Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Tidak Tahu Menenun, Orang Timor Belum Boleh Kawin

Salah seorang penenun asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mengatakan jika orang Timor tak tahu menenun, maka belum boleh kawin (menikah).

12 Oktober 2018 | 23.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Damaris (keempat dari kanan), penenun dari Timor Tengah Selatan mengikuti program Kombet Kreatif. Program ini dinisiasi oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Tempo Institute. Kombet Kreatif Kupang dilaksanakan tanggal 9 Oktober 2018. Ridho Mukti/TelusuRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo, Kupang - Damaris Nenobahan, salah seorang penenun asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mengaku kenapa dirinya menenun, karena tradisi orang Timor dari dulu, jika tak tahu menenun, maka belum boleh menikah (Kawin).
 
 
"Saya menenun sejak masih muda, umur antar 17-18 tahun. Karena turun temurun, keluarganya selalu menenun," kata Damaris di sela-sela acara Kombet kerjasama antara Tempo Institute dan Bekraf, Kamis, 11 Oktober 2018.
 
Awalnya, kata Damaris, dia menenun hanya untuk iseng membuat pakaian untuk anak dan suaminya yang pada hari-hari tertentu wajib menggunakan pakaian tenun saat sekolah dan bekerja. "Dari situ ada tetangga yang minta dibuatkan tenun. Mulai dari itu, saya mulai intens menenun," katanya.
 
Dari situ, dirinya mengajak sejumlah penenun untuk membuat kelompok tenun "Neno Oemat" untuk bersama menenun. Sekarang kami menenun hanya dikirim gambar saja. Memang sulit, namun kami bisa," katanya.
 
Awalnya kelompok itu hanya bekerja tanpa modal, sebelum akhirnya mendapat bantuan dari pemerintah. "Dari situ kami mulai menerima pesanan tenunan berupa selendang dan kain tenun," katanya.
 
Pembuatan tenun, menurut dia, saat masih di desa, biasanya menggunakan kapas yang dipintal menjadi benang, namun di kota benang dibeli. Selanjutnya menggunakan lidi gewang untuk membuat motif dari tenunan itu. "Motif gunakan lidi dari gewang. Kalau bisa 20 lidi, dinaikkan sekaligus," katanya.
 
Untuk pembuatan selendang, dalam 3 hari bisa hasilkan dua. Kalau sarung, dibagi dalam dua bagian, sehingga tiga minggu hanya bisa hasilkan satu sarung. "Kalau selendang di jual Rp150 ribu per buah. Sedangkan sarung di jual Rp600 ribu per lembar," katanya. 
 
Hasil tenunan sudah dua kali dikirim ke Hongkong. Bahkan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti juga pernah gunakan tenun miliknya. "Saat ini, hasil tenunan kami juga dipakai oleh butik Leviko," ujarnya.
 
 
Dia mengaku bersyukur karena diberi kesempatan mengikuti acara Kombet Kreatif ini, sehingga diketahui cara mempromosikan tenunan dengan berbagai cara. "Saya bersyukur mengikuti Kombet Kreatif ini, karena dari awal kerja menenun akhir saya tahu cara mempromosikan tenun," katanya.
 
YOHANES SEO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus