penulis skenario: Saiwyn Qudras
Pemain: Sonam Kapoor, Shabama Azmi, Shekar Ravjiani, Yogendra Tiku, Kavi Shastri

Dua hari sebelum ulang tahunnya yang ke-24, Neerja Bhanot tewas. Kepala pramugari itu diberondong peluru teroris tatkala melindungi para penumpang dalam pembajakan pesawat Pan American. Dari 380 penumpang dan kru, 359 selamat berkat Neerja. India menganugerahinya Asoka Chakra, penghargaan militer tertinggi untuk keberanian pada masa damai. Pakistan memberikan Tamgha-e-Insaaniyat, anugerah untuk kebaikan luar biasa. Tak kurang dari tiga penghargaan diberikan Amerika Serikat untuk kepahlawanan, keberanian, dan keadilan Neerja.

Kisah nyata 30 tahun lalu itu diangkat dalam biopik berjudul Neerja oleh sutradara Ram Madhvani. Madhvani kerap mendapat penghargaan atas karya film dan iklan televisi. Untuk Neerja, dia menghabiskan dua setengah tahun untuk meriset, mempersiapkan, dan memproduksi film ini. "Film ini berdasarkan fakta, tapi kami mengisi beberapa (waktu) yang kosong," kata Madhvani seperti dikutip sejumlah portal online India.

Film dibuka dengan lambat pada Kamis malam, 4 September 1986, sehari sebelum kejadian nahas itu. Neerja (diperankan dengan cemerlang oleh Sonam Kapoor) pulang ke rumahnya di Mumbai, India, dan berpesta dengan ayah-ibunya. Dia putri satu-satunya, gadis paling ditunggu, jantungnya pesta-pora. Dia sempat beristirahat sebelum kembali ke bandar udara untuk terbang dengan pesawat Amerika Serikat bernomor penerbangan 73, esok dinihari.

Adegan-adegan awal ini silih berganti dengan aktivitas para teroris saat mengambil dan merakit senjata di Karachi, Pakistan, layaknya potongan-potongan adegan dalam Captain Philips karya Paul Greengrass. Bedanya, Madhvani memberikan lebih banyak adegan yang membuat orang tua Neerja, Harish (Yogendra Tiku) dan Rama (Shabana Azmi), karakter yang berdiri sendiri.

Begitu Neerja sampai di kabin pesawat Boeing empat mesin di Bandara Sahar, Mumbai, barulah cerita sesungguhnya dimulai. Pesawat itu hendak bersiap lepas landas setelah transit di Bandara Internasional Jinnah, Karachi, Pakistan, ketika gerombolan teroris dari organisasi Abu Nidal menyerbu dan membajak pesawat.

Di bawah ancaman, tendangan, pukulan, dan todongan pistol, Neerja mengingat masa lalunya. Lalu, dalam adegan-adegan kilas balik berulang, penonton menyaksikan Neerja tak berdaya dalam kekerasan rumah tangga yang baru saja berakhir, mengingat juga pesan ayahnya. Namun kali ini berbeda. Dengan air mata berlinang setelah menyaksikan kepala penumpang pecah di hadapannya, keberanian dan ketegasan tokoh sentral justru muncul.

Sonam Kapoor lepas dari citranya dalam film-film komedi romantis Bollywood. Putri aktor Anil Kapoor itu mampu menampilkan pramugari dalam tekanan yang mampu mengendalikan emosi dan rasa takutnya serta berpikir cepat. Teknik pengambilan gambar dengan kamera berputar 360 derajat yang diambil dari jarak dekat mampu menangkap detail kabin yang tertutup, membangun kecemasan dan teror sekaligus memperkukuh emosi yang ditampilkan Neerja.

Kalau harus menulis sedikit kelemahan dalam film ini adalah ketika tekanan dan teror dalam kabin memuncak, sutradara justru memutar lagu-lagu melankolis dan sentimental sembari menampilkan upaya ibu menafikan kecemasannya dengan album masa kecil anaknya di rumah, kegelisahan ayahnya, seorang jurnalis di Hindustan Times, dan air mata Jaideep (Shekar Ravjiani), pemuda yang jatuh cinta kepada Neerja. Tanpa lagu melankolis itu, sesungguhnya atmosfer yang dibangun sudah cukup. Film ini tak hanya membuat penonton terisak-isak dari pertengahan hingga akhir film, tapi juga mampu membangun teror 17 jam yang berakhir dengan keputusasaan.

Film ini akan lebih kuat andai sutradara menambahkan informasi tentang motivasi dan tujuan teroris. Captain Philips, misalnya, memberi penonton sedikit gambaran tentang kehidupan para pembajak. Tanpa konteks ini, pembajak tak lebih dari sekelompok orang bersenjata dan berjanggut yang berteriak dalam bahasa Arab, stereotipe yang sama dengan yang dibangun dalam film-film arus utama Hollywood.

Amandra M. Megarani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus