Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tony dan Tong Merah

26 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua penonton dengan menggunakan stik memukul sekeras mungkin drum merah. Brang…, brang…. Amat berisik. Di dalam tong terdapat Tony Broer, 50 tahun. Tentunya, di dalam drum, suara jauh lebih memekakkan. Itulah bagian dari pentas Tony berjudul Tu(m)buh di studio teater ISBI, Bandung. Pementasan dilakukan sebelum pertunjukan Post Haste. Pada adegan lain, ia menggelinding bersama drum di tanah dan kemudian berdiri menggotong drum berat itu.

Pertunjukan diawali Tony merespons instalasi Deden Bulqini. Bulqini membuat patung-patung yang secara anatomis tak utuh. Tubuh manusia tanpa lengan, tubuh manusia separuh badan terbalik tertancap ke tanah dengan sepasang kaki ke atas. Tony bergerak mengusap-usap satu per satu sosok cacat tersebut.

Tatkala berdiri di atas tong, Tony mengenakan masker gas. Video mapping menyorot ke dinding dan menjadikan tubuh Tony seolah-olah titik sasaran tembak. Adegan ini impresif. Terakhir, Tony menutup kepala sampai badannya dengan kain merah, memegang setangkai bunga plastik besar berwarna hitam serta membawa payung bolong transparan, mengingatkan pada banyak pementasan butoh. Setelah dari kekerasan tiba-tiba menukik ke kelembutan. "Dari Teater Payung Hitam, Tony berkelana ke beberapa kelompok dan negara. Sekarang dia singgah lagi di sini," kata Rachman Sabur.

Tony—si "anak hilang" Payung Hitam yang bernama asli Tony Supartono—kini sosoknya berbeda jauh dengan saat ia memerankan Kaspar. Dulu ia gundul dan kelimis. Sekarang wajahnya bercambang lebat awut-awutan, berjenggot panjang keabu-abuan. Ia pernah tinggal di Jepang. Selama di Jepang, Tony magang di berbagai kelompok butoh. "Saya ingin berlatih di teater yang sama sekali tak menggunakan kata-kata," ucapnya. Ia berlatih di Butoh Kohzenzha pimpinan Yukio Waguri, Butoh Dance Sankai Juku pimpinan Amagatsu Ushio, dan Semimaru, serta butoh Dairakudakan pimpinan Maro Aka.

"Saat berlatih di Sankai Juku, studionya seperti hanggar pesawat. Di sana sangat ketat. Makan tidak boleh ada garam dan gula. Badan saya sampai merosot beberapa kilo," tutur Tony. Ia bahkan sempat berlatih ke Akiko Motofuji, istri pelopor Butoh Tatsumi Hijikata, di Asbestos Tatsumi Hijikata. Juga belajar ke Yoshito Ohno di Kazuo Ohno Dance Studio. Yoshito adalah putra Kazuo Ohno, pelopor utama butoh. Kazuo saat itu masih hidup. Umurnya 96 tahun, tapi tetap membimbing mereka yang belajar di studionya. Tony juga sempat terlibat pementasan dengan kelompok Gekidan Kaitaisha di Gedung Shakespeare, Meisei University, Tokyo, membawakan adaptasi naskah Macbeth karya Shakespeare.

Sepulang ke Tanah Air, Tony mengembangkan sistem latihan sendiri dengan jadwal sangat ketat. Latihannya berbasis pada daya tahan dan ketekunan tubuh. Ia, misalnya, melakukan langkah berjalan jongkok mundur selama berjam-jam. Ia juga mencoba nomor-nomor tubuh di tempat publik, dari halte, taman kota, sampai stasiun. Ia juga mengembangkan latihan tematik: mengeksplorasi tubuh di meja, menginvestigasi tubuh sensual, tubuh bumi, tubuh perang. Ia mengajak fotografer menangkap momen-momen kebertubuhan yang dialaminya dan membuat sebuah seri esai foto tubuh. Latihan-latihan keras Tony ini membuahkan hasil. Tatkala ia terlibat dalam pementasan Sardono W. Kusumo di bekas Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar, Solo, aksinya membuat terperenyak penonton. Ia berjalan di palang besi dengan ketinggian lebih dari 10 meter tanpa pengaman apa pun. Dan, dari ketinggian, ia menumpahkan cat di layar putih yang terjuntai ke bawah. Sekali oleng, pasti ia jatuh dan tewas. Keseimbangan tubuhnya luar biasa.

Terakhir ia ikut berlatih metode persiapan aktor sutradara besar Jepang, Tadashi Suzuki, di sarang Suzuki Company of Toga (SCOT) di pegunungan Toga, kawasan Toyama, Jepang. Tadashi Suzuki dikenal memiliki sistem persiapan aktor yang khas. Ia lebih dulu menggembleng aktor-aktornya dengan berbagai cara berjalan yang dikumpulkan dan dikembangkannya dari teknik berjalan teater tradisi Jepang: Noh, Kyogen. Inti metodenya adalah memunculkan kekuatan pada kaki dan pengeluaran energi suara yang dihasilkan dari titik pernapasan perut. Latihan-latihan Suzuki menekankan konsentrasi. Tubuh harus selalu balans saat berjalan ke depan. Pandangan awas fokus ke depan, dengan badan tegak. Seolah-olah samurai yang sigap seberapa detik menyabetkan pedang. "Latihan Suzuki ini berbeda dengan butoh. Juga berbeda dengan teater tradisi kita. Dalam pentas kuda lumping, kalau tubuh kita oleng ke kiri, tidak usah kembali ke tengah, terus ngguling saja ke kiri, keseimbangan dengan sendirinya muncul," kata Tony.

Namun Jacob Sumardjo, budayawan, melihat pertunjukan Tony, Tu(m)buh, tidak mengarah ke sebuah pementasan yang melampaui tubuhnya seperti kuda lumping itu. Setelah pentas Tu(m)buh dan menjelang Post Haste, Jacob sedikit memberikan pidato tentang tubuh dan roh dalam seni tradisi. Menurut Jacob, teater tradisi selalu ingin menampilkan sesuatu yang metafisik, yang tidak tampak, melalui tubuh. Topeng Cirebon, misalnya. Setelah penari topeng Cirebon mengenakan kedok topeng Panji yang tadinya disimpan di dalam kotak "sakral", saat itu juga pertunjukannya bukan menjadi pertunjukan tubuh, melainkan pertunjukan sukma. Pertunjukan itu adalah pertunjukan roh yang menggunakan tubuh penari. Menurut Jacob, tak mengherankan jika sering dikisahkan penari topeng Cirebon dapat tidur selama menari. "Pertunjukan Tony sebaliknya. Tony sangat mempercayai tubuh."

Seno Joko Suyono, Anwar Siswadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus