Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Wajah-Wajah Di Gedung Gajah

Sejumlah karya pelukis beken yang kini jadi milik Dept P dan K, dipamerkan di TIM. Dibandingkan dengan karya mereka yang terakhir, jelas kelihatan mereka mengalami kemajuan teknis & pendalaman konsep.(sr)

23 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK pelukis pribumi yang tangkas belasan tahun yang lalu, kini produktivitas mereka menyedihkan. Menyaksikan pameran para pelukis itu di TIM - 9 s/d 15 April - kita jadi tak habis fikir. 53 buah lukisan dari 13 orang - milik Museum Pusat Departemen P dan K (Gedung Gajah) -- hadir dengan segala corak yang membayangkan berbagi kecenderungan. Kini nama-nama itu memang masih dianggap pelukis, meskipun ada di antaranya yang lebih banyak memperhatikan bidang lain. Barangkali bakat mereka memang ditakdirkan meledak singkat, lalu loyo. Walaupun, siapa tahu, masa kosong mereka kini justru persiapan untuk masa depan. Affandi Danarto dan Sri Widodo, dalam kesempatan itu muncul masing-masing dengan sebuah karya: Membangun Keluarga dan Menunggu Nelayan Pulang. Keduanya menunjukkan kemungkinan yang segar. Kalau Danarto tampak kaya penuh imaji dalam goresannya, Widodo menangkap suasana dramatik dengan peka dan romantis. Kedu lukisan itu membayangkan jiwa yang sedang bergelora. Kini, Danarto lebih terkenal sebagai penulis cerita pendek. Sedang Widodo, di samping diam-diam masih melukis, sibuk mengatur rumah tangganya. Pelukis-pelukis yang kini masih menyala, di sini dapat kita lihat awal-awal langkah mereka dahulu. Misainya Zaini, yang kini mencapai teknik cat minyak yang sanggup memindahkan efek yang bisa dicapai pastel dalam pameran ini tampak masih meraba-raba bentuk yang kini dimilikinya. Sementara Abbas Alibasyah yang kini menjurus pada seni dekoratif, di sini masih melukis wadag Barong dan menunjukkan lukisan abstrak (Perang). Demikian juga Fadjar Sidik, yang kini termasuk salah seorang pendukung seni abstrak, di sini muncul dengan Perahu di Pantai, Nenek dan cucu, Perahu Ganrung, Semesta Alam semacam persiapan ke arah bentuknya yang sekarang. Di antara nama-nama yang beken (Amri Yahya, Dos Laksono, Sidharta, Hendra, Hendro, Isa, Tusan, Ida Hadjar, Kusnadi Mulyadi, Mardian, Nasyah Djamin, Nashar, Nyoam Gunarsa, OE, Srihadi, Suharto, Saptoto, Trisni Surnardjo, Tatang Ganar, Trubus, Herman, Widayat, Wardoyo), barangkali Affandi yang tampak tetap saja. Dengan 4 buah karya (Potret Diri, Kawah Tangkuban Perahu, Orang Tua Duduk, Parang Tritis), dedengkot ini sudah ngubek kemahiran melemparkan garis. Kreativitasnya mungkin kini terletak pada pasal: bagaimana melukis obyek yang sama, dengan cara yang sama, dalam suasana yang sama, tetapi tetap dapat dirasakan sebagai karya yang lain. Nostalgia Beberapa pelukis, kalau dibandingkan dengan karya-karya mereka yang mutakhir, tampak mendapat kemajuan teknis dan pendalaman konsep. Misalnya saja Nashar, OE, Mulyadi, Fadjar Sidik, Srihadi, Zaini. Sementara yang mengalami kemunduran misalnya Tusan dan Hendra. Kemajuan yang tampak terutama sekali dalam soal teknik penampilan. Sedang kemunduran terlihat dalam soal dedikasi pada kehidupan. Karya-karya lama tersebut terasa jernih, tidak kebanyakan gincu, tidak mencari efek. Juga tidak terlalu rasionil dan keren. Ada kesederhanaan yang ramah, sehingga kesenian tiba-tiba terasa akrab dengan kehidupan. Hal itu kini sering berbalik: seniman sering membuat kesenian seperti memberontak hidup - karena menganggap seni "sudah terbengkalai", sehingga perlu prioritas istimewa. Harta milik Museum Pusat ini, pantas segera mendapat gedung permanen. Ia telah tidak sia-sia terkumpul. Ia bisa banyak bercerita, antara lain menyangkut warna-warna sosial yang telah hilang. Terutama sekali tentang kemantapan, ketekunan, kegairahan, yang kadang terasa sulit dijumpai kini. Entah kalau hidup sudah semakin rasionil praktis dan penuh taktik. Ataukah ini hanya semacam nostalgia. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus